|
|
AKAD SECARA UMUM JUAL BELI & IJARAH
TAFSIR AYAT & HADIST EKONOMI
|
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat & hidayah nya yang telah ia
berikan, akhirnya kami dapat menyusun dan menyelesaikan tugas makalah dan
presentasi tugas mata kuliah Tafsir Ayat Hadis Ekonomi dengan sebaik baiknya.
Dalam makalah ini di sebutkan tentang akad jual beli secara umum, dll. Namun
sebelumnya dalam penyusunan makalah ini kami berterima kasih kepada bpk. Fajar
Fandhi ,L.C selaku dosen pengampu dari mata kuliah Tafsir Ayat Hadis Ekonomi.
Demikian apa yang dapat kami sampaikan sebagai
salam pembuka, kiranya masukan berupa kritik dan saran sangat membantu kami
untuk menjadi yang lebih baik kedepannya dalam pembuatan makalah. Semoga
makalah ini bermanfaat untuk kita semua yang membaca nya. Amin…….
Yogyakarta, 23 November 2015
Penulis
LATAR BELAKANG
Kehidupan dalam bermasyarakat memang penting, apalagi manusia tidak
dapat hidup sendiri. Oleh sebab itu manusia saling berinteraksi antara satu
dengan yang lainnya, atau disebut juga dengan bermuamalah. Memang telah kita
ketahui, manusia adalah makhluk sosial yang tidak lepas dari kegiatan muamalah.
Namun tidak semua masyarakat mengetahui secara kaffah akan peraturan-peraturan
dalam bermuamalah, misalnya dalam kasus jual beli.
Islam melihat konsep jual beli itu sebagai suatu alat untuk
menjadikan manusia itu semakin dewasa dalam berpola pikir dan melakukan
berbagai aktivitas, termasuk aktivitas ekonomi. Pasar sebagai tempat aktivitas
jual beli harus dijadikan sebagai tempat pelatihan yang tepat bagi manusia
sebagai khalifah di muka bumi. Maka sebenarnya jual beli dalam Islam merupakan
wadah untuk memproduksi khalifah-khalifah yang tangguh di muka bumi.
B. RUMUSAN
MASALAH
Dari
uraian latar belakang masalah diatas, terdapat beberapa rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Ruang
lingkup akad jual beli serta kaitan nya dengan tafsir ayat dan hadist
?
2. Pembahasan akad dalam
kaitannya dengan jual beli?
C. TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menjawab rumusan
masalah yang diuraikan oleh penulis antara lain yaitu:
a)
Agar memenuhi tugas presentasi mata kuliah Tafsir ayat &
hadis ekonomi oleh dosen pengampu Fajar Fandhi L.C
b)
Mengetahui pengertian dan dasar hukum jual beli
c)
Mengetahui rukun dan syarat jual beli
d)
Mengetahui hal-hal yang terlarang dalam jual beli
e)
Mengetahui hikmah jual beli
BAB
II
PEMBAHASAN
Definisi jual beli /
bai :
Jual beli Adalah proses pemindahan hak milik/barang atau harta kepada pihak
lain dengan menggunakan uang sebagai alat tukarnya. Menurut etimologi, jual beli adalah pertukaran
sesuatu dengan sesuatu (yang lain). Kata lain dari jual beli
adalah al-ba’i, asy-syira’, al-mubadah, dan at-tijarah.
Landasan atau dasar hukum mengenai jual beli ini
disyariatkan berdasarkan Al-Qur’an, Hadist Nabi :
1.
Al Qur’an
Yang mana Allah SWT berfirman dalam surat QS. An-Nisa : 29
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا
أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ
تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ
“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu makan harta sesamamu dengan
jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama suka diantara kamu”
QS. Al-Baqarah : 275
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا
يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ
قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ
وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَاءهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىَ فَلَهُ مَا
سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ
هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba[1] tidak
dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gila[2].
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang
telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu[3] (sebelum
datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali
(mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka
kekal di dalamnya.
2.
