Pages

esok pasti ada tapi esok belum pasti

Thursday, April 13, 2017

MAKALAH KONOMI ISLAM TAFSIR AYAT DAN HADITS EKONOMI ''TABARRU''



MAKALAH KONOMI ISLAM
TAFSIR AYAT DAN HADITS EKONOMI
''TABARRU''

 
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahim,
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala Puji Syukur teruntuk Ilahi Rabbi, shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpah atas Rasulullah SAW. Seluruh keluarga, kerabat, dan sahabatnya.Aamiin.
Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena akhirnya kami dapat meyelesaikan makalah yang berjudul “Dana Tabbaru’” di prodi Ekonomi Islam Fakutas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia sebagai tugas dari mata kuliah “Tafsir Ayat dan Hadist Ekonomi Islam” tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini saya ucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Fajar Fandi Atmaja LC, M.S.I selaku dosen pengampu mata kuliah Tafsir Ayat dan Hadist Ekonomi Islam  yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan.
Kami  menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun.Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Dan kami berharap makalah yang sederhana ini bermanfaat, terutama bagi yang membutuhkannya.
Akhirnya, semoga Allah meridhoi kegiatan penyusunan makalah  ini dan memberikan manfaat bagi kita semua yang membacanya.

Yogyakarta, 17 Desember  2015
Pemakalah









Bab I
Pendahuluan
A.    Latar belakang
Dana tabbaru’ atau tolong menolong merupakan usaha saling melindungi antara oarang melalui investasi dalam bentuk aset atau tabbru’ memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad. Tabbaru merupakan pembelian sukarela seseorang kepada orang lain tanpa ganti rugi yang mengakibatkan perpindahannya kepelikan harta itu dari pemberi kepada orang yang diberi. Dalam asuransi syariah tabbaru memberikan dana kebajikan dengan niat ikhlas untuk tujuan saling membantu diantara sesama peserta takaful (asuransi syariah) apa bila ada diantaranya mendapatkan musibah, dana klaim yang diberikan diambil dari rekening dana tabbaru yang sudah diniatkan oleh semua peserta suransi syariah untuk kepentingan dana kebajikan atau dana tolong-menolong.


B.     Rumusan masalah
1.      Apa pengertian Dana Tabbaru’ ?
2.      Apa petbedaan Dana Tabbaru’ dengan Ijarah?
3.      Apa dasar hukum Dana Tabbaru’ ?
c.  Tujuan
1.    Mengetahui pengertian Dana Tabbaru’
2.    Mengetahui perbedaan Dana Tabbaru’ dengan Ijarah
3.    Mengetahui Dasar Hukum Dana Tabbru’





BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN DANA TABARRU’

Tabarru’ berasal dari kata tabarra’a-yatabarra’u-tabarru’an, yang berarti sumbangan, hibah, dana kebajikan atau derma. Tabarru’ merupakan pemberian sukarela seseorang kepada orang lain, tanpa ganti rugi, yang mengakibatkan berpindahnya kepemilikan harta itu dari pemberi kepada orang yang diberi.
Dalam konteks akad di asuransi syariah, tabarru’ bermaksud memberikan dana kebajikan dengan niat tulus ikhlas untuk tujuan saling membantu diantara sesama peserta asuransi syariah apabila ada diantaranya yang mengalami musibah.
Akad tabarru’ adalah bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebaikan dan tolong menolong, bukan semata-mata hanya untuk tujuan komersial. Dalam akad tabarru’ “hibah’, peserta memberikan hibah yang akan digunaka untuk menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan hanya bertindak sebagai pengelola.
B. PERBEDAAN AKAD TABARRU’ DAN AKAD TIJARAH
Akad Tabarru’ adalah (1) Not-profit transaction; (2) Tujuan transaksi adalah tolong-menolong dan bukan keuntungan komersial; (3) Pihak yang berbuat kebaikan tersebut boleh meminta kepada counter-part-nya untuk sekadar menutupi biaya (cover the cost) yang dikeluarkannya untuk dapat melakukan akad tabarru’ tersebut. Tapi ia tidak boleh sedikit pun mengambil laba dari akad tabarru’ itu; (4) Tidak dapat diubah menjadi akad tijarah, kecuali ada persetujuan sebelumnya.

            Akad Tijarah adalah (1) Profit transaction oriented; (2) Tujuan transaksi adalah mencari keuntungan yang bersifat komersial; (3) Akad Tijarah dapat diubah menjadi akad tabarru’ dengan cara bila pihak yang tertahan haknya dengan rela melepaskan haknya, sehingga menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya; (4) Dilihat dari sifat keuntungan yang diperoleh, akad tijarah dibagi menjadi dua, yaitu: natural certainty return & natural uncertainty return. Pada hakikatnya, akad tabarru’ adalah akad melakukan kebaikan yang mengharapkan balasan dari Allah Swt. semata. Itu sebabnya akad ini tidak bertujuan untuk mencari keuntungan komersial. Konsekuensi logisnya, bila akad tabarru’ dilakukan dengan mengambil keuntungan komersial, ia bukan lagi akad tabarru’. Ia akan menjadi akad tijarah. Bila ia ingin tetap menjadi akad tabarru’, ia tidak boleh mengambil manfaat (keuntungan komersial) dari akad tabarru’ tersebut. Tentu saja ia tidak berkewajiban menanggung biaya yang timbul dari pelaksanaan akad tabarru’. Artinya, ia boleh meminta pengganti biaya yang dikeluarkan dalam melaksanakan akad tabarru’. ”Memerah susu kambing sekadar untuk biaya memelihara kambingnya”, merupakan ungkapan yang dikutip dari hadis ketika menerangkan akad rahn yang merupakan salah satu akad tabarru’.
C. DASAR HUKUM
AL -  MAIDAH 2 : 5
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِينَ اٰمَنُوا لَا تُحِلُّوا شَعَإِرَ اللّٰهِ وَلَا الشَّهرَ الحَـرَامَ وَلَا الهَدىَ وَلَا القَلَإِدَ وَلَاۤ اٰمِّينَ البَيتَ الحَـرَامَ يَبـتَغُونَ فَضلًا مِّن رَّبِّهِم وَرِضوَانًا ‌ؕ وَاِذَا حَلَلتُم فَاصطَادُوا‌ ؕ وَلَا يَجرِمَنَّكُم شَنَاٰنُ قَومٍ اَن صَدُّوكُم عَنِ المَسجِدِ الحَـرَامِ اَن تَعتَدُوا‌  وَتَعَاوَنُوا عَلَى البِرِّ وَالتَّقوٰى‌ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الاِثمِ وَالعُدوَانِ‌ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ‌ؕ اِنَّ اللّٰهَ شَدِيدُ العِقَابِ‏ ﴿۲
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil haram, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS Al-Maidah : 2)
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ikrimah, dia berkata : “Al-Hattam bin Hinduwal Bakri datang ke madinah dengan beberapa untanya yang membawa bahan makanan untuk dijual. Kemudian dia mendatangi Rasulullah shalallahu alaihi wasalam dan menawarkan barang dagangannya. Setelah itu dia masuk islam. Ketika dia keluar dari rumah Rasulullah shalallahu alaihi wasalam, beliau bersabda kepada orang-orang yang ada didekat beliau : ‘Dia datang kepadaku dengan wajah orang jahat. Lalu dia pergi dengan punggung seorang penghianat’. Ketika Al-Hattam sampai ke Yamamah, dia keluar dari islam (murtad).
Ketika bulan dzulhijah, dia pergi ke mekkah dengan membawa rombongan untanya yang membawa bahan makanan. Ketika orang-orang muhajirin dan orang-orang anshor mendengar berita kedatangannya ke mekkah, mereka pun bersiap-siap untuk menyerang kafilah untanya. Maka Allah menurunkan firman-Nya : ‘Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syiar kesucian Allah...’. Akhirnya mereka pun tidak jadi melakukan hal itu.”
Ibnu Jarir meriwayatkan dari As-Suddi, hadis yang serupa dengannya.
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Zaid bin Aslam, dia berkata : “Rasulullah shalallahu alaihi wasalam dan para sahabatnya berada di hudaibiyyah ketika orang-orang musyrik menghalangi mereka ke Baitullah. Hal itu membuat marah para sahabat. Ketika dalam keadaan demikian, beberapa orang musyrik dari daerah timur melintasi mereka menuju ke Baitullah untuk melakukan umroh. Para sahabat berkata: ‘Kita halangi mereka agar tidak pergi ke Baitullah, sebagaimana mereka menghalangi kita’. Lalu Allah menurunkan firman-Nya : ‘Janganlah sampai kebencianmu kepada suatu kaum karena menghalang-halangimu dari Masjidil Haram, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka)’.” Tafsirannya :
وَتَعَاوَنُوا عَلَى البِرِّ وَالتَّقوٰى
“dan tolong-menolong dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa”. Ibnu Abbas berkata : kata al-birr maksudnya adalah sesuatu yang diperintahkan dan kata at-takwa maksudnya adalah menjauhi sesuatu yang dilarang.
Al-Akhfasy berkata, “Firman Allah ini terputus atau terpisah dari firman Allah sebelumnya. Perintah untuk tolong menolong dalam mengerjakan kebajikan dan takwa ini merupakan perintah bagi seluruh manusia. Yakni, hendaklah sebagian kailan menolong sebagian yang lain. Berusahalah untuk mengerjakan apa yang Allah perintahkan dan mengaplikasikannya. Jauhilah apa yang Allah larang dan hindarilah.” Penakwilan in sesuai dengan apa yang diriwayatkan dari Nabi SAW, bahwa beliau bersabda,
أَلدَّالُّ عَلَى الْخَيْرِ كَفَاعِلِهِ
“Orang yang menunjukkan kepada sesuatu adalah seperti orang yang melakukannya.” (HR Ath-Thabarani)
Dikatan juga : “Orang yang menunjukkan kepada keburukan adalah seperti orang yang melakukannya.”
Selanjutnya dikatakan, kebajikan dan takwa adalah dua lafazh yang mengandung makna yang sama. Allah mengulangi makna ini dengan lafazh yang berbeda guna memberikan penegasan dan penekanan. Sebab setiap kebajikan adalah takwa dan setiap takwa adalah kebajikan.
Ibnu Athiyah berkata : “Dalam hal ini perlu ada toleransi yag diberikan. Sebab kebiasaan menunjukkan bahwa makna kedua lafazh ini adalah kebajikan itu mencakup hal yang wajib dan sunnah, sedangkan takwa adalah memelihara kewajiban. Jika salah satu dari kedua kata ini digunakan sebagai pengganti bagi kata yang satunya, maka itu dilakukan melalui jalur majaz.”
Al-Mawardi berkata : “Allah menganjurkan untuk saling tolong-menolong dalam kebajikan, dan Allah pun menyertakan ketakwaan kepada-Nya terhadap anjuran itu. Sebab dalam ketakwaan terdapat keridhaan Allah, sedangkan dalam kebajikan terdapat keridhaan manusia. Sementara orang yang menyatukan antara keridhaan Allah dan keridhaan manusia, maka sesungguhnya sempurnalah kebahagiaannya dan luaslah nikmatnya.”
Ibnu khuwaizimandad berkata dalam Ahkam-nya : “Tolong-menolong dalam mengerjakan kebajikan dan takwa dapat dilakukan dengan berbagai cara. Adalah suatu hal yang wajib bagi seorang alim untuk menolong manusia dengan ilmunya, sehingga dia mau mengajari mereka. Sedangkan orang yang kaya wajib menolong mereka dengan hartanya. Adapun orang pemberani, (dia wajib memberikan pertolongan) di jalan Allah dengan keberaniannya. Dalam hal ini hendaknya kaum muslim itu saling membantu, layaknya tangan yang satu. “kaum muslimin itu setara darahnya, orang-orang yang lemah (di antara) mereka berjalan di bawah perlindungan mereka [orang-orang yang kuat], dan mereka adalah penolong bagi selain mereka. Dalam hal ini, mereka wajib berpaling dari orang yang sewenag-wenang, tidak menolongnya, dan mengembalikan apa yang menjadi kewajibannya (kepada orang yang berhak menerimanya).”
Selanjutnya Allah mengeluarkan larangan, dimana Allah berfirman :
وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الاِثمِ وَالعُدوَانِ‌
“Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. Ini merupakan ketetapan yang diperuntukkan bagi dosa dan udwan, yaitu menzhalimi manusia. Setelah itu Allah memerintahkan agar bertakwa dan mengeluarkan ancaman secara global Allah berfirman :
وَالعُدوَانِ‌ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ‌ؕ اِنَّ اللّٰهَ شَدِيدُ العِقَابِ
“dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.”
Di dalam tafsir lain dijelaskan, bahwa Allah ta’ala memerintahkan kepada hamba­hamba­Nya yang beriman untuk saling menolong dalam berbuat kebaikan -yaitu kebajikan- dan meninggalkan hal­hal yang mungkar, hal ini dinamakan ketakwaan. Allah ta’ala. melarang mereka bantu­membantu dalam kebatilan serta tolong­menolong dalam perbuatan dosa dan hal­hal yang diharamkan.

