MAKALAH ETIKA BISNIS
( TAFSIR AYAT DAN HADITS )
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Istilah etika berasal dari bahasa Yunani
ethos, yang dalam bentuk jamaknya taetha berartia dat istiadat atau
kebiasan hidup.[1]Dalam
pengertian ini, etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik dalam
diri seseorang maupun pada suatu masyarakat atau kelompok masyarakat yang
diwariskan dari satu orang ke orang lain dari satu generasi ke generasi
lain.Kebiasaan ini lalu terungkap dalam perilaku berpola yang terus berulang
sebagai suatu kebiasaan.
Selanjutnya dapat dipahami juga bahwa Etika
adalah cabang filsafat yang mempelajari baik buruknya perilaku manusia. Di
Indonesia, studi tentang masalah-masalah etis dalam bidang ekonomi dan bisnis
sudah banyak dilakukan oleh para ahli, termasuk di kalangan mereka yang mempunyai
minat di bidang ekonomi syariah.[2]
Urgensi etika bisnis yaitu perilaku
mencerminkan akhlak seseorang. Atau dengan kata lain, pelaku berelasi dengan
etika, berkecenderungan akan menghasilkan perilaku yang baik dalam setiap
aktifitas atau tindakannya, tanpa kecuali dalam aktifitas bisnis.
Secara konkrit dapat diilustrasikan jika
seorang pelaku bisnis yang peduli pada etika, bisa diprediksi ia akan bersikap
jujur, amanah, adil, selalu melihat kepentingan orang lain dan sebagainya.
Sebaliknya bagi mereka yang tidak mempunyai kesadaran etika, dimanapun dan
kapanpun saja kelompok orang kedua ini akan menampakkan sikap kontra produktif
dengan tipe kelompok orang pertama dalam mengendalikan bisnis.[3]
Menurut Qardahwi ekonomi (bisnis) dan
akhlak (etika) tidak dapat dipisahkan, seperti halnya antara ilmu dan
akhlak.Akhlak adalah daging dan urat nadi kehidupan yang islami.Karena risalah
islam adalah risalah akhlak.
Menurut Mustahaq Ahmad( dalam etika bisnis
islam) menyebutkan bahwa Al-quran membagi bisnis dalam dua katagori, yaitu yang
menguntungkan dan merugikan.Ciri bisnis yang menguntungkan dilakukan dengan
investasi modal sebaik-baiknya.Mengedepankan keputusan yang sehat dan didasari
perilaku pelaku yang benar.Sebaliknya bisnis yang merugikan ditndai dengan investasi
yang kotor, melalui keputusan yang tidak sehat, dan didasari perilaku pelaku
yang jahat.Karena itu umat islam harus memiliki prinsip-prinsip etika dalam
berbisnis sehingga diharapkan dapat memberikan keberkahan dan kebahagiaan baik
dunia maupun akhirat.
1. 2 Rumusan Masalah
1. Mengetahui beberapa prinsip etika bisnis yang ditawarkan Al-quran
2. Mengetahui isi dari tafsiran Al-quran dan hadist
3. Mengetahui
larangan-larangan dalam berbisnis
1. 3 Tujuan
1. Mengetahui
bagaimana sebenarnya konsep yang ditawarkan Alquran tentang etika berbisnis
2. Mengertahui
bagaimana tafsiran tentang ayat- ayat etika bisnis di dalam Alquran
3. Mengetahui
cara beretika dalam berbisnis yang baik
4. Mengetahui
apa-apa saja yang menjadi tidak sahnya suatu bisnis dalam islam
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
etika bisnis
Etika
bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh
aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat yang
menetukan pada perilaku benar dan salah. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan
dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam
membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang
saham, masyarakat.
Contoh Sebuah Etika Bisnis Dalam Perusahaan
a.
Sebutkan
nama lengkap
b. Berdirilah saat memperkenalkan diri
c. Ucapkan terima kasih secukupnya
d. Jangan duduk sambil menyilang kaki
e. Tuan rumah yang harus membayar
2.2 Etika menurut Al-quran
Etika bisnis menurut Al-Quran
Berdagang bukan hanya sekedar mencari untung saja namun bagaimana kita
mampu menjalin komunikasi yang baik kepada konsumen melalui etika-etika bisnis.
Seperti yang
telah difirrmankan oleh Allah dalam surat Al-jumuah ayat 10:
لَعَلَّكُمْ كَثِيرًا اللَّهَ
ا وَاذْكُرُو اللَّهِ فَضْلِ مِنْ وَابْتَغُوا الأرْضِ فِي
فَانْتَشِرُوا الصَّلاةُ قُضِيَتِ فَإِذَا
١. تُفْلِحُونَ
Artinya
:
“Apabila telah ditunaikan shalat, Maka
bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak
supaya kamu beruntung.”
