Pages

esok pasti ada tapi esok belum pasti

Tuesday, April 25, 2017

MAKALAH EKONOMI ISLAM TAFSIR AYAT DAN HADITS EKONOMI "TAKAFUL"



MAKALAH EKONOMI ISLAM
TAFSIR AYAT DAN HADITS EKONOMI
"TAKAFUL" 


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pada saat ini di Indonesia, telah banyak lembaga keuangan yang beroperasi dengan berprinsipkan islami atau syariah. Perkembangannya yang sangat pesat dan sudah banyak diminati oleh masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Dengan tingginya minat masyarakat terhadap lembaga keuangan syariah belakangan sudah mulai berkembang perusahaan asuransi yang berprinsipkan syariah.
            Delam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai anggota masyaraka sosial memiliki resiko tinggi yang bedampak langsung pada diri sendiri ataupun yang tidak berdampak langsung pada diri sendiri. Timbulnya suatu risiko menjadi kenyataan merupakan sesuatu yang belum pasti , sementara kemungkinan bagi seseorang akan mengalami kerugian atau kehilangan yang dihadapi oleh setiap manusia. Dengan hal terebut maka kebutuhan terhadap perlindungan atau jaminan asuransi bersumber dari mengatasi atau mencegah ketidakpastian mengandung resiko yang menimbulkan ancaman bagi setiap pihak. Takaful (Asurasi syariah) telah hadir dengan berprinsipkan syariah islam untuk membantu dan menolong anggota asuransi dengan beragam produk asuransi.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan dari latar belakang di atas, maka penyusun merumuskan pokok masalah sebagai berikut :
1.      Apa pengertian dari Takaful?
2.      Bagaimana tafsir ayat yang berhubungan dengan takaful?