C. HADITS
"Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya." (HR. Muslim).
"Perumpamaan orang beriman dalam kasih sayang, saling mengasihi dan mencintai bagaikan tubuh (yang satu); jikalau satu bagian menderita sakit maka bagian lain akan turut menderita." (HR. Muslim dari Nu'man bin Basyir).








BAB III
KESIMPULAN
Tabarru’ berasal dari kata tabarra’a-yatabarra’u-tabarru’an, yang berarti sumbangan, hibah, dana kebajikan atau derma. Tabarru’ merupakan pemberian sukarela seseorang kepada orang lain, tanpa ganti rugi, yang mengakibatkan berpindahnya kepemilikan harta itu dari pemberi kepada orang yang diberi.
akad tabarru’ adalah akad melakukan kebaikan yang mengharapkan balasan dari Allah Swt. semata. Itu sebabnya akad ini tidak bertujuan untuk mencari keuntungan komersial. Konsekuensi logisnya, bila akad tabarru’ dilakukan dengan mengambil keuntungan komersial, ia bukan lagi akad tabarru’. Ia akan menjadi akad tijarah. Bila ia ingin tetap menjadi akad tabarru’, ia tidak boleh mengambil manfaat (keuntungan komersial) dari akad tabarru’ tersebut. Tentu saja ia tidak berkewajiban menanggung biaya yang timbul dari pelaksanaan akad tabarru’. Artinya, ia boleh meminta pengganti biaya yang dikeluarkan dalam melaksanakan akad tabarru’. ”Memerah susu kambing sekadar untuk biaya memelihara kambingnya”, merupakan ungkapan yang dikutip dari hadis ketika menerangkan akad rahn yang merupakan salah satu akad tabarru’.
Dasar hukum dana Tabbaru’ adalah AL -  MAIDAH 2 : 5.

           









DAFTAR PUSTAKA

http://www.dsnmui.or.id/index.php?mact=News  diakses pukul 11: 49 tanggal 12 Desember 2015

No comments:

Post a Comment