Menurut Ibnu
Katsir dalam tafsir ibnu Katsir juz 28 di halaman 10 penafsiran ayat di atas
adalah setelah Allah melarang kaum muslimin berdagang saat shalat jum’at
ditunaikan, Allah mengizinkan kita untuk mencari karunia Allah
yang berupa rizki yang diberikan Allah (berdagang) lagi setelah shalat jum’at
selesai ditunaikan.
2.3 Prinsip Etika menurut Al-quran dan Hadist
Prasyarat untuk meraih keberkahan pelaku bisnis haruslah memperhatikan
beberapa prinsip etika yang telah digariskan oleh Al-quran dan hadist, antara
lain:
A Shiddiq
Artinya mempunyai
kejujuran dan melandasi ucapan, keyakinan dan amal perbuatan atas dasar
nilai-nilai yang benar berdasarkan ajaran islam.Tidak ada kontradiksi dan
pertentangan yang disengaja antara ucapan dan perbuatan.Karena itu Allah swt
memerinyahkan kepada orang-orang yang beriman untuk senantiasa memiliki sifat
shiddiq.
Dalam dunia bisnis
kejujuran ditampilkan dalam bentuk kesungguhan dan ketepatan (mujahadah dan
itqan) baik ketepatan waktu janji, pelayanan, pelaporan, mengakui kelemahan dan
kekurangan (tidak di tutup tutupi) untuk kemudian diperbaiki secara terus
menerus, serta menjauhkan diri dari bohong dan menipu(baik dalam diri sendiri,
teman, perusahaan maupun mitra bisnis).[4]
Seperti hadist
yang menerangkan tentang kejujuran dalam berdagang:
اْلبَيْعَانِ بِالْ خِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَ
وَبَيَّنَابُوْرِكَ لَهُمَا فِيْ بَيْعِهِمَاوَإِنْ كَذَبَ
متّفق علي ) وَكَتَمَامُحِقَتْ
بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
Artinya:
“Orang yang bertransaksi jual beli masing-masing memilki hak khiyar
(membatalkan atau melanjutkan transaksi) selama keduanya belum berpisah. Jika
keduanya jujur dan terbuka, maka keduanya akan mendapatkan keberkahan dalam
jual beli, tapi jika keduanya berdusta dan tidak terbuka, maka keberkahan jual
beli antara keduanya akan hilang” (Muttafaqun Alaihi).
Hadits di atas menjelaskan bahwasannya dalam berjual beli
ada tawar- menawar selama belum berpisah. Dan menerangkan tentang etika kedua
orang yang bertransaksi agar sama-sama jujur tidak merugikan salah satu pihak.
Serta menjelaskan bahwa dalam berbisnis yang dicari bukan hanya profit
saja melainkan menyertakan keberkahan juga, karena dengan berkahnya bisnis yang
kita jalankan maka hidup kita akan ikut berkah dan diridho Allah sehingga kita
mencapai hidup yang sejahtera.
Seperti Contoh: Bila ada seorang penjual kurma yang
menjajakan kurmanya dipasar, sebaiknya ia harus bersikap jujur dengan
mengatakan bahwa kurmanya kualitas baik jika itu memang baik, atau kurmanya
kurang baik jika memang ketika dilihat tampak tidak menarik.
Rasulullah telah melarang pebisnis melakukan perbuatan yang tidakbaik, seperti beberapa hal dibawah ini.
a.
Larangan tidak menepati janji yang
telah disepakati.
b.
Larangan menutupi cacat atau aib
barang yang dijual.
c.
Larangan membeli barang dari orang
awam sebelum masuk ke pasar.
B Amanah
Memiliki arti bertanggung jawab
dalam melaksanakan setiap tugas dan kewajiban.Amanah ditampilkan dalam
keterbukaan, kejujuran, pelayanan yang optimal, dan berbuat yang terbaik dalam
segala hal.Sifat amanah harus dimiliki oleh setiap mukminin.Terlebih bagi
mereka yang memiliki pekerjaan yang berhubungan dengan bisnis dan pelayanan
terhadap masyarakat.
