Pages

esok pasti ada tapi esok belum pasti

Wednesday, March 1, 2017

MAKALAH EKONOMI ISLAM RIBA (Tafsir Ayat dan Hadits Ekonomi Islam)



 MAKALAH EKONOMI ISLAM 
RIBA
(Tafsir Ayat dan Hadits Ekonomi Islam)

 
Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah SWT., Tuhan semesta alam yang telah memberikan nikmat kepada kita semua, sehingga kita dapat menyelesaikan penulisan Booklet ini dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Perencanaan Keuangan Islam, dosen pengampu Fajar fandi Atmaja Lc, M.S.I  Prodi Ekonomi Islam Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia Tahun Ajaran 2015/2016. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW., keluarga, sahabat serta para pengikutnya hingga akhir zaman nanti.
Makalah ini semoga dapat memenuhi tugas mata kuliah Tafsir dan Ayat Hadits Ekonomi, serta dapat memberikan manfaat untuk kita semua dalam rangka mengembangkan pengetahuan serta keilmuan kita. Semoga Allah SWT selalu memberikan barakah dan menjaga langkah kami untuk tetap istiqamah.









Yogyakarta,November 2015


Penulis



Daftar Isi
KATA PENGANTAR........................................................................................................ 1
DAFTAR ISI........................................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Penjelasan Terjemah Q.S Al- Baqarah: 275-281.................................................. 5
2.2 Asbabun Nuzul Q.S Al- Baqarah: 275-281......................................................... 12
2.3 Hadits-hadits Mengenai Riba.............................................................................. 13
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 16










BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

         Istilah dan persepsi mengenai riba begitu hidupnya di dunia Islam. Oleh karenanya, terkesan seolah-olah doktrin riba adalah khas Islam. Orang sering lupa bahwa hukum larangan riba, sebagaimana dikatakan oleh seorang Muslim Amerika, Cyril Glasse, dalam buku ensiklopedinya, tidak diberlakukan di negeri Islam modern manapun. Sementara itu, kebanyakan orang tidak mengetahui bahwa di dunia Kristenpun, selama satu milenium, riba adalab barang terlarang dalam pandangan theolog, cendekiawan maupun menurut undang-undang yang ada.
Di sisi lain, kita dihadapkan pada suatu kenyataan bahwa praktek riba yang merambah ke berbagai negara ini sulit diberantas, sehingga berbagai penguasa terpaksa dilakukan pengaturan dan pembatasan terhadap bisnis pembungaan uang. Perdebatan panjang di kalangan ahli fikih tentang riba belum menemukan titik temu. Sebab mereka masing-masing memiliki alasan yang kuat. Akhirnya timbul berbagai pendapat yang bermacam-macam tentang bunga dan riba.
Pada makalah ini, kami akan menerjemahkan dan menjelaskan ayat- ayat dan Hadits- Hadits yang terkait dengan Riba dan memberikan penjelasan secara detail terkait ayat- ayat dan Hadits- Hadits tentang Riba karena Riba bukan cuma persoalan masyarakat Islam, tapi berbagai kalangan di luar Islam pun memandang serius persoalan riba. Kajian terhadap masalah riba dapat dirunut mundur hingga lebih dari 2.000 tahun silam. Masalah riba telah menjadi bahasan kalangan Yahudi, Yunani, demikian juga Romawi. Kalangan Kristen dari masa ke masa juga mempunyai pandangan tersendiri mengenai riba.

1.2 Rumusan masalah
1.      Membahas dan Menjelaskan Q.S Al- Baqarah 275-281 “ mengenai Riba “
2.      Membahas Hadits- Hadits tentang Riba.


BAB II
PEMBAHASAN

Ayat dan Terjemah :

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ ّ يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ  ّ إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ  ّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ ّ   فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ ّ وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ  ّ وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ  ّ  ﴿البقرة: ٢٧٥- ٢٨١)
Artinya:
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
 “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.”
“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”
 “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. “
 “Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).”

2.1 Penjelasan Terjemah Q.S Al- Baqarah 275-281
Pada ayat 275-276

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ ّ يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ ّ
Artinya:
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.



الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسّ -
Dikatakan kepada orang yang menggunakan harta (uang) orang lain: Akalahu wa Hadhamahu, artinya ia menggunakan uang tersebut dengan leluasa karena tidak ada harapan uang tersebut bisa dikembalikan lantaran ia telah memakannya.
            Yang dimaksud dengan keadaan orang-orang yang memakan riba di dunia ini, seperti orang yang sengaja melakukan perbuatan lantara mereka gila, karena mereka dimabukkan oleh kecintaan harta. Dan, setelah harta mampu memperbudak pikirannya, maka jiwanya menjadi ganas, ingin sekali mengumpulkan harta sebanyak mungkin, dan harta menjadi tujuan pokok kehidupannya. Mereka menganggap tidak perlu susah-susah dengan menjalankan riba, dan meninggalkan usaha lainnya. Sehingga, jiwa mereka keluar dari garis pertengahan yang banyak dianut orang.

ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ
Jika mereka memakan riba, maka riba akan dianggap sebagai yang dihalalkan, sama seperti jual beli. Dalam keyakinan si pemakan, hal tersebut sama bolehnya dengan seseorang menjual barang dagangan yang harganya sepuluh dirham, misalnya dengan bayaran kontan, atau dua puluh dirham dengan kredit. Karena anggapan membolehkan tadi, maka dalam keyakinan mereka dibolehkan pula memberikan sepuluh dirham terhadap orang yang membutuhkannya, dengan syrat ia akan mengembalikannya menjadi dua puluh dirham setelah setahun. Sebab dibolehkannya ini (dua mu’amalah ini) menurut keyakinan adalah sama, yakni perbedaan waktu.
            Demikianlah alasan mereka, menurut apa yang mereka khayalkan. Padahal menurut analogi mereka sama sekali tidak benar. Karenanya, Allah berfirman yang menegaskan bahwa riba adalah haram, sedang jual beli adalah halal. Jual beli dibolehkan karena tidak ada yang dirugikan dan adanya kerelaan antara penjual dan pembeli. Sedangkan dalam riba diambil secara paksa, bukan berdasarkan kerelaan.

وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّه
Allah akan menghukumi masalah tersebut dengan keadilan-Nya. Juga merupakan suatu keadilan apabila Allah tidak menghukum para pemakan riba sebelum adanya larangan tersebut, atau belum sampainya nasehat Allah padanya. Dalam ayat ini terkandung isyarat yang menunjukkan bahwa dibolehkannya hal-hal yang telah lalu dari hasil riba, adalah sebagai rukhshah lantaran darurat, dan mengambil bunga yang sudah dimakan sebelum adanya larangan ini, adalah teka yang mulia.
 وَمَنْ عَاد فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ َ
siapa saja yang kembali seperti sedia kala, yakni memakan riba setelah adanya pengharaman, maka orang yang melakukan itu termasuk orang yang tidak mau mendengar nasehat Allah. Padahal Allah tidak sekali-kali melarang mereka kecuali lantaran hal yang sangat membahayakan diri mereka. Dan mereka (yang memakan riba), adalah penghuni neraka, yang tetap didalamnya.
يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِّ
Allah akan melebur barakah riba, dan merusak harta yang digunakan untuk kepentingan tersebut. Setelah itu, tidak ada seorangpun yag memanfaatkannya. Di balik itu, Allah melipatgandakan barakah sedekah dan menambah harta yang dikeluarkan untuknya.
            Riba itu meleburkan harapan pelakunya yang mendambakan bertambahnya harta benda. Dengan demikian, ia berharap bisa menikmati kehidupan secaa sejahtera. Tetapi, riba justru membalikkan lamunannya, dalam kenyataan hidup menjadi tampak murung dan susah. Perasaan cinta harta semakin menjadi, orag-orang yang membenci semakin banyak, dan iapun tidak bisa berhasil mencapai hasil dari kelakuannya dalam kehidupan ini.
وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ  
            Yang dimaksud dengan AL-Kuffar disini ialah orang yang berkepanjangan dalam mengingkari nikmat-nikmat Allah, berupa harta yang dilimpahkan padanya. Al-Atsim ialah orang yang bergelimang dalam perbuatan dosa. Orang ini, terkadang menggunakan harta bendanya sebagai cara untuk meraih harta yang ada ditangan orang lain

Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik :
1.      Memakan riba menyebabkan hancurnya keseimbangan jiwa individu-individu dan keseimbangan masyarakat sampai pada tahapan dimana, sebagai ganti cinta kasih, tertanam kebencian dan sebagai ganti keadilan, tertanam kesewenang-wenangan sosial.
2.      Islam adalah agama universal dan memiliki visi sosial. Dengan demikian, bagi urusan ekonomi rakyat, Islam memiliki program bukan hanya ibadah yang kering yang dipaksakan kepada rakyat dan melepaskan dunia mereka pada mereka sendiri.
3.      Memakan riba sejenis ketiadaan syukur. Harta-harta yang diserahkan kepada kita tidaklah lebih dari amanah dan tidak menginfakkan harta-harta tadi kepada orang-orang miskin adalah tidak mensyukuri nikmat Tuhan yang mana kufur nikmat dapat menyebabkan kebinasaan.
Ayat ke 277
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ  ّ
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

Bahwa orang-orang yang percaya dengan apa yang didatangkan oleh Allah, berupa perintah dan larangan, mau melakukan perbuatan yang memperbaiki diri mereka. Seperti memberi santunan fakir miskin, menunaikan zakat, serta belas kasihan terhadap orang-orang yang sengsara dan menunda penagihan terhadap orang yang lagi sulit, mendirikan shalat – hal ini akan menambah imannya, menanamkan perasaan cinta kepada Allah.
Orang yang menjalankan hal-hal tersebut telah disimpan oleh Allah untuk diberikan kepada mereka, kelak di hari kiamat. Pada hari itu, mereka sedikitpun tidak merasa sedih atau menyesal. Ayat ini termasuk sindiran terhadap orang yang memakan riba. Artinya jika mereka itu benar-benar termasuk orang yang beriman dan beramal saleh, maka tentu mereka berhenti memakan riba.

Ayat ke 278-279
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ ّ   فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ ّ
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ ّ  *
Dalam ayat ini terkandung isyarat yang menjelaskan bahwa siapa saja yang tidak meninggalkan riba setelah adanya larangan Allah dan ancaman-Nya, maka orang tersebut dikatakan tidak beriman, dan ia akan di neraka. Meskipun ia beriman terhadap apa yang dibawakan oelh agama, tetapi ia mengingkari sebagian ajarannya, bahkan tidak mengamalkannya, maka orang ini dinyatakan sebagai tidak beriman, kendati melalui mulutnya menyatakan diri sebagai orang beriman.
 فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ ّ *
Jika kalian tidak mau meninggalkan sisa-sisa perbuatan riba seperti yang Aku perintahkan, maka ketahuilah bahwa kalian akan diperangi oleh Allah dan Rasul-Nya. Sebab kalian telah keluar dari garis-garis syari’at, dan tidak mau tunduk terhadap hukum-hukum Allah serta mengesampingkan apa saja yang didatangkan oleh Rasul-Nya.
Ayat ini terkandung isyarat yang menunjukkan bahwa tidak adanya perasaan tunduk terhadap perintah-perintah syari’at.
Dan apabila kalian bertaubat dari perbuatan riba karena taat terhadap perintah-perintah agama, maka ambillah oleh kalian hanya modalnya saja, dan jangan sekali-kali mengambil sesuatu (kelebihan, bunga atau apa saja namanya) dari orang-orang yang berutang. Jangan pula kalian mengurangi hak kalian, tetapi ambilah dalam jumlah utuh, seperti ketika berutang.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik :
1.      Iman bukanlah hanya dengan puasa dan shalat, melainkan dengan menjauhi harta haram, adalah syarat iman dan indikasi takwa.
2.      Islam menghormati kepemilikan, namun tidak mengizinkan orang-orang kaya menjajah dan mengeksploitasi.
3.      Berbuat zalim dan mau dizalimi, kedua-duanya terkutuk. Memakan riba adalah terlarang dan demikian juga memberikan riba.
Ayat ke 280-281
وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ  ّ وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ  ّ  
Artinya:
Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).

 وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيْسَرَةٍ *
Apabila seseorang menjumpai orang yang diberi utang dalam keadaan sulit, maka tunggu dan tangguhkanlah penagihannya sampai waktu ia mudah mendapatkan rezeki, sehingga ia mampu membayar hutang.
 وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ  *
Asal kata tashaddaqu ialah tatashaddaqu, yang hendaknya kalian menyedekahkan harta terhadap orang-orang yang mempunyai utang dan sedang kesulitan, dengan membebaskan sebagian atau seluruh utangnya. Hal itu lebih baik lagi kalian, an lebih banyak pahalanya di sisi Allah daripaa menunggu mereka membayar.
            Pengertian ayat ini mengandung anjuran bersedekah dan memaafkan orang yang berutang yang sedang dalam keadaan sulit. Artinya, didalam ayat ini terkandung ajaran berbelas kasih dan berbuat baik terhadap orang lain. Sehingga, dengan cara ini akan menciptakan suasana hubungan baik antar individu dalam masyarakat, persatuan dan tolong menolong dalam rangka membangun kemaslahatan umat.
إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Apabila telah diketahui bahwa hal ini lebih baik bagi kalian, maka lakukan sesuai dengan yang telah kalian ketahui. Bersikap toleransi hendaklah kalian lakukan antar sesama, dan belas kasihanilah mereka.
Dalam ayat ini terkandung dalili yang menunjukkan bahwa menangguhkan penagih utang terhadap orang lain yang sedang kesulitan, hukumnya wajib. Lebih baik dari itu, sedekahkanlah utang itu lantaran pertimbangan sesama Muslim.
Kemudian Allah mengakhiri ayat-ayat riba dengan berbagai nasehat,
وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ *
Berisi tentang, bahwa apabila kalian mengingat keadaan hari kiamat dan kalian merenungkan apa yang telah Allah sediakan untuk hamba-Nya, yakni balasan sesuai dengan amal kalian, maka hal tersebut akan membuat hati dan jiwa kalian merasa ringan dan tenang, siap menemui Allah, sehingga kalian dengan dada sejuk, lapang dan damai lantaran kebaikan amal kalian.
ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ
Kemudian, setiap orang diberi balasan sesuai dengan amal dan perbuatannya, baik kebajikan atau kejelekan
 وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ *
Pahala mereka tidak akan dikurangi, dan siksaan untuk mereka tidak akan ditambah.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik :
1.      Masalah yang utama dalam infak dan memberikan utang adalah untuk mewujudkan kesenangan dan kelapangan bagi orang-orang miskin, maka tidak boleh orang kaya memberikan pinjaman membuat orang miskin itu kembali jatuh miskin dan tidak berkemampuan membayarnya.
2.      Islam mendukung orang-orang tertindas dengan diharamkannya riba dan dianjurkannya infak, kekosongan-kekosongan ekonomi masyarakat dapat terpenuhi.
3.      Mencari keridhaan Allah Swt dan keridhaan Khalik lebih baik dari mencari penghasilan.

2.2 Asbabun Nuzul Q.S Al- Baqarah 275-281
Q.S Al- Baqarah 278-279 turun pada masa-masa akhir misi Rasulullah saw. Pada ayat sebelumnya (ayat 275-277) dinyatakan secara tegas bahwa antara al-Bai’ (perniagaan/jual beli) dan ar-riba (interest) adalah dua hal yang berbeda. Bai’ dihalalkan sedangkan riba merupakan suatu aktivitas yang dilarang. Ayat tersebut juga menawarkan “pemutihan” atas riba-riba tang telah dilakukan pada masa lalu dengan syarat tidak dilakukan lagi setelah ada larangan ini. Bagi mereka yang tetap melakukannya, Allah mengancam dengan sangat keras. Ayat selanjutnya disebutkan bahwa Allah “memusnahkan “riba”. Kata “memusnahkan” memiliki konotasi yang sangat radikal, yang berarti semua jenis riba, tidak peduli yang besar maupun yang kecil yang banyak maupun yang sedikit semuanya akan dilibas habis sampai ke akar-akarnya.
Ayat- ayat tersebut turun berkenaan dengan laporan Itab bin Usaid. Gubernur Makkah yang ditunjuk oleh Rasulullah saw setelah pembebasan kota Makkah yang wilayah administrasinya meliputi Thaif, kepada Rasulullah saw. kaum saqif (penduduk Thaif) telah membuat kesepekatan dengan Rasulullah saw yang berhubungan dengan hutang piutang mereka yang berdasarkan riba agar dibekukan dan dikembalikan hanya pokoknya saja.
Salah satunya yaiut Bani Mugirah yang sudah memeluk Islam menolak membayar kelebihan atas penjaman kepada Bani Amr. Sebelumnya bani Mughirah selalu memberi kelebihan atas pembayaran hutangnya. Inilah yang melatar belakangi turunnya ayat-ayat tersebut. Setelah mendapat laporan dan mencermati ayat –ayat yang turun, Rasulullah saw langsung menulis surat balasan kepada Gubernur Itab yang intinya berbunyi, “jikalau mereka ridha dengan ketentuan Allah di atas (pelarangan riba) maka itu baik, tetapi jikalau mereka menolaknya maka serukanlah ultimatum perang kepada mereka”.
Selain tertulis dalam al-Quran, larangan riba juga dikemukakan dalam berbagai hadis Rasulullah saw yang berisi baik berupa penjelasan mengenai aktivitas riba itu sendiri, larangan untuk melakukannya maupun perintah untuk meninggalkannya. Selain hadis yang telah dikemukakan di atas, yang menjadi asbab an-nuzul surat al-Baqarah 275-281, hadits –hadits lainnya antara lain sebagai berikut:
2.3 Hadits-hadits Mengenai Riba
عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لا تَبِيْعَوْا الذَّهَبَ بِالذَّهَبِ  اِلاَّ مِثْلاَ وَلاَ تُشِفُّوْا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضِ وَلاَ تَبِيْعُوْا الْوَرِقَ بِالْوَرِقِ اِلاَّ مِثْلاً بِمِتْلٍ وَلاَ تُشِفُّوْا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ وَلاَ تَبِيْعَوْا مِنْهَا غَا ئِبًا بِنَاجِزٍ.
“ Dari Abu Sa’id Al-Khudry Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rasululloh Shollallohu ‘alaihi Wasallam bersabda, ‘Jangan kalian menjual emas dengan emas kecuali yang sama beratnya, janganlah kalian melebihkan sebagian diatas sebagian yang lain, janganlah kalian menjual perak dengan perak kecuali yang sama beratnya dan janganlah kalian melebihkan sebagian diatas sebagian yang lain, dan janganlah kalian yang tidak ada diantara barang-barang itu dengan yang ada’.”( HR Bukhori-Muslim).
            Hadis ini menunjukkan larangan menjual emas dengan emas, perak dengan perak, baik yang sudah dibentuk (batangan) atau yang berbeda, selagi tidak mengikuti ukuran yang syar’i, yaitu beratnya, jika tidak dilakukan pembayaran secara kontan dari kedua belah pihak ditempat akad. Larangan terhadap hal itu mengharuskan pengharamannya dan tidak sahnya akad. Syaikhul-Islam ibnu Taimiyah berkata tentang seorang yang memberikan pinjaman kepada orang-orang setiap seratus harus dikembalikan seratus empat puluh, “Inilah yang disebut riba seperti yang diharamkan di dalam Al-Qur’an.” Dia menyebutkan bahwa orang itu tidak mempunyai hak kecuali apa yang dia berikan kepada mereka atau yang senilai dengannya. Adapun tambahannya, dia sama sekali tidak berhak sedikitpun terhadapnya. Sedangkan riba yang sudah terlanjur terjadi, maka dimaafkan. Adapun sisanya yang belum terbayarkan, maka menjadi gugur, karena didasarkan kepada frman-Nya, “Dan tinggalkanlah sisa riba(yang belum dipungut).” (QS Al-Baqaroh :287).


