MAKALAH EKONOMI ISLAM
RIBA
(Tafsir Ayat dan Hadits Ekonomi Islam)
Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah SWT., Tuhan semesta
alam yang telah memberikan nikmat kepada kita semua, sehingga kita dapat
menyelesaikan penulisan Booklet ini dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Perencanaan Keuangan
Islam, dosen
pengampu Fajar fandi Atmaja Lc, M.S.I Prodi Ekonomi Islam Fakultas Ilmu Agama Islam
Universitas Islam Indonesia Tahun Ajaran 2015/2016.
Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.,
keluarga, sahabat serta para pengikutnya hingga akhir zaman nanti.
Makalah ini semoga dapat memenuhi tugas mata
kuliah Tafsir dan Ayat
Hadits Ekonomi, serta
dapat memberikan manfaat untuk kita semua dalam rangka mengembangkan
pengetahuan serta keilmuan kita. Semoga Allah SWT selalu memberikan barakah dan
menjaga langkah kami untuk tetap istiqamah.
Yogyakarta,November 2015
Penulis
Daftar Isi
KATA
PENGANTAR........................................................................................................ 1
DAFTAR ISI........................................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang..................................................................................................... 3
1.2
Rumusan Masalah................................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Penjelasan Terjemah Q.S Al- Baqarah: 275-281.................................................. 5
2.2 Asbabun
Nuzul Q.S Al- Baqarah: 275-281......................................................... 12
2.3 Hadits-hadits Mengenai Riba.............................................................................. 13
BAB
III PENUTUP
3.1
Kesimpulan.......................................................................................................... 15
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Istilah dan persepsi mengenai riba begitu hidupnya di dunia Islam. Oleh
karenanya, terkesan seolah-olah doktrin riba adalah khas Islam. Orang sering
lupa bahwa hukum larangan riba, sebagaimana dikatakan oleh seorang Muslim
Amerika, Cyril Glasse, dalam buku ensiklopedinya, tidak diberlakukan di negeri
Islam modern manapun. Sementara itu, kebanyakan orang tidak mengetahui bahwa di
dunia Kristenpun, selama satu milenium, riba adalab barang terlarang dalam
pandangan theolog, cendekiawan maupun menurut undang-undang yang ada.
Di sisi lain,
kita dihadapkan pada suatu kenyataan bahwa praktek riba yang merambah ke
berbagai negara ini sulit diberantas, sehingga berbagai penguasa terpaksa
dilakukan pengaturan dan pembatasan terhadap bisnis pembungaan uang. Perdebatan
panjang di kalangan ahli fikih tentang riba belum menemukan titik temu. Sebab
mereka masing-masing memiliki alasan yang kuat. Akhirnya timbul berbagai
pendapat yang bermacam-macam tentang bunga dan riba.
Pada makalah
ini, kami akan menerjemahkan dan menjelaskan ayat- ayat dan Hadits- Hadits yang
terkait dengan Riba dan memberikan penjelasan secara detail terkait ayat- ayat
dan Hadits- Hadits tentang Riba karena Riba bukan cuma persoalan masyarakat
Islam, tapi berbagai kalangan di luar Islam pun memandang serius persoalan
riba. Kajian terhadap masalah riba dapat dirunut mundur hingga lebih dari 2.000
tahun silam. Masalah riba telah menjadi bahasan kalangan Yahudi, Yunani,
demikian juga Romawi. Kalangan Kristen dari masa ke masa juga mempunyai
pandangan tersendiri mengenai riba.
1.2 Rumusan
masalah
1. Membahas dan Menjelaskan Q.S Al- Baqarah 275-281 “
mengenai Riba “
2. Membahas Hadits- Hadits tentang Riba.
BAB II
PEMBAHASAN
Ayat dan Terjemah :
الَّذِينَ
يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ
الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ
مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ
مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ
وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ ّ يَمْحَقُ
اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ
أَثِيمٍ ّ
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ
عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ ّ يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا
إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ ّ فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ
مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا
تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ ّ وَإِنْ كَانَ
ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ
كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ ّ وَاتَّقُوا
يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍ مَا
كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ ّ ﴿البقرة:
٢٧٥- ٢٨١)
Artinya:
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
Allah
memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang
yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.
“Sesungguhnya orang-orang yang
beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka
mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak (pula) mereka bersedih hati.”
