Makalah Dhorruriyat al-Khoms
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keseluruhan kandungan agama islam adalah
kebaikan dan maslahat, islam merupakan agama yang mudah, agama toleransi, agama
keadilan dan persamaan, agama penuh kelembutan, cinta dan persaudaraan, agama
yang mengajarkan ilmu dan amal serta menunjukkan kepada jalan yang lurus. Islam
adalah agama yang sempurna dan universal, agama kejujuran dan amanah, agama
kemuliaan dan kekuatan. Islam dibangun diatas dasar tauhid, sedangkan ruhnya
adalah keikhlasan serta syi’arnya adalah toleransi dan persaudaraan.
Islam memerintah kepada setiap kebaikan
dan melarang dari setiap keburukan. Setiap perintah agama islam pasti
mengandung manfaat dan kebaikan, dan sebaliknya setiap larangan agama islam
pasti mengandung kerugian dan kejelekan. Oleh karena itu setiap perintah dan
larangan islam termasuk diantara keindahannya. Syariat islam diterapkan untuk
menjaga dan memelihara agama, jiwa, keturunan, akal dan harta yang merupakan adh-dharuriyat al-khamsu (lima perkara
mendesak pada kehidupan manusia). Sehingga setiap orang yang melanggar salah
satu masalah ini harus mendapatkan hukuman yang diterapkan syari’at yang
disesuaikan dengan pelanggaran tersebut.
Salah satu bukti yang menunjukkan
ketinggihan islam adalah disyari’atkan nya hudud (hukuman) terhadap pelanggar
pidana dalam kasus-kasus tertentu. Terutama dalam kejahatan yang mengakibatkan
kerugian pihak lain baik materi, moral, maupun jiwa. Oleh karena itu islam
sangat ketat dan tegas di dalam melindungi ummat, baik yang berkaitan dengan
jiwa, harta, kehormatan, akal dan lain sebagainya.
1.2 Rumusan Masalah
Apa Pengertian Dharuriyat Al-Khams?
Apa Saja Bagian Dharuriyat Al-Khams?
1.3 Tujuan Penulisan
Mengetahui Pengertian Dharuriyat Al-Khams
Mengetahui Bagian Dharuriyat Al-Khams
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Dharuriyat Al-Khams
Keseluruhan kandungan agama islam adalah kebaikan dan
maslahat. Islam merupakan agama yang mudah, agama toleransi, agama keadilan dan
persamaan, agama penuh kelembutan, cinta dan persaudaraan, agama yang
mengajarkan ilmu dan amal serta menunjukkan kepada jalan yang lurus. Islam
adalah agama yang sempurna dan universal, agama kejujuran dan amanah, agama
kemuliaan dan kekuatan. Islam dibangun atas dasar tauhid, sedangkan ruhnya
adalah keikhlasan serta syiarnya adalah toleransi dan persaudaraan.
Dharuriyat al-khams yaitu menyangkut lima kebutuhan
penting yang semestinya dijaga oleh kaum muslimin. Dalam hal ini, Al-Quran dan
As-Sunnah telah memberikan perhatian yang besar.
2.2 Bagian-Bagian Dharuriat Al-Khams
Dharuriyat al-khams yang dimaksudkan, yaitu meliputi
penjagaan terhadap din (agama), jiwa, keturunan, akal, dan harta.
2.2.1 Menjaga Agama (Hifdzu Ad-Din)
Agam merupakan
dharuriyat yang terpenting dan berada pada urutan tertinggi. Sebagaimana firman
Allah SWT :
وماخلقت الجن والانس الاليعبدون
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan
supaya mereka menyembah-ku” (QS. Adz-dzariyat :56).
Dengan
demikian tujuan hakiki dari penciptaan makhluk. Untuk mencapai tujuan inilah maka
para rasul diutus dan kitab-kitab diturunkan sebagaimana firman-Nya :
رسلا مبشّر ين ومنذرين لئلّا يكون للنّاس على الله حجّة
بعد الرّسل
“(mereka kami utus) selaku
rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak
alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu”. (QS.
An-Nisa: 165).
Begitu juga
firman Allah dalam QS. AnNahl : 36.