Adapun ayat hadist nabi yang menjelaskan
tentang amanah:
عليه
وسلّم صلى الله رسول الله قال : الله عنه عمر رضي
الله ابن عن عبد
يَوْمَ وَالشُّهَدَاءِ- وَالصِّيْقِيْنَ مع
النَّبِيِّنَ : وَفِيْ رِوَايَةٍ الشُّهَدَاءِ- الْمُسْلِمُ مَعَ الصَّدُوْقُ اْلاَمِيْنُ التَّا جِرُ :
رواه
إبن ماجه و الدارقطني و غير هم ) اْلقِيَا
مَةِ
Artinya: Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhu bahwa
Rasuluillah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang pedagang muslim
yang jujur dan amanah (terpercaya) akan (dikumpulkan) bersama para Nabi,
orang-orang shiddiq dan orang-orang yang mati syahid pada hari kiamat (nanti).”
Tafsirnya:
Dari hadist diatas dijelaskan bahwa seorang
pedagang yang jujur dalam artian tidak melebih-lebihkan timbangan dan
memebrikan barang buruk kepada pembeli serta amanh dalam menjalankan tugasnya
maka di hari akhir nanti mereka adalah orang-orang yang beruntung.
Adapun surat Annisa ayat 58:
إِنَّ ۚ بِالْعَدْلِ أَن تَحْكُمُوا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَهْلِهَا وَإِذَا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ نَّ اللَّـهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا إِ
سَمِيعًا بَصِيرًا نَّ اللَّـهَ كَانَ إِ ۗ يَعِظُكُم بِهِ اللَّـهَ نِعِمَّا
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat.”
Tafsir:
Ayat ini menjelaskan tentang keburukan
orang yahudi yang tidak mau menjalankan amanah yang Allah swt perintahkan yaitu
mengamalkan kitab suci dan tidak menyembunyikan isinya.
Amanah sendiri adalah yang diserahkan
kepada Allah swt kepada perantara pihak lain untuk dipelihara dan di kembalikan
bila saatnya atau ketika pemiliknya meminta.Amanah hanya di berikan kepada mereka
yang mampu memelihara dengan baik.
Seseorang
yang melanggar Amanah digambarkan oleh Rasulullah sebagai orang yang tidak
beriman. Bahkan lebih jauh lagi, Digambarkan sebagai orang munafik. Sabda Nabi
tentang hal ini:Tidak beriman orang yang tidak memegang Amanah tidak ada agama orang yang tidak menepati janji. (HR. Ad Dalimi)
Tanda orang munafik itu ada tiga macam: jika berbicara ia berdusta, jika berjanji ia mengingkari, dan jika diberi kepercayaan, dia khianat. (HR. Ahmad)
Sikap Amanah mutlak harus dimiliki oleh seorang pebisnis muslim. Sikap amanah diantaranya:
a.
Larangan memakan riba
Beliau (Nabi SAW) melaknat orang yang memakan
riba, orang yang menyerahkannya, para saksi serta pencatatnya. (HR. Ibnu Majah
dari Ibnu Mas'ud)
b.
Larangan melakukan tindak
kezaliman
Seorang muslim terhadap sesama muslim adalah
haram: harta bendanya, kehormatannya, dan jiwanya. (HR. Abu Dawud dan Ibnu
Majah)
c.
Larangan melakukan suap
Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap
di dalam kekuasaan.(HR. Imam Abu Dawud dari Hurairah)
d.
Larangan memberikan komisi yang
haram
Seperti Contoh: Bila kita di beri tanggung jawab
untuk menjual sebuah kambing dengan harga tertentu, sebaiknya dilakukan
kesepakatan untuk komisi si penjual.Agar nantinya tidak terjadi riba, yaitu si
penjual menjual dengan harga yang tidak sesuai dengan seharusnya.
C
Fatanah
Memilik arti mengerti, memahami dan menghayati
secara mendalam segala yang menjadi tugas dan kewajiban.Sifat ini akan
menumbuhkan kreatifitas dan kemampuan melakukan berbagai macam inovasi yang
bermanfaat.Kreatif dan inovatif hanya mungkin dmiliki oleh seseorang yang
selalu berusaha untuk menambah berbagai ilmu pengetahuan,peraturan, informasi
baik yang berhubungan dengan perusahaan maupun yang bersifat umum.
Sifat ini yang dimiliki nabi Muhammad saw saat dirinya belum
menjadi nabi dan telah berhasil dalam kegiatan perdagangan. (Riwayar imam
bukhari).