لَعَنَ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ءَاكِلَ الرِّبَا وَمُكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَهُ وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ.
            “Rasululloh SAW.mengutuk pemakan (pengambil) riba, pemberi makan dengan riba, penulisnya dan saksinya, seraya bersabda, “mereka sekalian sama”.

            Hadis menjelaskan bahwa nabi Muhammad SAW sangat tidak menyukai para pemakan riba, yaitu orang-orang yang melakukan perbuatan riba kemudian dari hasilnya itu ia dapat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemberi makan dengan riba maksudnya dengan harta hasil riba untuk memberi makan orang lain atau menyumbang dengan harta hasil riba. Dan juga orang-orang yang terlibat dalam riba tersebut, yaitu yang menulis dan yang menjadi saksi terhadap riba. Jadi, semua yang telah disebutkan tadi adalah sama halnya dengan orang yang berbuat riba dan akan mendapatkan siksa di akhirat kelak.
















BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Ayat 275-281 menyoroti sistem riba yang menjadi pilar sistem ekonomi kapitalisme masa lalu dan saat ini. Sistem riba menciptakan praktek kezaliman ekonomi dan sosial, melahirkan berbagai penyakit jiwa seperti cinta dunia, kikir, kejam, rakus, pelit, kesombongan dan bahkan mempertuhankan harta (materialisme), sehingga pelakunya mabuk seperti orang yang kemasukan setan. Umat Islam harus berhenti dari praktek riba. Karena riba itu hanya dipraktekkan oleh orang yang tidak takut neraka dan tidak berharap surga. Bagi yang terlanjur, segera berhenti dan bertaubat pada Allah.
Jika kembali melakukannya, maka Allah akan masukkan pelakunya ke dalam neraka dan kekal di dalamnya. Allah berjanji akan menghancurkan ekonomi yang dibangun di atas sistem riba yang zalim itu dan menumbuhkembangkan sistem ekonomi yang didasari sistem shadaqah (zakat, infak, hibah, wakaf dan sebagai-nya). Sistem ekonomi Islam tidak terpisah dari keimanan dan ibadah lainnya. Karena itu, riba salah satu yang membatalkan iman.
Salah satu keunggulan sistem ekonomi Islam ialah menangguhkan tagihan terhadap orang menghadapi kesulitan. Sedangkan menghapuskan hutangnya jauh lebih baik. Hal ini bisa diterapkan karena spirit ekonomi Islam adalah meraih kesuksesan akhirat, bukan kejayaan di dunia.
Syariat Islam memandang riba adalah salah satu dosa yang sangat besar dan berbahaya. Maka dari itu Islam memerangi dan memberantasnya tanpa ampun. Praktek riba ini sangat merugikan masyarakat. Maka dari itu Islam menganggap perbuatan riba sebagai perbuatan dosa besar-bahkan termasuk 7 dosa besar yang dilaknat oleh Allah SWT. Sedangkan sedekah kebalikan dari riba, makanya Allah sangat mengajurkan perbuatan ini. Karena dengan berlakunya sedekah akan menghidupkan roda kehidupan masyarakat.




DAFTAR PUSTAKA

v  Al-Himshi. Al-Quran, Mufrodat, Tafsir wa Bayan (Beirut: Dar al-Rasyid)
v  Muhammad Ali as-Shobuni. Tafsir Ayat Ahkam. Jilid.1(Beirut: Dar al-Fikr)
v  Prof. Drs. H. Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, PT. Toko Gunung Agung, Jakarta, 1987
v  Shaleh Qamaruddin. Asbabun Nuzul. Cetakan ke- 6. Cv.Diponegoro, Bandung, 1985


No comments:

Post a Comment