ولقد بعثنا في كلّ امّة رسولا ان اعبدوا الله واجتنبوا
الطا غوت
Dan
sesungguhnya kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan) :
sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu. (QS. AnNahl : 36
Agar Allah SWT menjaga agama dari kerusakan, karena
merupakan dharuriyat paling besar dan terpenting, maka syari’at juga
mengharamkan riddah (murtad), memberi sanksi kepada orang yang murtad dan
dibunuh. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
من بدل دينة فا قتلوه
“Barang siapa
yang mengganti agamanya, maka bunuhlah dia.” (HR. Bukhori)
Juga sebagaimana sabda beliau SAW yang lain :
لايحلّ دم امرئ مسلم إلاّ بإحدى ثلاث
النّفس بالنّفس والثّيّب الزاني والمفارق لدينه التّارك للجما عة
Tidak halal darah seorang muslim (tidak boleh
dibunuh), kecuali dengan salah satu diantara tiga sebabnya yaitu jiwa dengan
jiwa, orang tua yang berzina, orang yang murtad meninggalkan agamanya dan
jama’ahnya” (HR. Bukhori)
Ini semua untuk menjaga agama. Realisasinya dapat
dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya :
a.
Beriman
kepada Allah dengan mencintaiNya, mengagungkanNya, mengetahui asma Allah dan
sifatNya.
b.
Berpegang
teguh dengan agama yakni dengan
mempelajarinya, lalu mendakwahkannya.
c.
Menjauhi dan
memperingatkan dari perbuatan syirik dan riya’
d.
Memerangi
orang-orang yang murtad.
e.
Mengingatkan
dari perbuatan bid’ah dan melawan ahlul bid’ah.
2.2.2
Menjaga Jiwa (Hifzun Nafs)
Menjaga
jiwa juga termasuk dharûriyatul-khamsi, dan din tidak akan bisa tegak, jika
tidak ada jiwa-jiwa yang menegakkannya. Kalau kita ingin menegakkan agama,
artinya kita harus menjaga jiwa-jiwa yang akan menegakkan agama ini. Untuk
menjaga dan memuliakan jiwa-jiwa ini, Allah SWT berfiman :
والّذين
لايدعون مع الله الها اخرولايقتلون النّفس الّتي حرّم الله الاّ با لحقّ ولايزنون*ومن
يّفعل ذلك يلقاثاما
“Dan
orang-orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sembahan lain dan tidak
membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan
tidak berzina, dan barang siapa melakukan demikian, niscaya dia mendapat
hukuman yang berat. (QS.Al-Furqan : 68)”
Dalam ayat ini Allah Azza wa Jalla
menjadikan qishash sebagai salah satu sebab kelestarian kehidupan, padahal
qishash itu merupakan kematian. Karena, dengan keberadaan hukum qishash, maka
para pelaku kriminal menjadi jera, kehidupan pun menjadi aman. Jadi, qishash
merupakan salah satu sebab terwujudnya kehidupan yang damai, tenang, dan dalam
naungan hidayah. Yang disebut dengan al-haq (kebenaran), yaitu harus dengan
dalil dan bukti. Jika tidak, bearti melakukan pembunuhan tanpa alasan yang
benar. Dan berdasarkan Al-Qur’an dan As-sunnah, melakukan pembunuhan tanpa
alasan yang benar. Dan berdasarkan Al-Qur’an dan As-sunnah, melakukan
pembunuhan tanpa alasan yang benar, hukumnya terlarang.
Inna
lillahi (sesungguhnya kita milik Allah) dengan demikian, kita ini milik Allah
Azza wa Jalla, tidak boleh berbuat sewenang-wenang atas diri kita, tidak boleh
menyengaja melukai tangan sendiri lalu berkata “ini tangan saya, saya bebas melakukan
apa saja terhadapnya”. Apalagi sampai mengatakan “ini adalah jiwaku, saya ingin
membunuh diri atau menjatuhkan diri dari gunung, atau menenggak racun”, maka
semua ini tidak boleh, karena termasuk berbuat sewenangwenang pada sesuatu yang
bukan miliknya.