Sunnah
عن رفاعة بن
رافع رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم سئل أَىُّ
الْكَسْبِ أَطْيَبُ قَالَ عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُور. رواه البزار وصححه الحاكم
Dari Rifa’ah bin Rafi’ radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ditanya: ”Apakah pekerjaan yang paling baik/afdhol ?” Beliau menjawab : ” Pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya sendiri (hasil jerih payah sendiri), dan setiap jual beli yang mabrur. (Hadits riwayat al-Bazzar dan di shahih kan oleh al-Hakim rahimahumallah)
Pelajaran yang bisa di petik dari hadits di atas.
a)
Hadits di atas menjelaskan salah satu ajaran di dalam Islam yaitu
motivasi dan anjuran untuk berusaha, bekerja dan mencari rizki yang baik.
b)
Dalil bahwasanya pekerjaan/mata pencaharian terbaik adalah
pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri (usaha sendiri). Di dalam Shahih
al-Bukhari disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda:
ما أكل أحد طعاما قط خيرا من أن يأكل
من عمل ده
“Tidak ada satu makanpun yang lebih baik dari pada apa yang
dimakan oleh seseorang dari hasil kerjanya sendiri”
c)
Dalil bahwasanya perdagangan adalah salah satu mata pencaharian
yang paling baik, dengan catatan apabila selamat (terbebas) dari akad-akad yang
diharamkan seperti riba, ketidak jelasan, penipuan, penyamaran (menutup-nutupi
cacat pada barang dagangan) dan lain-lain yang termasuk dalam kategori
memakan/mendapatkan harta orang lain dengan batil.
d)
Dalil bahwasanya al-Birru ((kebaikan) sebagaimana terdapat dalam
Ibadah maka dia juga terdapat dalam Muamalat interaksi sesama manusia). Maka apabila seorang muslim tulus
dalam jual belinya, produksinya, pekerjaannya dan profesinya, maka
perbuatan/pekerjaannya ini termasuk al-Birru dan al-Ihsan yang diberikan
pahala/balasan di dunia dan akherat.
e)
Jual beli mabrur adalah jual beli yang terjadi sesuai dengan konsekuensi
syari’at yaitu terpenuhinya syarat, rukun, penyempurna dan tidak adanya
penghalang (yang menghalangi sahnya transaksi) dan perusak transaksi. Maka
harus terkumpul di dalamnya persyaratan yang telah lalu dan tidak adanya
penghalang berupa gharar (ketidak jelasan), unsur judi, riba,
penipuan dan penyembunyian cacat barang.
Rukun Jual Beli:
- Dua pihak membuat akad penjual dan pembeli
- Objek akad (barang dan harga)
- Ijab qabul (perjanjian/persetujuan)
Jenis – jenis jual beli
:
1. Salam, perjanjian jual beli, dengan cara
pemesanan barang dengan spesifikasi tertentu yang dibayar di muka dan penjual
harus menyediakan barang tersebut dan diantarkan kepada si pembeli dengan tempat
dan waktu penyerahan barang yang sudah ditentukan dimuka.
Dalam
akad salam, barang yang diperjual
belikan
harus dapat di hitung
atau di timbang
beratnya, jenis, klasifikasi dan spesifikasinya juga harus jelas. Apabila
barang pesanan yang diantarkan lebih baik spesifikasinya si pembeli harus mau
menerima dan si penjual tidak berhak untuk memperoleh tambahan pembayaran,
namun sebaliknya jika barang yang diantarkan lebih buruk spesifikasinya, maka si
pembeli berhak menolak barang tersebut dan si penjual harus mau mengembalikan
uangnya.
2. Istisna’, yaitu suatu perjanjian jual
beli dengan cara memesan barang yang bukan komuditi atau barang pertanian tapi
barang yang dibuat dengan mesin dan keahlian kusus. Pembayaran jual beli
istisna dilakukan dengan cara pembayaran sebagian dimuka den bisa dengan
cicilan atau langsung dibayar sekaligus apabila barang pesanan tersebut sudah
selesai dan siap untuk digunakan oleh pembelinya.
3. Murabahah, adalah perjanjian jual beli
dengan harga pasar ditambah dengan laba atau untung buat si penjual, dimana
pembeli mengetahui dengan pasti harga pasar dari barang tersebut dan tambahan
harga dari penjual.
4. Musawamah, transaksi jual beli dengan
harga yang bisa ditawar, dimana si penjual tidak memberi tahu kan sipembeli
harga pokok/pasar dari barang tersebut dan berapa keuntungan yang diperolehnya.