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu
orang-orang yang beriman.”
“Maka jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan
Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba),
maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”
“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam
kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan
(sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. “
“Dan peliharalah dirimu dari (azab yang
terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah.
Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang
telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).”
2.1 Penjelasan Terjemah Q.S Al- Baqarah 275-281
Pada ayat
275-276
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا
يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ
الْمَسِّ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ
رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ
فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ ّ يَمْحَقُ اللَّهُ
الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ ّ
Artinya:
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا
يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسّ -
Dikatakan
kepada orang yang menggunakan harta (uang) orang lain: Akalahu wa Hadhamahu,
artinya ia menggunakan uang tersebut dengan leluasa karena tidak ada harapan
uang tersebut bisa dikembalikan lantaran ia telah memakannya.
Yang dimaksud dengan keadaan
orang-orang yang memakan riba di dunia ini, seperti orang yang sengaja
melakukan perbuatan lantara mereka gila, karena mereka dimabukkan oleh
kecintaan harta. Dan, setelah harta mampu memperbudak pikirannya, maka jiwanya
menjadi ganas, ingin sekali mengumpulkan harta sebanyak mungkin, dan harta
menjadi tujuan pokok kehidupannya. Mereka menganggap tidak perlu susah-susah
dengan menjalankan riba, dan meninggalkan usaha lainnya. Sehingga, jiwa mereka
keluar dari garis pertengahan yang banyak dianut orang.
ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا
الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ
جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ
Jika
mereka memakan riba, maka riba akan dianggap sebagai yang dihalalkan, sama
seperti jual beli. Dalam keyakinan si pemakan, hal tersebut sama bolehnya
dengan seseorang menjual barang dagangan yang harganya sepuluh dirham, misalnya
dengan bayaran kontan, atau dua puluh dirham dengan kredit. Karena anggapan
membolehkan tadi, maka dalam keyakinan mereka dibolehkan pula memberikan
sepuluh dirham terhadap orang yang membutuhkannya, dengan syrat ia akan
mengembalikannya menjadi dua puluh dirham setelah setahun. Sebab dibolehkannya
ini (dua mu’amalah ini) menurut keyakinan adalah sama, yakni perbedaan waktu.
Demikianlah alasan mereka, menurut
apa yang mereka khayalkan. Padahal menurut analogi mereka sama sekali tidak
benar. Karenanya, Allah berfirman yang menegaskan bahwa riba adalah haram,
sedang jual beli adalah halal. Jual beli dibolehkan karena tidak ada yang
dirugikan dan adanya kerelaan antara penjual dan pembeli. Sedangkan dalam riba
diambil secara paksa, bukan berdasarkan kerelaan.
وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّه
Allah
akan menghukumi masalah tersebut dengan keadilan-Nya. Juga merupakan suatu
keadilan apabila Allah tidak menghukum para pemakan riba sebelum adanya
larangan tersebut, atau belum sampainya nasehat Allah padanya. Dalam ayat ini
terkandung isyarat yang menunjukkan bahwa dibolehkannya hal-hal yang telah lalu
dari hasil riba, adalah sebagai rukhshah
lantaran darurat, dan mengambil bunga yang sudah dimakan sebelum adanya
larangan ini, adalah teka yang mulia.
وَمَنْ عَاد فَأُولَٰئِكَ
أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ َ
siapa
saja yang kembali seperti sedia kala, yakni memakan riba setelah adanya
pengharaman, maka orang yang melakukan itu termasuk orang yang tidak mau
mendengar nasehat Allah. Padahal Allah tidak sekali-kali melarang mereka
kecuali lantaran hal yang sangat membahayakan diri mereka. Dan mereka (yang
memakan riba), adalah penghuni neraka, yang tetap didalamnya.
يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا
وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِّ
Allah
akan melebur barakah riba, dan merusak harta yang digunakan untuk kepentingan
tersebut. Setelah itu, tidak ada seorangpun yag memanfaatkannya. Di balik itu,
Allah melipatgandakan barakah sedekah dan menambah harta yang dikeluarkan
untuknya.
Riba itu meleburkan harapan
pelakunya yang mendambakan bertambahnya harta benda. Dengan demikian, ia
berharap bisa menikmati kehidupan secaa sejahtera. Tetapi, riba justru
membalikkan lamunannya, dalam kenyataan hidup menjadi tampak murung dan susah.