Wahai Hamba Allah! Jiwa yang pada dirimu itu adalah milik Pencipta dan Rabbmu, Dzat yang engkau ibadahi, yaitu Allah Azza wa Jalla. Engkau tidak boleh berbuat sewenang-wenang padanya. Dalam hadits “barangsiapa yang menjatuhkan dirinya dari gunung lalu dia membunuh dirinya (mati), maka dia akan berada dalam Neraka Jahannam dalam keadaan melemparkan diri selama-lamanya” terdapat pelajaran yang bisa kita ambil. Bahwa orang tersebut kekal selamanya dalam Neraka Jahannam, sedangkan di dalam Ahlu Sunnah wal-Jama’ah –di antaranya terdapat kaidah- Perbuatan dosa-dosa besar termasuk dalam kategori dosa-dosa yang bisa diampuni Allah Azza wa Jalla jika Allah berkehendak.
Wahai Hamba Allah! Jiwa yang pada dirimu itu adalah milik Pencipta dan Rabbmu, Dzat yang engkau ibadahi, yaitu Allah Azza wa Jalla. Engkau tidak boleh berbuat sewenang-wenang padanya. Dalam hadits “barangsiapa yang menjatuhkan dirinya dari gunung lalu dia membunuh dirinya (mati), maka dia akan berada dalam Neraka Jahannam dalam keadaan melemparkan diri selama-lamanya” terdapat pelajaran yang bisa kita ambil. Bahwa orang tersebut kekal selamanya dalam Neraka Jahannam, sedangkan di dalam Ahlu Sunnah wal-Jama’ah –di antaranya terdapat kaidah- Perbuatan dosa-dosa besar termasuk dalam kategori dosa-dosa yang bisa diampuni Allah Azza wa Jalla jika Allah berkehendak.
Para
ulama mengatakan, pengertian hadits ini dibawa kepada orang yang membunuh diri,
karena ia menganggapnya halal, atau karena meremehkan hukum syari’at, bukan
karena maksiat semata, baik yang kecil maupun yang besar. Akan tetapi, ini
merupakan pelanggaran terhadap dasar hukum syari’at, dia menentangnya dan
menghalalkannya. Dalam kondisi seperti itu, maka dosa maksiat ini menjadi dosa
kekufuran. Oleh karena itu, Abu Ja’far ath-Thahawi, di dalam kitab aqidah
beliau yang masyhur, beliau mengatakan: “Kami tidak mengkafirkan ahlul-qiblah
(kaum Muslimin) dengan sebab dosa, selama dia tidak menganggapnya halal.”
Pelaku
perbuatan dosa ini, jika menganggapnya halal, maka dia menjadi kafir, meskipun
perbuatan dosa tersebut lebih kecil atau lebih sedikit dari bunuh diri. Secara
ringkas, hifzhun-nafs dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya :
a. Pada saat darurat (sangat terpaksa),
wajib memakan apa saja demi menyambung hidup, meskipun yang ada saat itu sesuatu
yang haram pada asalnya.
b. Memenuhi kebutuhan diri, berupa makanan,
minuman dan pakaian.
c. Mewajibkan pelaksanaan qishash (hukum
bunuh bagi yang membunuh, jika sudah terpenuhi syarat-syaratnya) dan
mengharamkan menyakiti atau menyiksa diri.
2.2.3 Menjaga Akal (Hifzul ‘Aql)
Sarana untuk
menjaga akal ialah ilmu. Kalimat ahyu pertama kali sampai kepada Rasulullah SAW
dan menyetuh telinga beliau ialah kalimat iqro’, setelah itu adalah:
عَلَّمَ
الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
“(Dia mengajarkan kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya”. [Al-Alaq: 5]
Karena membaca merupakan jalan mendapat ilmu,
meskipun bukan jalan satu-satunya, akan tetapi dia merupakan jalan terpenting.