Ada pula surat Al-quran yang berkaitan dengan fatanah seperti:
Qs.Albaqarah 282
يَأْبَ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلَا بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا
مِنْهُ شَيْئًا فَإِنْ وَلَا يَبْخَسْ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ أَنْ
وَاسْتَشْهِدُوا وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ هُوَ فَلْيُمْلِلْ يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا الَّذِي كَانَ
الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ وَامْرَأَتَانِ رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ رِجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا شَهِيدَيْنِ مِنْ
تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ وَلَا تَسْأَمُوا أَنْ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا الْأُخْرَى وَلَا يَأْبَ فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا هُمَا إِحْدَ
تِجَارَةً حَاضِرَةً إِلَّا أَنْ تَكُونَ وَأَدْنَى أَلَّا تَرْتَابُوا عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ أَجَلِهِ ذَلِكُمْ أَقْسَطُ إِلَى كَبِيرًا
وَلَا شَهِيدٌ وَإِنْ وَلَا يُضَارَّ كَاتِبٌ إِذَا تَبَايَعْتُمْ تَكْتُبُوهَا وَأَشْهِدُوا عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلَّا تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ
بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّهُ بِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
bermu’amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan
hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu),
dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi
sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya
atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka
hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua
orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang
lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi
yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya.
janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil;
dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai
batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih
menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu.
(Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang
kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak
menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis
dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka
Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada
Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan
hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu),
dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi
sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya
atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka
hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua
orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang
lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi
yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya.
janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil;
dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai
batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih
menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu.
(Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang
kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak
menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis
dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka
Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada
Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”
Tafsir:
Kata “Dain” atau utang terdapat antara dua orang yang hendak
berjual, karena yang seorang meminta supaya dia tidak membayar tunai melainkan
dengan utang. Muamalah seperti ini diperbolehkan syara` dengan syarat
ditangguhkannya pembayaran itu sampai satu tempo yang ditentukan. Tidak sah
menagguhkan pembayaran itu dengan tidak jelas tempo pembayarannya.
Kata “safih” ialah orang yang dungu, orang bodoh, yang otaknya
mengalami gangguan
atau seorang boros dan mubazir yang memboroskan uangnya ketempat yang tidak berguna. Orang “daif” ialah orang yang sudah terlalu tua atau anak-anak yang belum baligh. Dalam keadaan itu wali mereka itulah yang bertindak mengimlakkan akad maka apabila tidak ada yaitu dengan hakim.
atau seorang boros dan mubazir yang memboroskan uangnya ketempat yang tidak berguna. Orang “daif” ialah orang yang sudah terlalu tua atau anak-anak yang belum baligh. Dalam keadaan itu wali mereka itulah yang bertindak mengimlakkan akad maka apabila tidak ada yaitu dengan hakim.
orang yang hendak mengadakan utang piutang hendaklah menghadapkan
kepada dua orang saksi laki-laki muslim atau dua orang laki-laki dan dua orang
perermpuan. Kesaksian dua orang perempuan sama dengan kesaksian seorang
laki-laki menurut
malik dan syafi`I. jika diantaranya terlupa maka dapat diingatkan oleh orang yang lain yang disyaratkan kepada perempuan karena perempuan itulah lebih lemah dari laki-laki.
malik dan syafi`I. jika diantaranya terlupa maka dapat diingatkan oleh orang yang lain yang disyaratkan kepada perempuan karena perempuan itulah lebih lemah dari laki-laki.
Sebagian ulama menerangkan, bahwa saksi-saksi yang dimaksud disini
ialah saksi-saksi yang telah menyaksikan utang piutang itu sejak dari awal.
Jika seseorang diminta akan menyaksikan suatu hal, maka janganlah mereka merasa
enggan untuk menjadi saksi. Maka apabila saksi itu diperlukan, terutama dalam
permulaan mengikat janji dan membuat surat.
menuliskan sekalian utang piutang, baik yang kecil maupun yang
besar. Dituliskan jumlahnya dan tempo pembayarannya. Itulah yang lebih adil
karena jika perselisihan tentulah kesaksian yang tertulis itu lebih adil dan
lebih dapat membantu menjelaskan kebenaran dan juru tulis atau
saksi janganlah berlaku curang dalam menuliskan atau menyaksikannya baik
terhadap orang yang berutang maupun terhadap orang yang berpiutang.
saksi janganlah berlaku curang dalam menuliskan atau menyaksikannya baik
terhadap orang yang berutang maupun terhadap orang yang berpiutang.
Seperti Contoh: Jika ada dua orang melakukan transaksi sebaiknya
mereka mencatat transaksi di selembar kertas atau kwitansi dan kedua orang
tersebut haruslah memahami transaksi yang mereka lakukan, misalnya transaksi
bersifat tunai atau hutang.