C.     Tujuan
Dari beberapa pokok rumusan masalah di atas, penyusun memiliki maksud tujuan sebagai berikut :
1.      Menjelaskan definisi dan pengertian dari takaful
2.      Menjelaskan tafsir ayat yang menjelaskan tentang takaful.
3.       
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi dan Arti kata Takaful
Arti Kata Takaful :
Secara bahasa, takaful (ﺗﻜﺎﻓﻞ ) berasal dari akar kata kafala ( ﻙ ﻑ ﻝ ) yang artinya menolong, memberi nafkah dan mengambil alih perkara seseorang.
Dalam Kamus Al-Munawir dijelaskan bahwa arti kata kafala yang merupakan kata dasar dari takaful yaitu: pertanggungan yang berbalasan, hal saling tanggung menanggung.
Istilah kata takaful (ﺗﻜﺎﻓﻞ ) ini merupakan istilah yang relatif baru, jika dilihat tidak satupun ayat-ayat Al-Qur'an menggunakan istilah takaful ini. Bahkan dalam hadits pun, juga tidak dijumpai kata yang menggunakan istilah takaful ini. Namun secara sistem ke-ukhuwah-an, takaful sudah diterapkan sejak zaman Rasulullah SAW beserta para sahabatnya melalui praktek ukhuwah dalam kehidupan bermasyarakat di Madinah pada waktu itu sebagaimana yang banyak digambarkan oleh hadits.
Syekh Abu Zahra, ahli fiqh mesir menggunakan istilah at-takuful al-ijtima’i, yaitu bahwa individu-individu dalam suatu masyarakat berbeda dalam menjamin atau tanggungan masyarakat. Setiap yang mampu atau yang membantu dengan kebijakan.
Ungkapan takaful yang paling tepat untuk mengungkapkan makna at-takaful al-ijtima’i adalah sabda Nabi Saw, “mukmin terhadap mukmin yang lain ibarat bangunan yang memperkuat satu sama lainnya. (HR. Muslim).
Dalam pengertian muamalah, takaful mengandung arti saling memikul risiko diantara sesama peserta sehingga antara satu dengan lainnya menjadi penanggung atas dasar saling menolong dalam kebijakan dan ketakwaan (wa taawanu alal birri wat taqwa).
Takaful menurut menurut Dewan Syariah Nasional MUI (DSN MUI) identik dengan istilahta`min, takaful, atau tadhaamun, dan didefinisikan sebagai usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Definisi takaful menurut Kitab Al Ma’ayir Al Syar’iyah (Sharia Standards) yang dikeluarkan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions) edisi tahun 2010 : “Asuransi Islami adalah kesepakatan sejumlah orang yang menghadapi risiko-risiko tertentu dengan tujuan untuk menghilangkan bahaya-bahaya yang muncul dari risiko-risiko tersebut, dengan cara membayar kontribusi-kontribusi berdasarkan keharusan tabarru’ (hibah), yang darinya terbentuk dana pertanggungan –yang mempunyai badan hukum sendiri dan tanggungan harta independen– yang darinya akan berlangsung penggantian (kompensasi) terhadap bahaya-bahaya yang menimpa salah seorang peserta sebagai akibat terjadinya risiko-risiko yang telah ditanggung.”
B.     Tafsir dan Ayat 85 Surah An-nisa’
http://c00022506.cdn1.cloudfiles.rackspacecloud.com/4_85.png
Artinya: Barangsiapa yang memberikan syafa'at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. Dan barangsiapa memberi syafa'at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Ayat-ayat kelompok ini masih berhubungan erat dengan ayat-ayat yang lalu. Agaknya, ayat ini turun menyangkut sikap beberapa orang yang menampakan keimanan dan menyatakan diri memeluk islam,tetapi kemudian kembali kemekkah bergabung dengan orang-orang musyrik. Nah, ketika itu kaum muslim berbeda pendapat ada yg bermaksud memerangi mereka dan ada juga yang berpendapat sebaliknya bahkan menjadi perantara agar mereka dibiarkan saja.selanjutnya ayat-ayat kelompok ini berbicara tentang orang-orang lain yang memerangi,bahkan membunuh yang mengucapkan salam . Nah, dari sini kelompok ayat-ayat diatas memulai uraiannya tentang syafaat,yakni upaya melakukan perantaraan dan tentang pegucapan salam dan penghormatan demikian secara umum.
Secara khusus dapat dikatakan bahwa setelah ayat yang lalu memerintahkan Nabi SAW. Agar membangkitkan semangat kaum mukminin dan mengajak mereka tampil kemedan juang, ayat ini menjanjikan  kepada nabi Muhammad Saw, bahkan menjanjikan setiap orang balasan yang setimpal atas upayanya mengajak itu.