Dalam nash Al-qur’an yang lain, Allah berfirman :
وَقُلْ رَّبِّ
زِدْنِي عِلْمًا
“Ya Rabbku,
tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan” [Thaha:114]
Akan tetapi ilmu ini wajib diiringi dengan amal perbuatan. Ilmu bukan sekedar untuk diketahui, namun dengan ilmu agar bertakwa, beramal shalih, serta menjauhan diri dari perbuatan maksiat dengan landasan takwa kepada Allah SWT Karenanya dalam firman Allah surat Al-Maidah ayat 91 disebutkan bahwa sebagai bentuk penjagaan terhadap akal, Islam mengharamkan miras (khamer) dan narkoba dengan berbagai jenisnya, seperti ganja, heroin, kokain, opium,ekstasi dan sebagainya. Khamer adalah segala sesuatu yang memabukkan atau menghilangkan akal baik benda cair maupun kering, dimakan, diminum maupun dihisap. Khamer merupakan biang berbagai kekejian, pengundang dosa dan pintu segala keburukan. Ia disebut sebagai biangnya dosa karena seseorang jika telah hilang akalnya karena pengaruh khamer, maka akan berbuat semaunya tanpa berpikir dan tanpa ada rasa malu. Allah SWT mengharamkan khamer karena di dalamnya terkumpul berbagai kerusakan, dapat menghancurkan kepribadian, membunuh akal serta memusnahkan harta dengan tanpa guna. Andaikan khamer itu sekedar merugikan secara materi, mengurangi kepribadian, menjatuhkan nama dan keadilan seseorang, maka hal itu sudah cukup menjadi alasan bagi orang yang berakal untuk menjauhinya. Nabi SAW telah bersabda:
Akan tetapi ilmu ini wajib diiringi dengan amal perbuatan. Ilmu bukan sekedar untuk diketahui, namun dengan ilmu agar bertakwa, beramal shalih, serta menjauhan diri dari perbuatan maksiat dengan landasan takwa kepada Allah SWT Karenanya dalam firman Allah surat Al-Maidah ayat 91 disebutkan bahwa sebagai bentuk penjagaan terhadap akal, Islam mengharamkan miras (khamer) dan narkoba dengan berbagai jenisnya, seperti ganja, heroin, kokain, opium,ekstasi dan sebagainya. Khamer adalah segala sesuatu yang memabukkan atau menghilangkan akal baik benda cair maupun kering, dimakan, diminum maupun dihisap. Khamer merupakan biang berbagai kekejian, pengundang dosa dan pintu segala keburukan. Ia disebut sebagai biangnya dosa karena seseorang jika telah hilang akalnya karena pengaruh khamer, maka akan berbuat semaunya tanpa berpikir dan tanpa ada rasa malu. Allah SWT mengharamkan khamer karena di dalamnya terkumpul berbagai kerusakan, dapat menghancurkan kepribadian, membunuh akal serta memusnahkan harta dengan tanpa guna. Andaikan khamer itu sekedar merugikan secara materi, mengurangi kepribadian, menjatuhkan nama dan keadilan seseorang, maka hal itu sudah cukup menjadi alasan bagi orang yang berakal untuk menjauhinya. Nabi SAW telah bersabda:
كُلُّ
مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ خَمْرٍ حَرَامٌ
“Setiap yang memabukkan adalah khamr, dan semua khamr itu
haram”.
Meskipun banyak pabrik membuat produk, lalu setan membuat istilah-istilah untuk produk tersebut, namun kita memiliki kaidah yang mencakup semua nama, meskipun nama tersebut baru dan dirubah-rubah, tetapi, setiap yang memabukkan adalah khamr, dan semua khamr itu haram. Maka untuk menjaga akal, Islam mewajibkan pelaksanaan hukuman dera bagi peminum khamer sebanyak delapan puluh kali. Tujuannya agar manusia menjauhi dosa tersebut, sehingga akalnya selamat dan bersih, dapat berpikir dan mengetahui mana perintah Allah dan mana yang dilarang. Akhirnya dia meraih kebahagiaan didunia dan akhirat serta selamat dari kebinasaan dan kesengsaraan. Dan bahwasanya, untuk menjaga kebaikan akal, maka syari’at mengharamkan semua yang bisa merusaknya, baik yang maknawi (abstrak) seperti perjudian, nyanyian, memandang sesuatu yang diharamkan, maupun yang bersifat fisik seperti khamr, narkoba serta memberikan sanksi kepada yang melakukannya.