D
Istiqamah
Mememiliki arti konsisten dalam iman dan
nilai-nilai yang baik,meskipun menghadapi berbagai godaan dan
tantangan.Istiqamah dalam kebaikan di tampilkan dalam ketegudan dan kesabaran
serta keuletan sehingga menghasilkan sesuatu yang optimal.Orang dan suatu
lembaga yang istiqamah dalam kebaikan berbisnis, maka setiap peluang bisnis
akan terbuka lebar untuk dapat prospektif dan menguntungkan. [5]
Adapun ayat Al-quran yang sesuai dengan istiqamah
Qs. Al-Ahqaaf 13
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah",
kemudian mereka tetap istiqamah. Maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka
dan mereka tiada (pula) berduka cita.
Tafsir:
Dari kalimat
“Tuhan kami adalah Allah” tersebut memberi tahukan bahwa keyakinan penuh pada
Allah swt akan semua yang telah dikerjakan baik kegiatan dan arah tujuan, dan
semua gerak serta keyakinan hati.Sesungguhnya Allah swt tidak pernah
perhitungan bagi seseorang atau sesuatu lainnya.Sehingga semua kegiatan,
pemikiran, pemikiran hanya tertuju kepadanya dan hanya mengharap ridhanya saja.
Kata
Istiqamah sendiri berarti pelaksanaan sesuatu secara baik dan benar serta
bersinabung.Kata ini kemudian diartikan sebagai konsisten dan setia
melaksanakan sesuatu.
Menurut Abu
Bakar, istiqomah berarti tidak menduakan Allah swt.Dalam artian dengan tidk
menduakannya maka Allah swt akan senantiasa memberikan segala yang bermanfaat
baginya, menolak kemudharatan, menghilangkan duka cita yang mungkin ada pada
dalam urusan duniawi ataupun ukhrawi sehingga dadanya selalu lapang dan
tentram.
E Longgar dan Bermurah Hati
Dalam transaksi bisnis terkadang terjadi
kontak bisnis antara penjual dan pembeli. Dalam hal ini seorang penjual diharapkan
bersikap ramah dan bermurah hati kepada setiap pembeli.Dengan sikap ini penjual
akan mendapat berkah dalam penjualan dan akan diminati oleh pembeli.
Surat Ali imran ayat 159
Artinya: Sekiranya kamu bersikap
keras lagi bersikap kasar, tentulah mereka menjauhkan diri darimu”
Tafsir:
Dari kata sekiranya kamu bersikap
keras lagi bersikap kasar, mengandung makna bahwa Rasul saja (Muhammad) tidak
pernah berhati keras.Sehingga paras ahabatpun sangat sayang dan nyaman berada
di dekat beliau.
Sistem
muamalah pada dasarnya boleh dilakukan asalkan tidak ada hukum yang melarangnya
dan dengan tujuan kemaslahatan bersama. Kebolehan-kebolehan tersebut dapat
berubah menjadi sesuatu larangan apabila ada alasan yang mendukungnya.
Demikianlah
dengan hal perdagangan yang merupakan salah satu dari bentuk muamalah. Pada
prinsipnya perdagangan merupakan bentuk usaha yang dibolehkan menurut Islam.
Prinsip ini ditegaskan dan didukung dalam al-quran dan as-sunnah serta
kesepakatan ulama mengenai hal ini sebagai sesuatu yang telah dipraktekkan pada
masa Nabi SAW sampai sekarang.
Tetapi
ada alasan tersendiri mengapa perdagangan itu tidak bisa dikatan “SAH” dalam
islam dan mengakibatkan dampak yang tidak baik kepada manusia. Kesepakatan dan
kerelaan (adanya unsur suka sama suka) sangat ditekankan dalam setiap bentuk
perdagangan. Namun hanya dengan kesepakatan dan kerelaan yang bermula dari
suka-sama suka tersebut , tidak menjamin transaksi tersebut dikatan sah dalam
islam yang mengatur adanya transaksi yang dibolehkan dan tidak dibolehkan.
Menurut
Hamzah Ya’qub, larangan Islam dalam perdagangan secara garis besar dibagi atas
tiga kategori.
1.
Melingkupi
barang atau zat yang terlarang untuk diperdagangkan.
2.
Melingkupi
semua usaha atau obyek dagang yang terlarang.
3.
Melingkupi
cara-cara dagang atau jual beli yang terlarang.
Perdagangan yang terlarang karena melihat dari jenis
barang atau zat yang memang dilarang menurut islam walaupun transaksi
perdagangan tersebut dipandang sah karena telah terpenuhi segala unsur
transaksi namun karena barang yang secara zatnya terlarang , maka ia akan
menjadi haram untuk dilaksnakan oleh kaum Muslim.
2.4
Tidak sahnya Perdagangan
Adapun
hal-hal yang mempengaruhi tidak sahnya perdangangan selain dari zat barang
tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Gharar,
jual beli yanng didalamnya mengandung unsur kesamaran,permainan atau
untung-untungan, meragukan dan mengandung unsur penipuan. Landasan hukumnya
terdapat pada surah Al-Baqarah ayat 188:
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta
sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang bati dan janganlah kamu
membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian
daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu
mengetahui”
Syaikhul Ibnu Taimiyah menjelaskan , dasar
pelaragan jual beli gharar ini adalah larangan Allah dalam Al-quran , yaitu
larangan memakan harta orang lain dengan batil. Begitu pula dengan Nabi
Muhammad SAW melarang jual beli gharar ini.
2.
Tadlis
Tadlis masih termasuk dalam unsur jual beli
yang mengandung penipuan , akan tetapi tadlis dibagi beberapa macam jenisnya.
Berikut macam-macam jenis tadlis
·
Tadlis dalam kuantitas. Tadlis dalam kuantitas
termasuk juga kegiatan menjual barang kuantitas sedikit dengan barang kuantitas
banyak. Misalkan menjual baju sebanyak satu container. Karena jumlah banyak dan
tidak mungkin untuk mengitung satu demi satu , penjual berusaha melakukan
penipuan dengan mengurangi jumlah barang yang dikirim kepada pembeli.
·
Tadlis dalam kualitas. Dalam kualitas termasuk
juga menyembunyikan cacat atau kualitas barang yang buruk dengan apa yang
disepakati antara si penjual dan si pembeli. Contoh tadlis dalam kualitas pada
penjualan computer bekas. Pedagang menjual laptop bekas dengan kualifikasi
corei3 73% baik, dengan harga Rp.4.500.000,- .Pada kenyataannya , tidak semua
penjual laptop bekas dengan kualifikasi yang sama. Sebagian penjual laptop
bekas menjual dengan kualifikasi yang lebih rendah, tetapi menjualnya dengan
harga yang sama. Pembeli tidak dapat membedakan mana laptop bekas dengan
kualifikasi bagus, hanya saja penjuak yang mengetahui dengan pasti kualifikasi
laptop yang dijualnya.
·
Tadlis (penipuan) dalam harga ini termasuk
menjual barang dengan harga yang lebih tinggi atau lebih rendah dari harga
pasar karena tidak ketahuan pembeli ataupenjual, dalam fiqih disebut Ghoban.
Yang termasuk dalam penipuan jenis ini adalah si penjual tahu persis ia tidak akan menyerahkan barang tersebut pada esok hari, namun menjanjikan akan menyerahkan barang tersebut pada esok hari. Waau konsekuensi tadlis dalam waktu penyerahan tidak berkaitan secara langsung dengan harga ataupun jumlah barang yang ditransaksikan, namun masalah waktu adalah yang sangat penting. Lebih lanjut, pelarangan ini dapat menghubungkan dengan larangan transaksi lain, yaitu transaksi kali bali. Dengan adanya pelarangan tadlis waktu penyerahan, maka segala transaksi harus jelas kapan pemindahan hak milik dan hak guna terjadi. Berbeda dengan transaksi kali bali (transaksi jual beli, dimana obyek barang atau jasa yang dipejualbelikan belum bepindah kepemilikan namun sudah dipejualbelikan kepda pihak lain) dimana transaksi juga dilarang leh Rasulullah, karena transaksi jual beli tidak diikutioleh perolehan hak milik.
Diriwayatkan oleh Ibn Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
“siapapun yang membeli gandum tidak berhak menjual sebelum memperoleh hak kepemilikan.”
Yang termasuk dalam penipuan jenis ini adalah si penjual tahu persis ia tidak akan menyerahkan barang tersebut pada esok hari, namun menjanjikan akan menyerahkan barang tersebut pada esok hari. Waau konsekuensi tadlis dalam waktu penyerahan tidak berkaitan secara langsung dengan harga ataupun jumlah barang yang ditransaksikan, namun masalah waktu adalah yang sangat penting. Lebih lanjut, pelarangan ini dapat menghubungkan dengan larangan transaksi lain, yaitu transaksi kali bali. Dengan adanya pelarangan tadlis waktu penyerahan, maka segala transaksi harus jelas kapan pemindahan hak milik dan hak guna terjadi. Berbeda dengan transaksi kali bali (transaksi jual beli, dimana obyek barang atau jasa yang dipejualbelikan belum bepindah kepemilikan namun sudah dipejualbelikan kepda pihak lain) dimana transaksi juga dilarang leh Rasulullah, karena transaksi jual beli tidak diikutioleh perolehan hak milik.
Diriwayatkan oleh Ibn Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
“siapapun yang membeli gandum tidak berhak menjual sebelum memperoleh hak kepemilikan.”
3. Ghaban. Ghaban dilarang,
karena menjual di atas harga pasar.
Firman
Allah SWT:
“
……Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan
beban kepada seseorang melainkan sesuai kesanggupannya. Dan apabila kamu
berkata, maka hendaklah adil walaupun dia adalah kerabat(mu). Dan penuhilah
janji Allah. Demikianlah yang telah diperintahkan-Nya kepadamu agar kamu
mendapat peringatan.” (QS. 6/ Al An’aam:152)
Tafsir:
Dilarangnya
mengambil harta yang bukan miliknyadan memakannya untuk keperluan pribadi tanpa
sebab, selain itu memakan harta anak yatimpun dilarang.Bila mana anak yatim
tersebut masih belum dewasa dan diwaliklan oleh walinya sesungguhnya kitapun
tidak boleh mengurangi takaran yang telah ditentukan melainkan karena
khilaf.Dan kitapun harus dapat memenuhi janji kepadaNya dan kepada orang lain
pula.
Dengan demikian, sebagai umat Islam,
kita hendaknya sadar dan responsive terhadap prioritas-prioritas yang telah
ditentukan oleh Sang Maha Pencipta. Prioritas-prioritas yang harus didahulukan
adalah:
1. Mendahulukan
mencari pahala yang besar dan abadi di akhirat ketimbang keuntungan kecil dann terbatas yang ada di dunia;
2. Mendahulukan
sesuatu yang secara moral bersih daripada sesuatu yang secara moral kotor,
meskipun akan mendatangkan keuntungan yang lebih besar;
3. Mendahulukan
pekerjaan yang halal daripada yang haram;
4. Mendahulukan
bisnis yang bermanfaat bagi alam dan lingkungan sekitarnya daripada bisnis yang merusak tatanan
yang telah baik.
Dari bahasan singkat di atas dapat
disimpulkan, bahwa perilaku bisnis yang baik dan benar telah di atur dengan seksama di dalam Al
Qur’an sebagai pedoman hidup yang komprehensif dan universal bagi
seluruh umat Islam. Dengan demikian marilah kita mulai menerapkan etika bisnis
menurut ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Shallullahu Alaihi wa Sallam sejak
empat belas abad yang lalu tanpa perlu bimbang dan ragu lagi.
4.Maisir
Dalam
hukum syar’i maysir dan qimar disebut juga dengan kata judi, adalah “transaksi
yang dilakukan oleh dua belah untuk pemilikan suatu barang atau jasa yang
menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain dengan cara mengaitkan
transaksi tersebut dengan suatu aksi atau peristiwa”.
Hai orang–orang yang beriman sesungguhnya
arak,judi,berhala dan mengundi nasib adalah perbuatan keji termasuk perbuatan
syaitan. maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan. sesungguhnya syaitan itu bermaksud menimbulkan permusuhan dan
kebencian di antara kamu lantaran arak dan berjudi itu, menghalangi kamu dari
mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu .(Q.S; Al –Maidah: 90-91)
Dengan kita ikut bermain maka kita juga ikut
berperan aktif dalam meramaikan perjudian itu sendiri. Dan Sarat suatu
hal dikatakan sebagai sebuah judi menurut agama adalah : 1. adanya harta yang
dipertaruhkan. 2. adanya suatu permainan yang digunakan untuk menentukan pihak
yang menang dan pihak yang kalah. 3. pihak yang menang akan mengambil harta
(yang menjadi taruhan) dari pihak yang kalah (kehilangan hartanya).
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ …ثُمَّ قَالَ إِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَىَّ أَوْ حُرِّمَ
الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْكُوبَةُ
.رواه
ابوداود كتاب الأشربة (تحقيق الألباني : صحيح)
Artinya: Dari Ibnu
Abbas … kemudian Nabi s.a.w. bersabda: ”Sesungguhnya Allah mengharamkan
kepadaku (keragu-raguan rowi) atau telah diharamkan khomer, judi, dan gendang.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنْ حَلَفَ مِنْكُمْ، فَقَالَ فِي حَلِفِهِ:
بِاللَّاتِ وَالعُزَّى، فَلْيَقُلْ: لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَمَنْ قَالَ
لِصَاحِبهِ: تَعَالَ أُقَامِرْكَ، فَلْيَتَصَدَّقْ "رواه البخاري
Artinya: Dari Abu
Hurairah r.a. dia berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: Barang siapa dari antara
kalian yang bersumpah lantas berkata dalam sumpahnya Demi lata demi uzza maka
berkatalah laa ilaaha illallah dan barang siapa yang berkata kepada temannya
kemarilah aku akan berjudi denganmu maka bersadakahlah.
Berdasarkan hadits nabi “Barangsiapa berkata kepada saudaranya
marilah kita bermain judi, maka hendaklah dia bersedekah.” (Riwayat Al-Bukhari
& Muslim)
Berdasarkan
dalil-dali di atas dapat disimpulkan bahawa Islam menjadikan judi sebagai satu
kesalahan yang serius dan memandang hina apa jua bentuk judi. Ini dapat dilihat
dari petunjuk petunjuk berikut: Judi disebut dan diharamkan bersama
dengan perbuatan minum arak, berkorban untuk berhala (syirik) dan menenung
nasib. Kesemua ini adalah dosa besar di dalam Islam.
Oleh
karena itu pengaharaman judi adalah sesuatu yang tsabit dengan dalil qat’ii
sama seperti pengharaman ke atas babi. artinya dalam apa jua keadaan dan
tempat, judi adalah haram sehingga hari Kiamat. Larangan terhadapnya
tidak dapat ditafsirkan dengan pengertian lain. Apa yang tidak tsabit secara
qat’ii ialah bentuk-bentuk permainan yang dikategorikan sebagai judi. Dalam
aspek ini sememangnya terdapat khilaf dikalangan ulama kerana permainan
selalunya berkembang dari masa ke semasa dan berbeza-beza antara dahulu dan
sekarang dan antara kalangan kaum..
Apapun
juga permainan yang apabila seorang di antara yang bertaruh menang lalu
mendapatkan taruhan itu sedang bila kalah maka dia berhutang kepada temannya
dianggap sebagai judi yang diharamkan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Urgensi etika bisnis yaitu perilaku
yang mencerminkan akhlak ( etika ) seseorang. Atau dengan kata lain, perilaku
berrelasi dengan etika. Apabila seseorang taat pada etika, berkecenderungan
akan menghasilkan prilaku yang baik dalam setiap aktifitas atau tindakannya,
tanpa kecuali dalam aktifitas bisnis.
2. Secara konkret bisa diilustrasikan
jika seorang pelaku bisnis yang peduli pada etika , bisa diprediksi ia akan
bersikap jujur, amanah, adil, selalu melihat kepentingan orang lain (
moral alturistik ) dan sebagainya. Sebaliknya bagi mereka yang tidak
mempunyai kesadaran etika, dimanapun dan kapanpun saja tipe kelompok orang
kedua ini akan menampakkan sikap kontra produktif dengan tipe kelompok orang
pertama dalam mengendalikan bisnis. Prasyarat untuk meraih keberkahan atas
nilai traspenden seorang pelaku bisnis harus memperhatikan beberapa
prinsip etika yang telah digariskan oleh Alquran , antara lain :
a. Berprilaku Shiddiq
b. Berperilaku Amanah
c. Berprilaku Fathananh
d. Berprilaku Istiqamah, serta
e. Longgar dan bermurah hati
3.Selain
beretika dalam berbisnis, kita pun tidak boleh melanggar hal-hal yang dilarang
seperti:
1) Gharar
2) Tadlis
3) Ghaban
4) Maisir
DAFTAR PUSTAKA
Akmal, Azhari. Tafsir Ayat-ayat Ekonomi, Bandung : Cipta Pustaka
Djakfar, Muhammad.Etika
Bisnis Islam, Malang : UIN Malang Pres, 2007
Keraf, Sonny. Etika
Bisnis Tuntutan dan Relevansinya, Yogyakarta : Kanisius, 1998.
[1] A.Sonny
Keraf, Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya (Yogyakarta :Kanisius
,1998 ),.hal.14
[2] Muhammad
Djakfar, Etika Bisnis Islam (Malang : UIN Malang Pres ),. Hal. 73
[3] ibid
[4] Didin
hafiduddin, Islam Aplikatif , ( Jakarta : Gema Insani, 2003 ),
hal.36
[5] Didin
hafiduddin, Islam Aplikatif , ( Jakarta : Gema Insani, 2003 ),
hal.36
No comments:
Post a Comment