Si pembeli pun bebas menawar harga barang yang akan dibelinya. Terjadinya jual
beli ini sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak atau dengan cara
negosiasi.
5. Tawliyah, Transaksi jual beli dengan
harga pokok/pasar dimana penjual tidak mendapatkan keuntungan dari hasil
penjualan barangnya.
6. Wadiyah, Transaksi jual beli dengan
harga pokok/pasar, atau si penjual memberi diskon atas barang yang dijualnya
Jual beli yang di larang
dalam islam
a)
Jual beli yang diharamkan
Seperti menjual sesuatu yang terlarang dalam agama.
Rasulullah telah melarang menjual bangkai, khamr, babi, patung dan lain
sebagainya yang bertentangan dengan syariah Islam. Begitu juga jual beli yang
melanggar syar’I yaitu dengan cara menipu. Menipu barang yang sebenarnya cacat
dan tidak layak untuk dijual, tetapi sang penjual menjualnya dengan
memanipulasi seakan-akan barang tersebut sangat berharga dan berkualitas. Ini
adalah haram dan dilarang dalam agama, bagaimanapun bentuknya.
b)
Barang yang tidak ia miliki.
Misalnya, seorang pembeli datang
kepadamu untuk mencari barang tertentu.Tapi barang yang dia cari tidak ada
padamu. Kemudian ksmu/ente dan pembeli saling sepakat untuk melakukan akad dan
menentukan harga dengan dibayar sekian, sementara itu barang belum menjadi hak
milik ente (kamu) atau si penjual. Kemudian ent pergi membeli barang dimaksud
dan menyerahkan kepada si pembeli.
c)
Jual beli Hashat.
Yang termasuk jual-beli Hashat ini adalah jika
seseorang membeli dengan menggunakan undian atau dengan adu ketangkasan, agar
mendapatkan barang yang dibeli sesuai dengan undian yang didapat. Sebagai
contoh:
Seseorang berkata: “ Lemparkanlah bola ini, dan barang
yang terkena lemparan bola ini kamu beli dengan harga sekian”. Jual beli yang
sering kita temui dipasar-pasar ini tidak sah. Karena mengandung ketidakjelasan
dan penipuan
d)
Jual beli Mulamasah
Mulamasah artinya adalah sentuhan. Maksudnya jika
seseorang berkata:
“Pakaian yang sudah kamu sentuh, berarti sudah menjadi
milikmu dengan harga sekian”. Atau “Barang yang kamu buka, berarti telah
menjadi milikmu dengan harga sekian”.
Jual beli yang demikian juga dilarang dan tidak sah,
karena tidak ada kejelasan tentang sifat yang harus diketahui dari calon
pembeli. Dan didalamnya terdapat unsur pemaksaan.
e) Jual Beli Najasy
Bentuk praktek najasy adalah sebagai berikut,
seseorang yang telah ditugaskan menawar barang mendatangi penjual lalu menawar
barang tersebut dengan harga yang lebih tinggi dari yang biasa. Hal itu
dilakukannya dihadapan pembeli dengan tujuan memperdaya si pembeli. Sementara
ia sendiri tidak berniat untuk membelinya, namun tujuannya semata-mata ingin
memperdaya si pembeli dengan tawarannya tersebut. Ini termasuk bentuk penipuan.
Tentunya
masih banyak sekali contoh-contoh atau model jual beli yang dilarang dalam
agama, seperti jual-beli yang menghalangi orang untuk melakukan sholat,
khususnya diwaktu jumat setelah adzan kedua sholat jumat, juga menjual barang
sebelum diterima, kemudian makelar atau calo yang menjual barang dengan harga
yang lebih tinggi dari harga sekarang. Itu semua merupakan jual-beli yang
dilarang dalam Islam.
AYAT TENTANG AKAD JUAL BELI :
1. Surat AL –
Baqarah 254 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ
أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ وَلَا شَفَاعَةٌ ۗ وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Terjemahan :
Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan
Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang
hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa'at.
Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim. (QS. Al – Baqarah : 254)
TAFSIR
:
Hai orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir,
belanjakanlah sebagian harta yang telah Allah berikan kepada kalian di jalan
kebaikan. Bergegaslah melakukan itu sebelum datang hari kiamat. Yaitu suatu
hari yang sepenuhnya hanya untuk kebaikan dan tidak ada penyebab perselisihan.
Pada hari itu kalian tidak bisa mengembalikan apa-apa yang telah
lalu di dunia. Hari itu juga tidak ada jual beli, persahabatan dan syafaat
seseorang selain Allah. Sesungguhnya kezaliman orang-orang kafir akan tampak
pada hari itu oleh sebab tidak memenuhi panggilan kebenaran.
Intinya
:
Kita sebagai manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT harus
membelanjakan harta kita sesuai dengan syariat islam, tidak boleh boros dan
membuang buang harta untuk kegiatan yang tidak bermanfaat, karena boros adalah
bagian dari perbuatan syaiton. Dan kita di wajibkan untuk berzakat dalam harta
yang kita peroleh tersebut, karena di dalam harta kita terdapat kewajiban untuk
orang yang membutuhkan.
2. Surah An – Nissa 29
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا
أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
Terjemahan :
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.”
Tafsir
:
Allah SWT melarang mengambil harta orang lain dengan jalan
yang batil (tidak benar), kecuali dengan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama suka.
Menurut ulama tafsir, larangan memakan harta orang lain dalam
ayat ini mengandung pengertian yang luas dan dalam, antara lain:
a.
Agama islam mengakui adanya hak milik perseorangan yang
berhak mendapat perlindungan dan tidak boleh diganggu gugat.
b. Hak milik perseorangan
itu apabila banyak, wajib dikeluarkan zakatnya dan kewajiban lainnya untuk
kepentingan agama, negara dan sebagainya.
c.
Sekalipun seseorang mempunyai harta yang banyak dan banyak
pula orang yang memerlukannya dari golongan-golongan yang berhak menerima
zakatnya, tetapi harta orang itu tidak boleh diambil begitu saja tanpa seizing
pemiliknya atau tanpa menurut prosedur yang sah
Kemudian Allah menerangkan bahwa mencari harta, dibolehkan
dengan cara berniaga atau berjual beli dengan dasar suka sama suka tanpa suatu
paksaan. Karena jual beli yang dilakukan secara paksa tidak sah walaupun ada
bayaran atau penggantinya
Selanjutnya
Allah melarang membunuh diri. Menurut bunyi ayat, yang dilarang dalam ayat ini
ialah membunuh diri sendiri . tetapi yang dimaksud ialah membunuh diri sendiri
dan membunuh orang lain. Membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri,
sebab setiap orang yang membunuh akan dibunuh, sesuai dengan hukum Qisas.
Dilarang membunuh diri sendiri karena perbuatan itu termasuk
perbuatan putus asa, dan orang yang
melakukannya adalah orang yang tidak percaya kepada rahmat Allah.
Kemudian ayat 29 ini diakhiri dengan penjelasan, bahwa Allah
melarang orang-orang yang beriman memakan harta yang batil dan membunuh orang
lain atau membunuh diri sendiri itu adalah karena kasih saying Allah kepada
hamba-Nya demi kebahagiaan hidup mereka di dunia dan di Akhirat.
3.
Surah Al-Baqarah 275
… وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا …
Terjemahan :
“… padahal Allah telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba …”
Tafsir
:
Allah menegaskan bahwa Dia menghalalkan jual-beli dan mengharamkan
riba. Allah tidak menerangkan sebabnya. Allah tidak menerangkan hal itu agar
mudah difahami oleh pemakan riba, sebab mereka sendiri telah mengetahui,
mengetahui dan merasakan akibat riba itu.
Dari
penegasan itu difahami pula bahwa seakan-akan Allah SWT memberikan suatu
perbandingan antara jual-beli dengan riba. Hendaklah manusia mengetahui dan
memikirkan dan memahami perbandingan itu.
Pada jual beli ada pertukaran dan penggantian yang seimbang
yang dilakukan oleh pihak penjual dengan pihak pembeli, serta ada manfaat dan
keuntungan yang diperoleh dari kedua belah pihak, dan ada pula kemungkinan
mendapat keuntungan yang wajar sesuai dengan usaha yang telah dilakukan oleh
mereka. Pada riba tidak ada pertukaran dan penggantian yang seimbang itu. Hanya
ada semacam pemerasan yang tidak langsung yang dilakukan oleh pihak yang
empunya terhadap pihak yang sedang memerlukan yang waktu meminjam itu dalam
keadaan terpaksa.