Perasaan cinta harta semakin menjadi, orag-orang yang membenci semakin banyak,
dan iapun tidak bisa berhasil mencapai hasil dari kelakuannya dalam kehidupan
ini.
وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ
كَفَّارٍ أَثِيمٍ
Yang
dimaksud dengan AL-Kuffar disini ialah orang yang berkepanjangan dalam
mengingkari nikmat-nikmat Allah, berupa harta yang dilimpahkan padanya.
Al-Atsim ialah orang yang bergelimang dalam perbuatan dosa. Orang ini,
terkadang menggunakan harta bendanya sebagai cara untuk meraih harta yang ada
ditangan orang lain
Dari dua ayat
tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik :
1. Memakan riba menyebabkan hancurnya keseimbangan jiwa
individu-individu dan keseimbangan masyarakat sampai pada tahapan dimana,
sebagai ganti cinta kasih, tertanam kebencian dan sebagai ganti keadilan,
tertanam kesewenang-wenangan sosial.
2. Islam adalah agama universal dan memiliki visi sosial.
Dengan demikian, bagi urusan ekonomi rakyat, Islam memiliki program bukan hanya
ibadah yang kering yang dipaksakan kepada rakyat dan melepaskan dunia mereka
pada mereka sendiri.
3. Memakan riba sejenis ketiadaan syukur. Harta-harta yang
diserahkan kepada kita tidaklah lebih dari amanah dan tidak menginfakkan
harta-harta tadi kepada orang-orang miskin adalah tidak mensyukuri nikmat Tuhan
yang mana kufur nikmat dapat menyebabkan kebinasaan.
Ayat
ke 277
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ
عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ ّ
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Bahwa
orang-orang yang percaya dengan apa yang didatangkan oleh Allah, berupa
perintah dan larangan, mau melakukan perbuatan yang memperbaiki diri mereka.
Seperti memberi santunan fakir miskin, menunaikan zakat, serta belas kasihan
terhadap orang-orang yang sengsara dan menunda penagihan terhadap orang yang
lagi sulit, mendirikan shalat – hal ini akan menambah imannya, menanamkan
perasaan cinta kepada Allah.
Orang
yang menjalankan hal-hal tersebut telah disimpan oleh Allah untuk diberikan
kepada mereka, kelak di hari kiamat. Pada hari itu, mereka sedikitpun tidak
merasa sedih atau menyesal. Ayat ini termasuk sindiran terhadap orang yang
memakan riba. Artinya jika mereka itu benar-benar termasuk orang yang beriman
dan beramal saleh, maka tentu mereka berhenti memakan riba.
Ayat ke
278-279
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ ّ
فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ
مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا
تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ ّ
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
Maka jika kamu
tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan
Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba),
maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ ّ
*
Dalam
ayat ini terkandung isyarat yang menjelaskan bahwa siapa saja yang tidak
meninggalkan riba setelah adanya larangan Allah dan ancaman-Nya, maka orang
tersebut dikatakan tidak beriman, dan ia akan di neraka. Meskipun ia beriman
terhadap apa yang dibawakan oelh agama, tetapi ia mengingkari sebagian
ajarannya, bahkan tidak mengamalkannya, maka orang ini dinyatakan sebagai tidak
beriman, kendati melalui mulutnya menyatakan diri sebagai orang beriman.
فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا
بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ
أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ ّ
*
Jika
kalian tidak mau meninggalkan sisa-sisa perbuatan riba seperti yang Aku
perintahkan, maka ketahuilah bahwa kalian akan diperangi oleh Allah dan
Rasul-Nya. Sebab kalian telah keluar dari garis-garis syari’at, dan tidak mau
tunduk terhadap hukum-hukum Allah serta mengesampingkan apa saja yang
didatangkan oleh Rasul-Nya.
Ayat
ini terkandung isyarat yang menunjukkan bahwa tidak adanya perasaan tunduk
terhadap perintah-perintah syari’at.
Dan
apabila kalian bertaubat dari perbuatan riba karena taat terhadap perintah-perintah
agama, maka ambillah oleh kalian hanya modalnya saja, dan jangan sekali-kali
mengambil sesuatu (kelebihan, bunga atau apa saja namanya) dari orang-orang
yang berutang. Jangan pula kalian mengurangi hak kalian, tetapi ambilah dalam
jumlah utuh, seperti ketika berutang.