Dapat juga dikatakan bahwa ajakan nabi agar para sahabatnya tampil kemedan juang,telah menimbulkan aneka dampak dan tanggapan sebagian mereka ada yang mempunyai sahabat dan kerabat yang lain,Sehingga mereka menjadi perantara kepada nabi agar sahabat atau kerabat mereka diizinkan tidak ikut berpartisipasi.Dipihak lain ada juga yang demikian menggebu-gebu semangatnya untuk ikut berperang ,tetapi karena tidak memiliki biaya dan senjata, maka mereka bersedih dan mengeluh lalu tampillah beberapa orang yang menjadi perantara kepada yang mampu agar melengkapi kebutuhan mereka yang hanya memiliki semangat itu. Menghadapi hal ini, Allah menjanjikan balasan dan ganjaran untuk masing-masing dengan firmanNya. Barang siapa yang memberikan dari saat kesaat untuk siapa dan kapan saja safaat yang baik, yakni menjadi perantara sehingga orang lain dapat melaksanakan tuntunan agama baik dengan mengajak maupun memberikan sesuatu yang memungkinkan orang lain dapat mengerjakan kebajikan,Niscaya ia akan memperoleh bagian pahala darinya yang disebabkan oleh upayanya menjadi perantara. Dan barang siapa yang menjadi syafaat , yakni menjadi perantara untuk terjadinya satu pekerjaan yang buruk bagi siapa dan kapanpun niscaya ia akan memikul bagian dosa dari usahanya . Allah sejak dulu hingga kini dan seterusnya maha kuasa tahu segala sesuatu
Kata nashib terambil dari kata nashaba yang pada mulanya berarti menegakkan sesuatu sehingga nyata atau nampak . nasyib atau nasib adalah bagian tertentu yang telah ditegakkan sehingga menjadi nyata dan jelas serta tidak dapat dielakkan sementara ulama mempersamakan antara nashib dan kata kafil ada juga yang membedakannya.
Ar-Raghib Al Asfahani dalam bukunya “Al mufrodat” berpendapat bahwa ia berarti sesuatu yang buruk  sehingga kata tersebut berarti bagia yang buruk .bila pendapat ini diterima, maka sungguh tepat penggunaan kedua kata diatas masing-masing menggambarkan apa yang akan diperoleh oleh pelaku perantara kebaikan maupun keburukan .
Al Biqa’i walau mempersamakan kedua kata ini ,yakni dalam arti kadar tertentu yang berhak diperoleh seseorang,tetapi dalam penggunaannya kata kafil mengandung makna yang lebih besar dari pada kata Nashib itu sebabnya tulis AL-Biqa’i  menguatkan pengamatannya kata Kifl juga diartikan berlibat ganda .penggunaan kata Kifl dalam ayat ini untuk menunjukkan bahwa menjadi perantara untuk suatu kejahatan adalah sangat tercela dan sangat besar dosanya disisi Allah Swt.
Kata Muqid terambil dari akar kata yang rangkaian huruf-hurufnya mengandung arti genggaman, pemeliharaan dan kekuasaan serta kemampuan. Dari sini terlahir makna-makna lain seperti makanan, karena dengannya mahluk memiliki kemampuan serta dengannya pula terlaksana pemeliharaan atas dirinya .
Dalam Al Quran, kata muqit hanya ditemukan sekali, yakni firma-Nya yang ditaksirkan ini. Berbeda beda pendapat ulama tentang makna kata ini sebagai sifat Allah. Ada yang memahaminya dalam arti “pemberi rizki”, sehingga memelihara jiwa raga makhluk, baik rezeki itu rezeki untuk jasmani ataupun rohani. Penganut pendapat ini membedakaknnya dengan sifat Ar Razak dengan berkata bahwa, pada makna sifat muqit terdapat penekananan dalam sisi jaminan rizki banyak atau sedikit, sedangkan tekanan pada sifat Ar Razak adalah pada berulang dan banyaknya penerima rezeki itu. Ada juga yang menyatakan banhwa Allah Al Muqit adalah Yang Maha Kuasa memberi rezeki yang mencukupi seluruh makhluknya pendapat ini menggabung dua makna dari akar kata ini, yaitu makanan dan kekuasaan.
Ada juga yang memahami kata muqit dalam arti pemelihara dan menyaksikan karna siapa yang memberi makan sesuatu, maka dia telah memeliharanya dari rasa lapar sekaligus menyaksikannya.
Imam Al-Ghazali mengemukankan dua arti. Yang pertama adalah pencipta, pemberi dan pengantar makanan ke jasmani dan ke rohani. Menurutnya, ia berbeda dengan Ar Razak dari sisi bahwa rezeki dapat mencakup makanan dan selainnya seperti pakaian dan kedudukan, sedang Al Muqit khusus pada makanan, jasmani atau rohani. Kemungkinan arti keduanya adalah yang menggenggam, menguasi, lagi mampu. Penguasaan mengharuskan adanya qudrat dan ilmu. Makna ini menjadikan sifat Al Muqit berbeda dengan ilmu dan qudrat serta lebih luas cakupan maknanya dari masing – masing, karena sifat al Muqit adalah gabungan keduanya.
Ayat An-Nisa ayat 85 ini dapat menampung pendapat – pendapat diatas. Al-Biqai dalam tafsirnya mengemukakan bahwa ayat ini berbicara tentang janji Allah memberikan bagian dari pahala bagi yang memberi safaat yang baik dan dosa untuk yang memberikan safaat yang buruk, karena Allah menyaksikan, Maha Memelihara, dan Maha Kuasauntuk memberikan makanan rohani bagi jiwa dan kalbu serta makanan lahir dan segala yang dibutuhkan oleh jasmani. Itu diberi-Nya kepada masing – masing sesuai kadar yang berhak mereka terima sebagai imbalan safaat masing-masing, yang baik ataupun yang buruk.
Al-Qaffal juga berpendapat demikian, Allah Kuasa memberi dan menyampaikan balasan ganjaran atau sangsi kepada yang melakukan safaat sebagai mana yang bersangkutan memberikan jasa baik atau yang sebaliknya kepada yang diberinya safaat. Allah juga Maha Menyaksikan, Maha Mengetahui keadaan yang memberi safaat baik atau buruk, kemudian memelihara ganjaran dan balasan tersebut.