Meskipun banyak pabrik membuat produk, lalu setan membuat istilah-istilah untuk produk tersebut, namun kita memiliki kaidah yang mencakup semua nama, meskipun nama tersebut baru dan dirubah-rubah, tetapi, setiap yang memabukkan adalah khamr, dan semua khamr itu haram. Maka untuk menjaga akal, Islam mewajibkan pelaksanaan hukuman dera bagi peminum khamer sebanyak delapan puluh kali. Tujuannya agar manusia menjauhi dosa tersebut, sehingga akalnya selamat dan bersih, dapat berpikir dan mengetahui mana perintah Allah dan mana yang dilarang. Akhirnya dia meraih kebahagiaan didunia dan akhirat serta selamat dari kebinasaan dan kesengsaraan. Dan bahwasanya, untuk menjaga kebaikan akal, maka syari’at mengharamkan semua yang bisa merusaknya, baik yang maknawi (abstrak) seperti perjudian, nyanyian, memandang sesuatu yang diharamkan, maupun yang bersifat fisik seperti khamr, narkoba serta memberikan sanksi kepada yang melakukannya.
2.2.4
Penjagaan terhadap Harta (Hifdzul Mal)
Islam
menjaga harta, yakni sesuatu yang menjadi penopang hidup, kesejahteraan dan
kebahagiaan. Sebagaimana firman Allah SWT:
وَلَا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي
جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا
لَهُمْ قَوْلًا مَعْرُوفًا
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan” (Annisa : 5).
Maksudnya,
kemapanan keberadaan manusia ialah dengan harta. Oleh karenanya terdapat
perintah mengeluarkan zakat, shadaqah. Dan zakat merupakan hak Allah Azza wa
Jalla . Sehingga orang yang berhak menerimanya terjaga dan harta yang
mengeluarkannya juga menjadi bersih dan suci. Untuk menjaga harta, maka Islam
mengharamkan segala bentuk pencurian, yaitu mengambil harta orang lain tanpa
sepengetahuan dan kerelaannya. Mencuri juga termasuk dosa tersebesar dari
dosa-dosa besar, sehingga pelakunya diancam dengan hukuman yang sangat buruk
yaitu potong tangan. Dengan ditegakkannya hukuman ini maka harta orang akan
terjaga, sebab seseorang yang akan mengambil harta orang lain akan berpikir
panjang, karena tangannya akan menjadi taruhan. Maka dengan demikian seluruh orang
akan merasa aman terhadap harta miliknya, tidak ada rasa takut kemalingan atau
dirampok dan sebagainya. Allah SWT berfirman yang artinya: “Laki-laki yang
mencuri dan perempuan yang mencuri potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan dari apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Almaidah : 38)
Nabi SAW bersabda
:
لَعَنَ اللَّهُ السَّارِقَ يَسْرِقُ
الْبَيْضَةَ فَتُقْطَعُ يَدُهُ
“Allah Azza wa Jalla melaknat pencuri yang mencuri telur, lalu tangannya dipotong”.
Dalam syari’at Allah yang bijak ini, juga terdapat larangan melakukan perbuatan tabdzir (pemborosan). Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ
الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ ۖ وَكَانَ الشَّيْطَانُ
لِرَبِّهِ كَفُورًا
“Dan
janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan, dan setan itu adalah sangat
ingkar kepada tuhanNya” (Al-Isra’ : 26-27)
Begitu juga
Allah SWT melarang isrâf (berlebih-lebihan),
sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya.
وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (QS.Al-An’am :141)
Di antara
cara dalam pemeliharaan harta ialah:
1. Islam mewajibkan beramal dan berusaha.
- Memelihara harta manusia dalam kekuasaan mereka.
- Islam menganjurkan bershadaqah, memperbolehkan jual beli dan hutang-piutang.
- Islam mengharamkan perbuatan zhalim terhadap harta orang lain dan wajib menggantinya.
- Kewajiban menjaga harta dan tidak menyia-nyiakannya.