Dari dua ayat
tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik :
1. Iman bukanlah hanya dengan puasa dan shalat, melainkan
dengan menjauhi harta haram, adalah syarat iman dan indikasi takwa.
2. Islam menghormati kepemilikan, namun tidak mengizinkan
orang-orang kaya menjajah dan mengeksploitasi.
3. Berbuat zalim dan mau dizalimi, kedua-duanya terkutuk.
Memakan riba adalah terlarang dan demikian juga memberikan riba.
Ayat ke
280-281
وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ
فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ
تَعْلَمُونَ ّ وَاتَّقُوا يَوْمًا
تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ
وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ ّ
Artinya:
Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
Dan
peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu
semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan
yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun
tidak dianiaya (dirugikan).
وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ
فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيْسَرَةٍ *
Apabila
seseorang menjumpai orang yang diberi utang dalam keadaan sulit, maka tunggu
dan tangguhkanlah penagihannya sampai waktu ia mudah mendapatkan rezeki,
sehingga ia mampu membayar hutang.
وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ *
Asal
kata tashaddaqu ialah tatashaddaqu, yang hendaknya kalian
menyedekahkan harta terhadap orang-orang yang mempunyai utang dan sedang
kesulitan, dengan membebaskan sebagian atau seluruh utangnya. Hal itu lebih
baik lagi kalian, an lebih banyak pahalanya di sisi Allah daripaa menunggu
mereka membayar.
Pengertian ayat ini mengandung
anjuran bersedekah dan memaafkan orang yang berutang yang sedang dalam keadaan
sulit. Artinya, didalam ayat ini terkandung ajaran berbelas kasih dan berbuat
baik terhadap orang lain. Sehingga, dengan cara ini akan menciptakan suasana
hubungan baik antar individu dalam masyarakat, persatuan dan tolong menolong
dalam rangka membangun kemaslahatan umat.
إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Apabila
telah diketahui bahwa hal ini lebih baik bagi kalian, maka lakukan sesuai
dengan yang telah kalian ketahui. Bersikap toleransi hendaklah kalian lakukan
antar sesama, dan belas kasihanilah mereka.
Dalam
ayat ini terkandung dalili yang menunjukkan bahwa menangguhkan penagih utang
terhadap orang lain yang sedang kesulitan, hukumnya wajib. Lebih baik dari itu,
sedekahkanlah utang itu lantaran pertimbangan sesama Muslim.
Kemudian
Allah mengakhiri ayat-ayat riba dengan berbagai nasehat,
وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ
فِيهِ إِلَى اللَّهِ *
Berisi
tentang, bahwa apabila kalian mengingat keadaan hari kiamat dan kalian
merenungkan apa yang telah Allah sediakan untuk hamba-Nya, yakni balasan sesuai
dengan amal kalian, maka hal tersebut akan membuat hati dan jiwa kalian merasa
ringan dan tenang, siap menemui Allah, sehingga kalian dengan dada sejuk,
lapang dan damai lantaran kebaikan amal kalian.
ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍ مَا
كَسَبَتْ
Kemudian,
setiap orang diberi balasan sesuai dengan amal dan perbuatannya, baik kebajikan
atau kejelekan
وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ *
Pahala
mereka tidak akan dikurangi, dan siksaan untuk mereka tidak akan ditambah.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat
dipetik :
1. Masalah yang utama dalam infak dan memberikan utang
adalah untuk mewujudkan kesenangan dan kelapangan bagi orang-orang miskin, maka
tidak boleh orang kaya memberikan pinjaman membuat orang miskin itu kembali
jatuh miskin dan tidak berkemampuan membayarnya.
2. Islam mendukung orang-orang tertindas dengan
diharamkannya riba dan dianjurkannya infak, kekosongan-kekosongan ekonomi
masyarakat dapat terpenuhi.
3. Mencari keridhaan Allah Swt dan keridhaan Khalik lebih
baik dari mencari penghasilan.