C.      Prinsip dasar dalam takaful
Untuk itu harus ada suatu persetujuan dari para peserta takaful untuk memberikan sumbangan keuangan sebagai darma (tabarru) karena Allah semata dengan niat membantu sesama peserta yang tertimpa musibah seperti: kematian,bencana,dasebagainya. Adapun dasar hukum takaful (asuransi syariah) adalah sebagai berikut:
a.   Saling bertanggung jawab
Saling bertanggung jawab dalam konteks hukum islam sesuai dengan tuntutan Hadits-hadits yang salah satunya diriwayatkan oleh al-Bukhaatasri dan Muslim diantaranya:
1.    “setiap orang dari kamu adalah pemikul tanggung jawab, dan setiap kamu bertanggung jawab atas orang-orang yang berada dibawah taggung jawabnya”(diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim)
2.    “Barang siapa yang tidak mempunyai perasaan belas kasihan, maka ia tidak akan mendapatkan belas kasihan dari Allah”(diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim)
3.    “Kedudukan hubungan persaudaraan dan perasaan orang yang beriman antara satu dengan lainnya seperti satu tubuh, apabila salah satu anggota tubuhnya sakit maka seluruh anggota tubuhnya lainnya ikut sakit”(diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim)
b.   Bekerja sama untuk saling membantu
Bekerja sama untuk saling membantu sebagai mana dalam Hadits diantaranya:
1.       “Barang siapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya,Allah akan memenuhi kebutuhannya”(diriwayatkan oleh al-Bukhari,Muslim dan Abu Daud)
 2.  “Tolonglah saudaramu baik yang zalim maupun yang dizalimi,mereka bertnya: Hai rasulullah.dapt saja menolong yang dizalimi tetapi bagaimana menolong saudara yang zalim? Jawaban Rasulullah,cabut kekuasaannya”(diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim)
c.    Saling melindungi dari segala kesusahan
Saling melindungi dari segala kesusahan sebagai mana dalam Hadits diantaranya:
1.      “Sesungguhnya seseorang yang beriman itu ialah barang siapa yang membeeri keselamatan dan perlindungan terhadap harta dan jiwa raga mereka”(diriwayatkan oleh Ibnu Majah).
2.      “Tidaklah beriman seseorang itu selama ia dapat tidur nyeyak deng perut kenyang sedangkan tetengganya meratap karena kelaparan”(diriwayatkan oleh Al-Bazzaar)
Dengan demikian, takaful adalah pengahayatan terhadap semangat saling bertanggung jawab,kerja sama dan perlindungan dalam kegiatan-kegiatan masyarakat,demi tercapainya kesejahteraan umat dan masyarakat umum. Sebagai makhluk yang lemah manusia harus sadar,bahwa keberadaanya tdak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Sifat lemahnya manusia timbul dari ketidaktahuannya terhadapkejadian yang akan menimpa dirinya. Manusia tidak dapat memastikan bagaimana keadaannya pada waktu di kemudian hari (future time). (Ali, 2008)
D.  Akad-akad Dalam Takaful
a.    Akad hibah (tabarru’) di antara sesama pemegang polis (peserta asuransi) di mana peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah.
b.   Akad mudharabah / musyarakah, dimana peserta bertindak sebagai shahibul mal (pemegang polis), sedang  perusahaan  bertindak sebagai mudharib (pengelola). Akadnya berupa mudharabah, jika perusaan asuransi tidak sharing modal. Jika perusahaan asuransi ikut sharing modal, berarti akadnya musyarakah,
c.    Akad ijarah (wakalah bil ujrah), yaitu akad wakalah (pemberian kuasa) dari peserta kepada perusahaan asuransi untuk mengelola dana peserta dengan memperoleh imbalan (ujrah/fee). Akad Wakalah  bil ujrah yang mengandung unsur tabungan (saving) maupun unsur tabarru’ atau yang tidak mengandung unsur tabungan (non saving).



