2.2.5 Hifdzun Nasb
Sebagai penjagaan terhadap nasab
maka Islam mengharamkan perzinaan dan segala wasilah (sarana) yang mengantarkan
kepada perbuatan tersebut seperti berbicara, melihat dan mendengarkan hal-hal
yang haram yang memicu terjadinya perbuatan zina. Perzinaan selain akan
mendatang kan murka Allah, juga memiliki dampak kerusakan yang sangat besar,
seperti munculnya penyakit-penyakit ganas, ternodainya kehormatan dan harga
diri seseorang, tercampurnya nasab dan keturunan secara tidak jelas, sehingga seorang
anak dinasabkan kepada bukan ayahnya dan mewarisi dari selain kerabatnya. Dan
banyak lagi kerusakan dan kezhaliman yang timbul akibat perzinaan ini, dan
Allah Maha Tahu atas semua itu. Allah SWT berfirman:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً
وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS.Al-Isra’:32)
Larangan Allah SWT untuk tidak mendekati zina lebih keras dan mendalam daripada larangan untuk melakukannya, yakni jangan sampai seseorang berada di sekitarnya dan jangan sampai melakukan hal-hal yang dapat mengantarkan pada perzinaan tersebut. Atau dengan bahasa lain, jika hanya sekedar mendekati saja diharamkan, maka melakukannya sangat lebih haram lagi.
Maka untuk menjaga manusia dari kekejian tersebut
Islam mewajibkan hukuman dera seratus kali bagi perjaka/gadis yang berzina dan
diasingkan selama satu tahun. Allah SWT berfirman, yang artinya : “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang
berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan
janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama
Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari Akhirat, dan hendaklah
(pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang
beriman.” (QS. An-Nur:2). Allah SWT mengingatkan agar jangan sampai rasa
kasihan mengalahkan hukum Allah, dan hendaknya pelaksanaan hukuman itu dihadiri
oleh sekelompok orang mukmin, supaya diketahui dan dijadikan pelajaran oleh
manusia.
Sedangkan bagi pezina yang sudah menikah (muhshan)
maka hukumannya adalah dirajam hingga meninggal dunia. Namun pelaksanaan rajam
ini harus jelas kasusnya tanpa ada syubhat sedikit pun dan dengan persaksian
empat orang, atau sang wanita menunjukkan kehamilannya, atau atas pengakuan dari
pelakunya sebanyak empat kali.
Bentuk penjagaan agar manusia menjauhkan manusia dari
perbuatan zina, maka syari’at memperbolehkan dan menganjurkan pernikahan
poligami, sebagaimana firman Allah :
فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ
وَثُلَاثَ وَرُبَع
“maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi, dua, tiga, dan empat.”
Nabi Shallallahu
‘alaihiwa sallam juga bersabda :
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ
فَلْيَتَزَوَّجْ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ
وِجَاءٌ
“Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, maka hendaklah dia menikah. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah dia melakukan puasa (sunat). Karena sesungguhnya puasa itu menjadi obat bagi dia”. Dalam sebagian riwayat dijelaskan, iman tercerabut darinya. Jika ia berhenti dari berzina, maka keimanannya kembali kepadanya. Semua nash-nash ini untuk menjaga keturunan.
Pemeliharaan keturunan ini, bisa dilihat dari beberapa hal berikut:
·
Anjuran
untuk melakukan pernikahan.
·
Persaksian
dalam pernikahan.
·
Kewajiban
memelihara dan memberikan nafkah kepada anak, termasuk kewajiban memperhatikan
pendidikan anak.
·
Mengharamkan
nikah dengan pezina.
·
Melarang
memutuskan untuk thalaq jika tidak karena terpaksa.
·
Mengharamkan
ikhtilth.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dharuriyat al-khams yaitu menyangkut lima kebutuhan
penting yang semestinya dijaga oleh kaum muslimin. Dalam hal ini, Al-Quran dan
As-Sunnah telah memberikan perhatian yang besar.
Pembagian dalam Dharuriyat Al-khams adalah hifdzul
mal, hifdzul ‘aql, hifdzul nasb, hifdzul nafs, hifdzul din.
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment