Pages

esok pasti ada tapi esok belum pasti

Thursday, February 9, 2017

makalah ekonomi islam sumber pendapatan





TAFSIR AYAT EKONOMI: SUMBER PENDAPATAN
TAFSIR AYAT DAN HADITS EKONOMI
Dosen Pembimbing: Fajar Fandi Atmaja Lc., M.S.I.


Oleh: Kelompok 1
Angga Setiawan
Prita Fathimah Asra (13423025)
Muhammad Amsir (13423060)
Syarah Ma’rifah

PRODI EKONOMI ISLAM
FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2015

KATA PENGANTAR


Al-hamdu lillahi rabbil`alamin, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.Karena berkat rahmat, hidayah, dan izin-Nya penulis diberikan kesehatan dan kemampuan untuk menulis dan menyelesaikan makalah dengan judul “Tafsir Ayat Ekonomi: Sumber Pendapatan” ini.
Shalawat serta salam tak lupa kita junjung pada nabi akhir zaman, Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah hingga zaman islamiyah, banyak petunjuk dan jadi pedoman umat manusia sehingga umat muslim bisa seperti sekarang ini.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan terkait mareri Tafsir Ayat dan Hadits Ekonomi terkhusus dalam lingkupjenis-jenis sumber pendapatan, penafsiran dari ayat dan hadits ekonomi mengenai hal tersebut, dan beberapa penjelasannya.
Ucapan terimakasih, penulis ucapkan kepada Bapak “Fajar Fandi Atmaja Lc., M.S.I.” yang telah memotivasi penulis, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa adanya motivasi beliau, penulis tidak akan pernah dan tidak akan tahu tentang ilmu – ilmu mengenai Tafsir Ayat dan Hadits Ekonomi terlebih sampai menyelesaikan makalah ini.
Penulis yakin bahwa karya tulis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, walaupun masih banya kekurangan-kekurangan yang tertulis dalam karya ini. Kritik dan saran itulah yang diharapkan penulis agar menjadi perbaikan di masa mendatang.


Penulis            



DAFTAR ISI







PENGERTIAN


Sumber Pendapatan yang akan dibahas ada tiga macam; Fai’, jizyah, dan ghanimah.
1.      Fai’ ialah harta rampasan yang diperoleh dari orang-orang kafir tanpa terjadinya pertempuran, misalnya harta yang mereka tinggal lari karena takut kepada kaum muslimin, atau harta yang dihasilkan oleh umat Islam dari harta orang kafir tanpa peperangan, atau menunggang kuda atau kendaraan.[1]Harta tersebut dinamakan fai’ yang artinya kembali, karena harta itu kembali dari orang-orang kafir yang tidak berhak memilikinya kepada kaum muslimin yang memiliki hak terhadapnya.
2.      Menurut penjelasan ulama, kata jizyah berarti pajak yang dipungut dari rakyat non Muslim merdeka dalam negara Islam, yang dengan pajak itu mereka mengesahkan perjanjian yang menjamin mereka mendapat perlindungan, atau suatu pajak yang dibayar oleh pemilik tanah. Kata jizyah berasal dari kata jaza artinya membalas jasa atau mengganti kerugian terhadap suatu perkara, atau terhadap perbuatan yang telah dilakukan.
3.      Secara harfiah, ghanimah berarti sesuatu yang diperoleh seseorang melalui suatu usaha. Menurut istilah, ghanimah berarti harta yang diambil dari musuh Islam dengan cara perang. Bentuk-bentuk harta rampasan yang diambil tersebut bisa berupa harta bergerak, harta tidak bergerak, dan tawanan perang.[2]

