TAFSIR AYAT DAN HADITS EKONOMI
"QORD"
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Manusia
sebagai makhluk Allah SWT mempunyai peran ganda yaitu sebagai hamba dan sebagai
khalifah di bumi. Peran ganda tersebut jika dikelola dengan benar berdasarkan
ketentuan Allah SWT, kehidupan manusia akan menjadi baik (dunia – akhirat)
karena ihwal kehidupan manusia sangat ditentukan dari ketaatan mereka kepada
Allah SWT. Tetapi manusia juga
merupakan makhluk sosial yang menyukai hidup bergolongan, saling membantu atau
menolong, dan atau saling bekerja sama. Sedangkan dalam fiqih dinamakan dengan muamalah.
Relasi atau interaksi sosial sebagai sebuah kebutuhan manusia, maka
ketersediaan pedoman (worldview) untuk menjaga kebutuhan tersebut adalah
sebuah keniscayaan.
Untuk
kepentingan itu, manusia membuat peraturan-peraturan berdasarkan keyakinan dan
budaya mereka masing-masing. Sebagai makhluk Allah SWT, manusia menjadikan
Al–Quran dan Hadis sebagai pedoman dalam mewujudkan keharmonisanber-muamalah.
Kedua sumber tersebut berisikan tentang aqidah dan syari’ah yang
kemudian syari’ah itu sendiri terdiri dari ibadah dan muamalah.
Aqidah berkaitan dengan persoalan keimanan dan keyakinan manusia
terhadap eksistensi Allah SWT. Ibadah berkaitan dengan pengabdian
manusia sebagai hamba kepada Allah SWT. Sedangkan muamalah merupakan
ajaran yang berkaitan dengan interaksi manusia dengan yang lain dalam memenuhi
kebutuhan masing-masing.
Konsep muamalah yang
terkandung dalam Al-Quran dan Hadis adalah seluruh tindakan manusia tidak bisa
melepaskan diri dari nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, mengutamakan
kemaslahatan umum, kesamaan hak dan kewajiban serta melarang berbuat curang dan
melarang berperilaku tidak bermoral di antara satu dengan yang lain. Peraturan muamalah
seperti itu salah satunya terdapat dalam ayat 282 dari surat Al-Baqarah yang
mengatur tentang hutang piutang.
Dalam
memahami maksud ayat tersebut, tafsir Ibnu Katsir bisa dijadikan sebagai
referensi primer. Sedangkan untuk mengetahui sejauhmana dampak manajemen
hutang-piutang tersebut terhadap kehidupan manusia, buku-buku tentang
sosiologi, psikologi, fiqih. Selain itu, Allah SWT telah
menetapkan bahwa memperoleh harta dengan cara pinjam meminjam dan utang piutang
adalah jalan yang halal.
B. Rumusan Masalah
Hutang-piutang
merupakan hal yang sering terjadi pada kehidupan sosial antara masyarakat,
dimana pada dasarnya hutang-piutang ini dilakukan oleh orang yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya dengan baik atau dia pada saat itu tidak punya uang
tunai untuk pembayarannya. Namun, dalam islam hutang-piutang memang dianjurkan
tetapi tidak diwajibkan untuk dilakukan hukumnya.
Dan hutang-piutang ini memang berada di jalan Allah dengan
jalan yang halal. Apabila orang yang meminjamkan uang atau harta yaitu biasa
disebut piutang kepada orang yang yang membutuhkannya atau disebut penghutang
ia memberikannya dengan ikhlas dan tanpa ada tambahan sedikitpun. Dan dengan
niat ia ingin membantu orang yang sedang kesusahan tersebut. Dari pernyataan ini, maka saya merumuskan
masalah yang akan dibahas pada makalah ini, yaitu terdiri dari:
1.
Apa pengertian hutang-piutang secara umum?
2.
Bagaimana hukum hutang-piutang yang ada?
3.
Bagaimana penafsiran ayat al-quran tentang
hutang-piutang?
C. Tujuan
Dengan perumusan masalah dan latar belakang sebelumnya dimana
dijelaskan bahwa terdapat konsep muamalah yang berhubungan dengan
hutang-piutang pada interaksi sosial antara masyarakat. Maka dengan ini tujuan
makalah adalah memberikan informasi, dengan sebuah pernyataan sebagai berikut:
1. Ingin mengetahui pengertian
hutang-piutang.
2. Ingin mengetahui bagaimana hukum
hutang-piutang.
3. Ingin mengetahui ayat al-Quran tentang
hutan-piutang.
4. Ingin mengetahui makna tafsir dari ayat
al-Quran tentang hutang-piutang.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Hutang – Piutang
Di dalam fiqih Islam, Hutang - Piutang atau pinjam meminjam
telah dikenal dengan istilah Al-Qardh. Makna Al-Qardh secara etimologi (bahasa) ialah Al-Qath’u yang
berarti memotong. Sehingga, harta yang diserahkan kepada orang yang berhutang
disebut Al-Qardh, karena merupakan potongan dari harta orang yang memberikan
hutang.
Sedangkan secara terminologis
(istilah), makna Al-Qardh ialah menyerahkan harta (uang) sebagai bentuk kasih
sayang kepada siapa saja yang akan memanfaatkannya dan dia akan
mengembalikannya (pada suatu saat) sesuai dengan padanannya.
Jadi pengertian Hutang Piutang secara umum adalah memberikan
sesuatu yang menjadi hak milik pemberi pinjaman kepada peminjam dengan
pengembalian di kemudian hari sesuai perjanjian dengan jumlah yang sama.
Misalnya, Jika peminjam diberi pinjaman Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) maka
di masa depan si peminjam akan mengembalikan uang sejumlah satu juta juga.
B. Hukum
Hutang – Piutang
Hukum Hutang-piutang diperbolehkan dalam
syariat Islam. Bahkan orang yang memberikan hutang atau pinjaman kepada orang
lain yang sangat membutuhkan adalah hal yang dianjurkan, karena di dalamnya
terdapat sebuah pahala karena menolong sesama umat yang membutuhkan. Adapun
dalil yang menunjukkan disyariatkannya hutang piutang ialah sebagaimana berikut
ini:
Artinya: “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada
Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah
akan memperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.
Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu
dikembalikan.” ()
Hukum
Hutang-Piutang memang diperbolehkan dalam syariat islam dan bukanlah sesuatu
yang dicela atau dibenci, karena Nabi pernah berhutang. Namun meskipun
demikian, hanya saja Islam menyuruh umatnya agar sangat menghindari hutang,
jika ia mampu membeli dengan tunai atau tidak dalam keadaan kesempitan ekonomi.
Karena hutang, dapat menyebabkan kesedihan di malam hari dan kehinaan di siang
hari.
C. Tafsir
Ayat tentang Hutang – Piutang
Dalam Al-quran,
terdapat penjelasan tentang hutang-pihutang yang tertera dalam surat Al-Baqarah
ayat 282, yaitu penjabarannya adalah sebagai berikut:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya
dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah
telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang
berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Rabbnya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun dari
hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah
(keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya
mengimlakkan dengan jujur.Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari
orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh)
seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai,
supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya.Janganlah
saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah
kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu
membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat
menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu.
(Tulislah muamalahmu itu), kecuali jika muaamalah itu perdagangan tunai yang
kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak
menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis
dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka
sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada
Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Mahamengetahui segala sesuatu.”
D. Tafsir Ayat tentang
Hutang – Piutang
Jawaban Tafsir: Hal ini merupakan petunjuk dari
Allah SWT bahwasanya apabila diantara kita mengadakan muamalah secara tidak
tunai, maka hendaklah kita mencatatkannya; karena catatan itu akan lebih
memelihara jumlah barang dan masa pembayarannya serta lebih tegas bagi orang
yang menyaksikannya.
Jawaban Tafsir: Yakni dengan secara adil dan benar.
Dengan kata lain, tidak berat sebelah dalam tulisannya, dan hanya menuliskan apa
yang telah disepakati oleh kedua belah pihak saja, tanpa menambah atau
menguranginya.
Jawaban Tafsir: Janganlah seseorang
yang pandai menulis menolak bila diminta untuk mencatatnya buat orang lain, kecuali
ada suatu hambatan baginya untuk melakukan ini. Karena Allah telah mengajarkan
kepadanya apa yang belum ia ketahui sebelumnya, maka hendaklah ia bersedekah
kepada orang lain yang tidak pandai menulis, melalui tulisannya.
Jawaban Tafsir: Dengan kata lain,
hendaklah orang yang berutang mengimlakan kepada si
penulis tanggungan utang yang ada
padanya, dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
dalam hal hutang-piutang.
Jawaban tafsir: dan jangan sekali-kali orang
yang berhutang ini menyembunyikan sesuatu
tentang hutangnya kepada peminjam.
Jawaban
tafsir: yakni orang-orang safih ialah orang yang dilarang ber-tasarruf karena
dikhawatirkan
akan berbuat sia-sia yaitu karena masih kecil atau berpenyakit gila.
Jawaban tafsir: karena sulit untuk berbicara
atau ia tidak mengetahui mana yangseharusnya ia lakukan dan mana yang
seharusnya ia tidak lakukan (tidak mengetahui mana
yang
benar dan salah). Dan dalam keadaan seperti ini maka walinya harus mengimlakan
dengan
jujur.
Jawaban
tafsir: ayat ini memerintahkan mengadakan persaksian di samping tulisan
untuk
lebih
memperkuat kepercayaan.
Jawaban
tafsir: hal ini berlaku hanya dalam masalah harta dan segala sesuatu yang
berhubungan
dengannya. Dan persaksian wanita diharuskan dua orang untuk menduduki
tempat
seorang lelaki, hanyalah karena akal wanita kurang.
Jawaban tafsir: ayat ini terkandung makna yang
menunjukan adanya persyaratan yang adil bagi saksi, ayat ini dijadikan dalil
oleh orang yang menolak kesaksian seseorang yang tidak dikenal.
Jawaban tafsir: Jika orang yang lupa maka akan
diingatkan oleh temannya terhadap kesaksian yang telah dikemukakannya.
Jawaban tafsir: Makna ayat ini adalah apabila para
saksi itu dipanggil untuk mengemukakan kesaksiannya, maka mereka haruslah
mengemukakannya.
Jawaban tafsir : Maksudnya adalah orang yang menanggung
persaksian. Apabila ia dipanggil untuk memberikan keterangan, maka ia harus menunaikannya
bila telah ditentukan. Tetapi jika ia tidak ditentukan, maka hukumnya fardhu
kifayah.
Jawaban tafsir : Perintah untuk
mencatat hak bila transaksi yang dilakukan secara tidak tunai, baik yang kecil
maupun yang besar.
Jawaban tafsir : Dengan mencatat transaksi yang dilakukan
secara non tunai, hal tersebut merupakan hal yang lebih adil disisi Allah. Dan
menguatkan persaksian, yakni lebih kukuh kesaksian bila ia membubuhkan tanda
tangannya, karena manakala ia melihatnya, ia pasti ingat akan persaksiannya.
Jawaban tafsir : Yakni menghapus keraguan, bahkan apabila
ada perselisihan pendapat, maka catatan yang telah ditulis dapat dijadikan
sebagi rujukan.
Jawaban tafsir : Apabila jual beli
dilakukan secara kontan dan serah terima barangnya, tidak mengapa jika tidak
dilakukan penulisan, karena tidak ada larangan untuk tidak memakainya.
Jawaban tafsir : Buatlah persaksian
atas jual beli dalam keadaan apapun.
Jawaban tafsir : Janganlah penulis
dan saksi berbuat menyeleweng seperti penulis menulis hal yang berbeda dari apa
yang disepakati.
Jawaban tafsir : Jika kalian
menyimpang dari apa yang diperintahkan kepada kalian, maka hal tersebut
merupakan kefasikan yang kalian lakukan.
Jawaban tafsir : Yaitu takutlah kalian kepada-Nya,
kerjakanlah apa yang diperintahkan oleh-Nya.
Jawaban tafsir : Allah mengetahui
semua hakikat, semua urusan, kemaslahatan dan akibat-akibatnya, dan tidak ada
satupun yang samar bagiNya, melainkan pengetahuanNya meliputi semua makhluk.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hutang
Piutang adalah memberikan sesuatu yang menjadi hak milik pemberi pinjaman
kepada peminjam dengan pengembalian dikemudian hari sesuai dengan jumlah yang
sama. Pada dasarnya, hutang piutang dibolehkan dan bukan merupakan sesuatu yang
dicela atau dibenci dalam Islam. Namun, Islam sangat menganjurkan umatnya untuk
menghindari hutang. Karena hutang piutang dapat menjadi beban pikiran bagi yang
melakukan hutang.
Dalam
surah Al-Baqarah ayat 282, Allah sudah mengatur dan menjelaskan tentang hutang
piutang. Tafsir dari ayat tersebut adalah apabila seseorang melakukan transaksi
non tunai, maka hendak nya ia menuliskannya. Karena catatan tersebut akan lebih
memelihara jumlah pinjaman dan masa pembayarannya. Apabila seseorang diminta
menjadi penulis hutang piutang tersebut maka janganlah menolaknya kecuali
adanya hambatan untuk melakukannya. Dan apabila hendak melakukan kesepakatan
maka hendaklah menghadirkan saksi kerena apabila terjadi kelupaan dari salah
satu pihak maka akan ada yang mengingatkannya sesuai dengan kesaksian yang
telah dikemukakan. Saksi tidak boleh menolak apabila diminta persaksiannya
untuk memberikan keterangan.
DAFTAR PUSTAKA
http://ibnukatsironline.blogspot.co.id/2015/04/tafsir-surat-al-baqarah-ayat-282.html
No comments:
Post a Comment