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang di bahas dan di jabarkan oleh penulis dalam makalah ini, penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1.      Secara bahasa, takaful (ﺗﻜﺎﻓﻞ ) berasal dari akar kata kafala ( ﻙ ﻑ ﻝ ) yang artinya menolong, memberi nafkah dan mengambil alih perkara seseorang.
Dalam pengertian muamalah, takaful mengandung arti saling memikul risiko diantara sesama peserta sehingga antara satu dengan lainnya menjadi penanggung atas dasar saling menolong dalam kebijakan dan ketakwaan (wa taawanu alal birri wat taqwa).
2.       
http://c00022506.cdn1.cloudfiles.rackspacecloud.com/4_85.png

Ajakan nabi agar para sahabatnya tampil kemedan juang, telah menimbulkan aneka dampak dan tanggapan sebagian mereka ada yang mempunyai sahabat dan kerabat yang lain. Sehingga mereka menjadi perantara kepada nabi agar sahabat atau kerabat mereka diizinkan tidak ikut berpartisipasi. Dipihak lain ada juga yang demikian menggebu-gebu semangatnya untuk ikut berperang , tetapi karena tidak memiliki biaya dan senjata, maka mereka bersedih dan mengeluh lalu tampillah beberapa orang yang menjadi perantara kepada yang mampu agar melengkapi kebutuhan mereka yang hanya memiliki semangat itu. Menghadapi hal ini, Allah menjanjikan balasan dan ganjaran untuk masing-masing dengan firmanNya. Barang siapa yang memberikan dari saat kesaat untuk siapa dan kapan saja safaat yang baik, yakni menjadi perantara sehingga orang lain dapat melaksanakan tuntunan agama baik dengan mengajak maupun memberikan sesuatu yang memungkinkan orang lain dapat mengerjakan kebajikan, Niscaya ia akan memperoleh bagian pahala darinya yang disebabkan oleh upayanya menjadi perantara. Dan barang siapa yang menjadi syafaat , yakni menjadi perantara untuk terjadinya satu pekerjaan yang buruk bagi siapa dan kapanpun niscaya ia akan memikul bagian dosa dari usahanya . Allah sejak dulu hingga kini dan seterusnya maha kuasa tahu segala sesuatu
Kata nashib terambil dari kata nashaba yang pada mulanya berarti menegakkan sesuatu sehingga nyata atau nampak . nasyib atau nasib adalah bagian tertentu yang telah ditegakkan sehingga menjadi nyata dan jelas serta tidak dapat dielakkan sementara ulama mempersamakan antara nashib dan kata kafil ada juga yang membedakannya.

B.     Saran
Secara pribadi penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih  banyak terdapat kekurangan atau pun kejanggalan. Untuk itu saran dan kritis yang membangun sangat penulis harapkan demi kelancaran dalam pembuatan makalah selanjutnya.





















DAFTAR PUSTAKA
Ali,Zainuddin,Hukum Asuransi Syariah,Jakarta: Sinar Grafika,2008.
Ali, AM Hasan, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, jakarta : Kencana, 2004.
Ismanto,Kuat,Asuransi Syariah,Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2009.
Sihab, Quraish, Tafsir Al-Misbah,


No comments:

Post a Comment