AYAT & TERJEMAHNYA


1.         FAI’

وَمَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْهُمْ فَمَا أَوْجَفْتُمْ عَلَيْهِ مِنْ خَيْلٍ وَلا رِكَابٍ وَلَكِنَّ اللَّهَ يُسَلِّطُ رُسُلَهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (٦) مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الأغْنِيَاءِ مِنْكُمْ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (٧)
6. Dan harta rampasan (fai’i)[18] dari mereka yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya, kamu tidak memerlukan kuda atau unta untuk mendapatkannya[19], tetapi Allah memberikan kekuasaan kepada rasul-rasul-Nya terhadap siapa yang Dia kehendaki[20]. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
7. Harta rampasan fai’i yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (yang berasal) dari penduduk beberapa negeri[21], adalah untuk Allah, rasul, kerabat (rasul)[22], anak-anak yatim, orang-orang miskin[23] dan untuk orang-orang yang dalam perjalanan, agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu[24]. Apa yang diberikan Rasul kepadamu[25], maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah[26]. [27]Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukumannya[28].

2.         JIZYAH

قَاتِلُوا الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلا بِالْيَوْمِ الآخِرِ وَلا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ (٢٩)
Terjemah Surat At Taubah Ayat 29
29.[14] Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, mereka yang tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan Allah dan Rasul-Nya[15] dan mereka yang tidak beragama dengan agama yang benar (agama Islam)[16], (Yaitu orang-orang) yang telah diberikan kitab[17], hingga mereka membayar jizyah (pajak)[18] dengan patuh[19] sedang mereka dalam keadaan tunduk[20]

3.         GHANIMAH

وَاعْلَمُوا أَنَّمَا غَنِمْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ إِنْ كُنْتُمْ آمَنْتُمْ بِاللَّهِ وَمَا أَنْزَلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ ۗ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Terjemah Surat AlAnfal Ayat 41
Ketahuilah, sesungguhnya segala yang kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka seperlima untuk Allah, rasul, kerabat rasul, anak yatim, orang miskin dan ibnussabil, (demikian) jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu pada hari bertemunya dua pasukan. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Annamā ghanimtum miη syai-in(bahwa apa saja yang kalian peroleh sebagai rampasan perang)Yang dimaksud denganSedikit atau banyakrampasan perang (ghanimah) adalah harta yang diperoleh dari orang-orang kafir melalui pertempuran, sedangkan yang diperoleh tanpa melalui pertempuran dinamakan fa'i. Pembagian dalam ayat ini terkait dengan ghanimah saja. Adapun fa'i dibahas dalam surat Al Hasyr.
Fa anna lillāhi khumusahū wa lir rasūl(maka seperlima untuk Allah, rasul) Bagian untuk Allah dan Rasul-Nya disalurkan untuk maslahat (kepentingan) kaum muslimin secara umum, karena Allah dan Rasul-Nya tidak membutuhkannya, dan tidak disebutkan ke mana disalurkan sehingga penyalurannya untuk maslahat umum.
Wa li dzil qurbā (kerabat rasul) Dari kalangan Bani Hasyim dan Bani Muththalib baik yang kaya maupun yang miskin, laki-laki maupun perempuan.
Wal yatāmā (anak-anak yatim)Yaitu anak kecil yang ditinggal mati oleh bapaknya.
Wal masākīni (orang-orang miskin)Yakni orang yang berhajat (membutuhkan) atau kekurangan.
Wab nis sabīli (dan ibnu sabil)Yaitu orang yang terhenti di perjalanan karena kehabisan bekal. Maksud ayat ini adalah bahwa seperlima dari ghanimah itu dibagikan kepada Allah dan Rasul-Nya, kerabat Rasul, anak yatim, fakir miskin dan Ibnussabil. Sedangkan empat-perlima dari ghanimah itu dibagikan kepada yang ikut berperang, untuk yang berjalan kaki memperoleh satu bagian, sedangkan penunggang kuda memperoleh dua bagian; bagian untuknya dan untuk kudanya. Sebagian mufassir berpendapat, bahwa 1/5 dari ghanimah tidak boleh keluar dari 5 golongan itu, dan tidak mesti mereka dibagi secara sama, bahkan disesuaikan dengan maslahat.
Ing kuηtumĀmaηtum billāhi(demikian) jika kamu beriman kepada Allah) yaitu Allah menjadikan pembagian ghanimah sesuai dengan aturannya sebagai syarat keimanan.
wa mā aηzalnā ‘alā ‘abdinā yaumal furqāni (dan kepada apayang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan)Yang dimaksud dengan “apa” di sini bisa maksudnya ayat-ayat Al-Quran, malaikat dan pertolongan. Yang dimaksud dengan hari Al Furqaan adalah hari yang memisahkan antara yang hak dan yang batil atau hari ditampakkan kebenaran dan dikalahkan kebatilan, yaitu hari bertemunya dua pasukan di Badar, pada hari Jum'at 17 Ramadhan tahun ke 2 Hijriah.
Yaumal taqal jam‘ān (yaitu hari bertemunya dua pasukan), yakni pasukan Nabi Muhammad saw. dan pasukan Abu Sufyan.
Wallāhu ‘alā kulli syai-in qadīr (dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu), termasuk memberikan kemenangan dan ghanimah kepada Nabi Muhammad saw. dan shahabat-shahabatnya serta kematian dan kekalahan bagi Abu Jahl dan kawan-kawannya.[3]

PENAFSIRAN AYAT

1. FAI’

Tafsir Ayat[4]
[18] Fai-i ialah harta rampasan yang diperoleh dari orang-orang kafir tanpa terjadinya pertempuran, misalnya harta yang mereka tinggal lari karena takut kepada kaum muslimin. Harta tersebut dinamakan fai’i yang artinya kembali, karena harta itu kembali dari orang-orang kafir yang tidak berhak memilikinya kepada kaum muslimin yang memiliki hak terhadapnya. Pembagian fa’i berlainan dengan pembagian ghanimah (harta rampasan yang diperoleh dari musuh setelah terjadi pertempuran). Pembagian Fai’i disebutkan pada ayat 7 surah ini, sedangkan pembagian ghanimah disebutkan dalam surah Al Anfaal ayat 41.
Pembagian fa’i, berdasarkan ayat ke-7 surah Al Hasyr ini adalah dibagi menjadi lima bagian:
- 1/5 untuk Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam yang kemudian dialihkan untuk maslahat kaum muslimin secara umum,
- 1/5 untuk kerabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (Bani Hasyim dan Bani Muththalib), dimana antara laki-laki dan perempuannya disamaratakan. Bani Muththalib mendapatkan 1/5 bersama Bani Hasyim sedangkan Bani Abdi Manaf yang lain tidak, karena mereka (Bani Muththalib) ikut serta dengan Bani Hasyim dalam masuknya mereka ke dalam satu suku besar ketika orang-orang Quraisy mengadakan kesepakatan untuk menjauhi dan memusuhi mereka; mereka menolong Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berbeda dengan selain mereka. Oleh karena itu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan tentang Bani Muththalib, “Sesungguhnya mereka tidak berpisah denganku di masa Jahiliyyah maupun Islam.”
- 1/5 untuk anak-anak yatim yang fakir, yaitu anak-anak yang ditinggal wafat bapaknya sedangkan mereka belum baligh.
- 1/5 untuk orang-orang miskin, dan
- 1/5 lagi untuk Ibnus Sabil, yaitu orang asing yang terputus dalam perjalanan karena kehabisan bekal.
[19] Yakni kamu wahai kaum muslimin tidak perlu bersusah payah untuk memperolehnya; tidak perlu mengerahkan jiwa ragamu maupun hewan ternakmu.
[20] Oleh karena itu, tidak ada hak bagi kamu padanya dan hal itu khusus bagi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan orang-orang yang disebutkan bersama Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam dalam ayat selanjutnya yang terdiri dari empat golongan, yaitu bahwa masing-masing mereka mendapatkan seperlima dan sisanya untuk Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, dimana Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bebas melakukan apa yang Beliau kehendaki, lalu Beliau memberikan di antaranya kepada kaum muhajirin dan tiga orang Anshar karena fakirnya.
[21] Baik Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberikannya saat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam masih hidup ataupun setelahnya kepada orang yang menjadi pengganti Beliau dalam memerintah umatnya (pemerintah Islam).
[22] Yang terdiri dari Bani Hasyim dan Bani Muththalib.
[23] Orang yang membutuhkan.
[24] Allah Subhaanahu wa Ta'aala menetapkan fa’i untuk kelima asnaf (gololngan) ini adalah agar harta tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja. Karena jika Dia tidak menetapkan demikian, maka harta itu hanya beredar di antara orang-orang kaya saja, sedangkan orang-orang lemah tidak memperolehnya dan tentu hal itu akan menimbulkan kerusakan yang besar yang hanya diketahui oleh Allah Subhaanahu wa Ta'aala, sebagaimana mengikuti perintah Allah dan syariat-Nya terdapat banyak maslahat. Oleh karena itulah, dalam ayat selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan dengan kaidah yang menyeluruh dan dasar yang umum, firman-Nya, “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.”
[25] Baik fa’i maupun lainnya.
[26] Ayat ini mencakup ushul (dasar-dasar) agama maupun furu’(cabang)nya, dan bahwa apa yang dibawa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam harud diambil oleh manusia dan tidak boleh menyelisihinya dan bahwa keputusan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap sesuatu sama seperti keputusan Allah Subhaanahu wa Ta'aala, dimana tidak ada alasan bagi seseorang untuk meninggalkannya, demikian pula tidak boleh mengedepankan ucapan seorang pun di atas ucapan Beliau.
[27] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala memerintahkan untuk bertakwa kepada-Nya yang dengannya hati, ruh, dunia dan akhirat dimakmurkan, dan dengan takwa dicapai kebahagiaan yang abadi dan keberuntungan yang besar, sedangkan meninggalkannya merupakan kesengsaraan yang abadi dan azab yang kekal.
[28] Bagi orang yang meninggalkan ketakwaan dan mengutamakan mengikuti hawa nafsu.
TAFSIR IBNU KATSIR
Firman Allah ini menjelaskan tentang makna fa’i, sifat dan hikmahnya. Fa’i adalah segala harta benda yang dirampas dari orang-orang kafir tanpa melalui peperangan dan tanpa mengerahkan kuda maupun unta. Seperti harta benda Bani Nadhir ini, dimana kaum Muslimin memperolehnya tanpa menggunakan kuda maupun unta, artinya mereka dalam hal ini tidak berperang terhadap musuh dengan menyerang atau menyerbu mereka, tetapi para musuh itu dihinggapi rasa takut yang telah Allah timpakan ke dalam hati mereka karena wibawa Rasulullah saw. Kemudian Allah memberikan harta benda yang telah mereka tinggalkan untuk Rasul-Nya. oleh karena itu beliau mengatur pembagian harta benda yang diperoleh dari Bani Nadhir sekehendak hati beliau, dengan mengembalikannya kepada kaum Muslimin untuk dibelanjakan dalam sisi kebaikan dan kemaslahatan yang telah disebutkan Allah dalam ayat-ayat ini.[5]
Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Umar RA berkata, “Rampasan perang dari kekayaan Bani Annadhir termasuk fai’ yang diberikan Allah kepada rasulNya tanpa mengerahkan pasukan kuda atau barisan kendaraan unta, karena itu khusus untuk Rasulullah SAW. Sehingga Rasulullah SAW mengambil dari sana bagian belanja untuk keluarganya dalam satu tahun dan sisanya untuk persiapan kekuatan dan persenjataan kaum muslimin.
Wa maa aataakumur rasuulu fakhudzhuuhu wa maa nahaakum ‘anhu fantahuu.
Apa saja yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW kepadamu maka kerjakanlah tanpa ragu atau bimbang. Demikian pula apa yang dilarang oleh Rasulullah SAW maka tinggalkanlah. Sebab Rasulullah SAW hanya menyuruh kalian berbuat kebaikan dan melarangmu berbuat kejahatan.[6]

2. JIZYAH

Tafsir Ayat[7]
[14] Ayat ini memerintahkan untuk memerangi orang-orang kafir dari kalangan Yahudi dan Nasrani.
[15] Mereka tidak mengikuti syari’at-Nya dalam mengharamkan perkara-perkara haram, seperti menghalalkan khamr atau minuman keras.
[16] Karena agama mereka sudah dirubah atau sudah dimansukh dengan syari’at Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, sedangkan berpegang dengan yang sudah dimansukh tidak boleh.
[17] Yaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani.
[18] Jizyah ialah pajak per-kepala yang dipungut oleh pemerintah Islam dari orang-orang yang bukan Islam agar mereka tidak diperangi dan dapat mukim dengan aman di tengah-tengah kaum muslimin. Pajak tersebut diambil dari mereka setiap tahun sesuai keadaannya; kaya, miskin, atau pertengahan sebagaimana yang dilakukan Amirul Mukminin Umar bin Khaththab dan lainnya dari kalangan umara (pemerintah) kaum muslimin.
[19] Kata-kata ‘an yadin” bisa berarti patuh, dan bisa berarti bahwa mereka menyerahkannya dengan tangan mereka tanpa mewakilkan kepada yang lain atau menyerahkannya dalam keadaan hina.
[20] Yakni dalam keadaan hina dan tunduk kepada hukum Islam. Jika keadaan mereka seperti ini, mereka meminta kaum muslimin mengakui mereka dengan membayar jizyah, sedangkan mereka berada di bawah hukum dan kekuasaan kaum muslimin, mereka juga tunduk kepada syarat-syarat yang diberlakukan kaum muslimin untuk menghilangkan ‘izzah mereka dan kesombongan mereka, maka wajib bagi imam atau wakilnya melakukan akad jizyah dengan mereka. Jumhur ulama berdalih dengan ayat ini, bahwa jizyah tidaklah diambil kecuali dari Ahli Kitab, karena Allah tidak menyebutkan pemungutan jizyah selain dari mereka. Adapun selain mereka, maka tidak disebutkan selain memerangi mereka sampai masuk Islam. Namun dihubungkan dengan Ahli Kitab dan dibiarkan tinggal di tengah kaum muslimin adalah orang-orang Majusi, karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengambil jizyah dari Majusi Hajar, lalu Umar radhiyallahu 'anhu memungut pula dari orang-orang Persia yang beragama Majusi. Di antara ulama ada pula yang berpendapat, bahwa jizyah dipungut pula dari semua orang kafir, baik Ahli Kitab maupun selain mereka, karena ayat ini turun setelah selesai memerangi orang-orang Arab yang musyrik