2.2 Asbabun Nuzul Q.S Al-
Baqarah 275-281
Q.S Al- Baqarah 278-279
turun pada masa-masa akhir misi Rasulullah saw. Pada ayat sebelumnya (ayat
275-277) dinyatakan secara tegas bahwa antara al-Bai’ (perniagaan/jual beli)
dan ar-riba (interest) adalah dua hal yang berbeda. Bai’ dihalalkan sedangkan
riba merupakan suatu aktivitas yang dilarang. Ayat tersebut juga menawarkan
“pemutihan” atas riba-riba tang telah dilakukan pada masa lalu dengan syarat
tidak dilakukan lagi setelah ada larangan ini. Bagi mereka yang tetap
melakukannya, Allah mengancam dengan sangat keras. Ayat selanjutnya disebutkan
bahwa Allah “memusnahkan “riba”. Kata “memusnahkan” memiliki konotasi yang
sangat radikal, yang berarti semua jenis riba, tidak peduli yang besar maupun
yang kecil yang banyak maupun yang sedikit semuanya akan dilibas habis sampai
ke akar-akarnya.
Ayat- ayat tersebut turun
berkenaan dengan laporan Itab bin Usaid. Gubernur Makkah yang ditunjuk oleh
Rasulullah saw setelah pembebasan kota Makkah yang wilayah administrasinya
meliputi Thaif, kepada Rasulullah saw. kaum saqif (penduduk Thaif) telah
membuat kesepekatan dengan Rasulullah saw yang berhubungan dengan hutang
piutang mereka yang berdasarkan riba agar dibekukan dan dikembalikan hanya
pokoknya saja.
Salah satunya yaiut Bani
Mugirah yang sudah memeluk Islam menolak membayar kelebihan atas penjaman
kepada Bani Amr. Sebelumnya bani Mughirah selalu memberi kelebihan atas
pembayaran hutangnya. Inilah yang melatar belakangi turunnya ayat-ayat
tersebut. Setelah mendapat laporan dan mencermati ayat –ayat yang turun,
Rasulullah saw langsung menulis surat balasan kepada Gubernur Itab yang intinya
berbunyi, “jikalau mereka ridha dengan ketentuan Allah di atas (pelarangan
riba) maka itu baik, tetapi jikalau mereka menolaknya maka serukanlah ultimatum
perang kepada mereka”.
Selain tertulis dalam
al-Quran, larangan riba juga dikemukakan dalam berbagai hadis Rasulullah saw
yang berisi baik berupa penjelasan mengenai aktivitas riba itu sendiri,
larangan untuk melakukannya maupun perintah untuk meninggalkannya. Selain hadis
yang telah dikemukakan di atas, yang menjadi asbab an-nuzul surat al-Baqarah
275-281, hadits –hadits lainnya antara lain sebagai berikut:
2.3 Hadits-hadits Mengenai Riba
عَنْ
أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لا تَبِيْعَوْا الذَّهَبَ
بِالذَّهَبِ اِلاَّ مِثْلاَ وَلاَ تُشِفُّوْا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضِ وَلاَ
تَبِيْعُوْا الْوَرِقَ بِالْوَرِقِ اِلاَّ مِثْلاً بِمِتْلٍ وَلاَ تُشِفُّوْا
بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ وَلاَ تَبِيْعَوْا مِنْهَا غَا ئِبًا بِنَاجِزٍ.
“ Dari Abu Sa’id
Al-Khudry Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rasululloh Shollallohu ‘alaihi Wasallam
bersabda, ‘Jangan kalian menjual emas dengan emas kecuali yang sama beratnya,
janganlah kalian melebihkan sebagian diatas sebagian yang lain, janganlah
kalian menjual perak dengan perak kecuali yang sama beratnya dan janganlah kalian
melebihkan sebagian diatas sebagian yang lain, dan janganlah kalian yang tidak
ada diantara barang-barang itu dengan yang ada’.”( HR Bukhori-Muslim).
Hadis ini menunjukkan larangan menjual emas dengan emas,
perak dengan perak, baik yang sudah dibentuk (batangan) atau yang berbeda,
selagi tidak mengikuti ukuran yang syar’i, yaitu beratnya, jika tidak dilakukan
pembayaran secara kontan dari kedua belah pihak ditempat akad. Larangan
terhadap hal itu mengharuskan pengharamannya dan tidak sahnya akad.