Definisi ijarah(sewa) :
Ijarah
Menurut
bahasa, ijarah berarti “balasan” atau “imbangan” yang diberikan sebagai upah
sesuatu pekerjaan.
Menurut istilah, ijarah berarti
suatu perjanjian tentang pemakaian dan pemungutan hasil suatu benda, binatang
atau tenaga manusia. Misalnya menyewa rumah untuk tempat tinggal, menyewa
tenaga manusia untuk mengangkut barang dan sebagainya.
1.
Surat Al-Qashas 26 :
قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ ۖإِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ
Terjemahan :
Salah seorang dari
kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang
bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil
untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya".
Tafsir menurut tafsir Jalalayn :
(Salah seorang dari kedua wanita itu berkata) yakni wanita yang di suruh
menjemput Nabi Musa yaitu yang paling besar atau yang paling kecil ("Ya bapakku!
Ambillah dia sebagai orang yang bekerja pada kita) sebagai pekerja kita, khusus
untuk menggembalakan kambing milik kita, sebagai ganti kami (karena sesungguhnya
orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja pada kita ialah orang yang
kuat lagi dapat dipercaya") maksudnya, jadikanlah ia pekerja padanya,
karena dia adalah orang yang kuat lagi dapat di percaya.
Lalu
Nabi Syuaib bertanya kepada anaknya tentang Nabi Musa. Wanita itu menceritakan kepada
bapaknya semua apa yang telah dilakukan oleh Nabi Musa, mulai dari mengangkat bata
penutup sumur, juga tentang perkataannya, "Berjalanlah di
belakangku". Setelah Nabi Syuaib mengetahui melalui cerita putrinya bahwa ketikaputrinya
datang menjemput Nabi Musa, Nabi Musa menundukkan pandangan matanya, hal ini merupakan
pertanda bahwa Nabi Musa jatuh cinta kepada putrinya, maka Nabi Syuaib bermaksud
mengawinkan keduanya.
Tafsir menurut tafsir Quraish Shihab :
Salah seorang dari
kedua wanita itu berkata, "Wahai Ayah, pekerjakan pemuda itu untuk menggembala
atau mengurus domba piaraan kita dengan gaji! Sungguh, ia adalah orang yang
paling baik yang engkau pekerjakan,
karena tenaganya kuat dan dirinya dapat dipercaya."
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa jual beli itu diperbolehkan dalam Islam.Hal ini
dikarenakan jual beli adalah sarana manusia dalam mencukupi kebutuhan mereka,
dan menjalin silaturahmi antara mereka. Namun demikian, tidak semua jual beli
diperbolehkan. Ada juga jual beli yang dilarang karena tidak memenuhi rukun
atau syarat jual beli yang sudah disyariatkan.
Rukun jual beli adalah adanya akad
(ijab kabul), subjek akad dan objek akad yang kesemuanya mempunyai
syarat-syarat yang harus dipenuhi, dan itu semua telah dijelaskan di
atas.Walaupun banyak perbedaan pendapat dari kalangan ulama dalam menentukan
rukun dan syarat jual beli, namun pada intinya terdapat kesamaan, yang berbeda
hanyalah perumusannya saja, tetapi inti dari rukun dan syaratnya hampir sama.
B.
DAFTAR
PUSTAKA
Alquranul
karim
Rahmat
Syafe’i MA, Prof., Dr., 2004, Fiqih Muamalah, Pustaka Setia : Bandung.
Wahbah
Al-Juhaili, 1989, Al-fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Dar
Al-Fikr : Rambe
Nawawiah,
Drs, 1994, Fiqih Islam, Duta Pahala, Jakarta.
Refrensi
yang bersumber dari blog :
http://materi-kuliah0420.blogspot.co.id/2015/04/makalah-fiqh-muamalah-tentang-jual-beli.html
http://nandoxodnan.blogspot.co.id/2013/09/makalah-hukum-bisnis-islam-akad-jual.html
[1] Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran
lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran
suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena
orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan
emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini riba
nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman
jahiliyah.
No comments:
Post a Comment