dan mulai memerangi Ahli Kitab dan yang semisal mereka sehingga batasan hanya kepada Ahli Kitab hanya bersifat pengabaran dengan kenyataan, dan tidak diambil mafhumnya. Hal ini ditunjukkan pula oleh pemungutan jizyah dari orang-orang Majusi padahal mereka bukan Ahli Kitab, demikian juga karena telah mutawatir dari kaum muslimin yang mereka terima dari para sahabat dan setelah mereka, bahwa mereka mengajak orang-orang yang mereka perangi kepada tiga hal; masuk Islam, membayar jizyah atau perang tanpa membedakan apakah mereka Ahli Kitab atau bukan.
Uraian dari penafsiran[8]
Berkata Muhammad bin Ishaq, “orang-orang khawatir dengan adanya larangan orang-orang musyrikin mendekati masjidil haram sesuai isi dari ayat sebelumnya, pasar-pasar akan sepi, perdagangan akan berhenti dan akan hilanglah keuntungan dan hasil yang biasanya mereka peroleh dari ramainya pengunjung masjidil haram sehingga akan menjadi miskinlah mereka karangan larangan tersebut, maka Allah pasti akan memberikan kekayaan kepadamu dari karunia-Nya sebagai pengganti yang kamu khawatirkan. Allah menjanjikan dalam ayat ke 29 sumber penghasilan baru bagi kaum muslimin sebagai ganti dari yang mereka khawatirkan itu, yaitu hasil pungutan “jizyah” pajak kepala yang dipungut dari orang-orang yang bukan islam sebagai imbalan jaminan keamanan bagi mereka.
Hadits Bukhari 2923[9]
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ سَمِعْتُ عَمْرًا قَالَ كُنْتُ جَالِسًا مَعَ جَابِرِ بْنِ زَيْدٍ وَعَمْرِو بْنِ أَوْسٍ فَحَدَّثَهُمَا بَجَالَةُ سَنَةَ سَبْعِينَ عَامَ حَجَّ مُصْعَبُ بْنُ الزُّبَيْرِ بِأَهْلِ الْبَصْرَةِ عِنْدَ دَرَجِ زَمْزَمَ قَالَ كُنْتُ كَاتِبًا لِجَزْءِ بْنِ مُعَاوِيَةَ عَمِّ الْأَحْنَفِ فَأَتَانَا كِتَابُ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَبْلَ مَوْتِهِ بِسَنَةٍ فَرِّقُوا بَيْنَ كُلِّ ذِي مَحْرَمٍ مِنْ الْمَجُوسِ وَلَمْ يَكُنْ عُمَرُ أَخَذَ الْجِزْيَةَ مِنْ الْمَجُوسِ حَتَّى شَهِدَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَهَا مِنْ مَجُوسِ هَجَرَ
Pisahkanlah setiap orang yg memiliki mahram dari orang Majusi. Dan 'Umar belum pernah mengambil jizyah (upeti) dari Kaum Majusi hingga kemudian datang 'Abdur Rahman bin 'Auf bersaksi bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam pernah mengambil jizyah orang Majusi Hajar. [HR. Bukhari No.2923].