Syaikhul-Islam ibnu Taimiyah berkata tentang seorang yang memberikan pinjaman
kepada orang-orang setiap seratus harus dikembalikan seratus empat puluh,
“Inilah yang disebut riba seperti yang diharamkan di dalam Al-Qur’an.” Dia
menyebutkan bahwa orang itu tidak mempunyai hak kecuali apa yang dia berikan
kepada mereka atau yang senilai dengannya. Adapun tambahannya, dia sama sekali
tidak berhak sedikitpun terhadapnya. Sedangkan riba yang sudah terlanjur
terjadi, maka dimaafkan. Adapun sisanya yang belum terbayarkan, maka menjadi
gugur, karena didasarkan kepada frman-Nya, “Dan tinggalkanlah sisa
riba(yang belum dipungut).” (QS Al-Baqaroh :287).
لَعَنَ رَسُوْلَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ءَاكِلَ الرِّبَا وَمُكِلَهُ
وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَهُ وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ.
“Rasululloh
SAW.mengutuk pemakan (pengambil) riba, pemberi makan dengan riba, penulisnya
dan saksinya, seraya bersabda, “mereka sekalian sama”.
Hadis menjelaskan bahwa nabi Muhammad SAW sangat tidak menyukai
para pemakan riba, yaitu orang-orang yang melakukan perbuatan riba kemudian
dari hasilnya itu ia dapat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemberi makan
dengan riba maksudnya dengan harta hasil riba untuk memberi makan orang lain
atau menyumbang dengan harta hasil riba. Dan juga orang-orang yang terlibat
dalam riba tersebut, yaitu yang menulis dan yang menjadi saksi terhadap riba.
Jadi, semua yang telah disebutkan tadi adalah sama halnya dengan orang yang
berbuat riba dan akan mendapatkan siksa di akhirat kelak.
BAB III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Ayat 275-281 menyoroti sistem riba yang menjadi pilar
sistem ekonomi kapitalisme masa lalu dan saat ini. Sistem riba menciptakan
praktek kezaliman ekonomi dan sosial, melahirkan berbagai penyakit jiwa seperti
cinta dunia, kikir, kejam, rakus, pelit, kesombongan dan bahkan mempertuhankan
harta (materialisme), sehingga pelakunya mabuk seperti orang yang kemasukan
setan. Umat Islam harus berhenti dari praktek riba. Karena riba itu hanya dipraktekkan
oleh orang yang tidak takut neraka dan tidak berharap surga. Bagi yang
terlanjur, segera berhenti dan bertaubat pada Allah.
Jika kembali melakukannya, maka Allah akan masukkan
pelakunya ke dalam neraka dan kekal di dalamnya. Allah berjanji akan menghancurkan
ekonomi yang dibangun di atas sistem riba yang zalim itu dan menumbuhkembangkan
sistem ekonomi yang didasari sistem shadaqah (zakat, infak, hibah, wakaf dan
sebagai-nya). Sistem ekonomi Islam tidak terpisah dari keimanan dan ibadah
lainnya. Karena itu, riba salah satu yang membatalkan iman.
Salah satu keunggulan sistem ekonomi Islam ialah
menangguhkan tagihan terhadap orang menghadapi kesulitan. Sedangkan
menghapuskan hutangnya jauh lebih baik. Hal ini bisa diterapkan karena spirit
ekonomi Islam adalah meraih kesuksesan akhirat, bukan kejayaan di dunia.
Syariat Islam memandang
riba adalah salah satu dosa yang sangat besar dan berbahaya. Maka dari itu
Islam memerangi dan memberantasnya tanpa ampun. Praktek riba ini sangat
merugikan masyarakat. Maka dari itu Islam menganggap perbuatan riba sebagai
perbuatan dosa besar-bahkan termasuk 7 dosa besar yang dilaknat oleh Allah SWT.
Sedangkan sedekah kebalikan dari riba, makanya Allah sangat mengajurkan
perbuatan ini. Karena dengan berlakunya sedekah akan menghidupkan roda
kehidupan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
v Al-Himshi. Al-Quran, Mufrodat, Tafsir wa
Bayan (Beirut: Dar al-Rasyid)
v http://indonesian.irib.ir/islam/al-quran/item/42711-Tafsir_Al-Quran,_Surat_Al-Baqarah_Ayat_275-281.
v Prof. Drs. H. Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, PT.
Toko Gunung Agung, Jakarta, 1987
v Shaleh Qamaruddin. Asbabun Nuzul. Cetakan ke- 6.
Cv.Diponegoro, Bandung, 1985
No comments:
Post a Comment