3. GHANIMAH

Tafsir Ayat[10]
[1] Sedikit atau banyak.
[2] Yang dimaksud dengan rampasan perang (ghanimah) adalah harta yang diperoleh dari orang-orang kafir melalui pertempuran, sedangkan yang diperoleh tanpa melalui pertempuran dinamakan fa'i. Pembagian dalam ayat ini terkait dengan ghanimah saja. Adapun fa'i dibahas dalam surat Al Hasyr.
[3] Bagian untuk Allah dan Rasul-Nya disalurkan untuk maslahat (kepentingan) kaum muslimin secara umum, karena Allah dan Rasul-Nya tidak membutuhkannya, dan tidak disebutkan ke mana disalurkan sehingga penyalurannya untuk maslahat umum.
[4] Dari kalangan Bani Hasyim dan Bani Muththalib baik yang kaya maupun yang miskin, laki-laki maupun perempuan.
[5] Yaitu anak kecil yang ditinggal mati oleh bapaknya.
[6] Yakni orang yang berhajat (membutuhkan) atau kekurangan.
[7] Yaitu orang yang terhenti di perjalanan karena kehabisan bekal. Maksud ayat ini adalah bahwa seperlima dari ghanimah itu dibagikan kepada Allah dan Rasul-Nya, kerabat Rasul, anak yatim, fakir miskin dan Ibnussabil. Sedangkan empat-perlima dari ghanimah itu dibagikan kepada yang ikut berperang, untuk yang berjalan kaki memperoleh satu bagian, sedangkan penunggang kuda memperoleh dua bagian; bagian untuknya dan untuk kudanya.
Sebagian mufassir berpendapat, bahwa 1/5 dari ghanimah tidak boleh keluar dari 5 golongan itu, dan tidak mesti mereka dibagi secara sama, bahkan disesuaikan dengan maslahat.
[8] Allah menjadikan pembagian ghanimah sesuai dengan aturannya sebagai syarat keimanan.
[9] Yang dimaksud dengan “apa” di sini bisa maksudnya ayat-ayat Al-Quran, malaikat dan pertolongan.
[10] Yang dimaksud dengan hari Al Furqaan adalah hari yang memisahkan antara yang hak dan yang batil atau hari ditampakkan kebenaran dan dikalahkan kebatilan, yaitu hari bertemunya dua pasukan di Badar, pada hari Jum'at 17 Ramadhan tahun ke 2 Hijriah.
Uraian dari penafsiran:[11]
Dalam ayat ini Allah menetapkan huku yang khusus bagi umat uhammad saw. Yang mulia ini, apa yag dihalalkan bagi umat umat yang dahulu yaitu ghanimah hasil keuntungan perang. Ghanimah ialah hasil rampasan perang sesudah mengerahkan tenaga, kuda dan segala keperluan perang.
Alfai’u ialah harta yang didapat tanpa perang, karena musuh langsung menyerah. Juga termasuk alfai’u hasil cukai, harta orang mati yang mempunyai ahli waris. Juga harta yang diserahkan sebagai denda perdamaian. Ayat ini menetapkan pembagian dalam lima bagian terhadap sesuai hasil ghanimah kecil atau besar sampai pun benang dan jarum. Dan siapa yang berani mengambil sebelum dibagikan dinamakan ghalul yang dituntut diharikiamat.



KESIMPULAN

·         Sumber pendapatan dalam Islam terdapat berbagai macam, di antaranya Fai’, Jizyah, dan Ghanimah.
·         Fai’ ialah harta yang diperoleh kaum muslimin dari musuh dalam peperangan tanpa melalui peperangan, karena ditinggal lari oleh pemiliknya.
·         Jizyah berarti pajak yang dipungut dari rakyat non Muslim merdeka dalam negara Islam, yang dengan pajak itu mereka mengesahkan perjanjian yang menjamin mereka mendapat perlindungan, atau suatu pajak yang dibayar oleh pemilik tanah.
·         Ghanimah ialah harta yang diambil alih oleh kaum muslimin dari musuh mereka ketika dalam peperangan; disebut juga rampasan perang.




DAFTAR PUSTAKA

·         http://www.rumahfiqih.com/x.php?id=1424381892&=sholat-rawatib.htm
·         http://viosixwey.blogspot.co.id/2013/04/apa-itu-harta-ghanimahpengertian.html
·         http://www.tafsir.web.id/
·         https://alquranmulia.wordpress.com/?s=Tafsir+Ibnu+Katsir+Surah+Al-Hasyr+%283%29&submit=Cari
·         H. Salim Bahreisy & H. Said Bahreisy (Penerjemah), Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsir, jilid 4. (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1992).
·         H. Salim Bahreisy & H. Said Bahreisy (Penerjemah), Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsir, jilid 8. (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1992).
·         http://www.mutiarahadits.com/25/04/76/jizyah-dan-berdamai-dengan-kafir-dzimmi-dan-harbi.htms
·         H. Salim Bahreisy & H. Said Bahreisy (Penerjemah), Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3. (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1992). Hal. 576.


[6] H. Salim Bahreisy & H. Said Bahreisy (Penerjemah), Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsir, jilid 8. (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1992). Hal. 78.
[8] H. Salim Bahreisy & H. Said Bahreisy (Penerjemah), Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsir, jilid 4. (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1992). Hal. 35.
[11] H. Salim Bahreisy & H. Said Bahreisy (Penerjemah), Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3. (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1992). Hal. 576.

No comments:

Post a Comment