KETIKA TRISAKTI TAK SAKTI LAGI
(Berdikari dalam ekonomi sektor industrial)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Sejak
bangsa ini merdeka, tidak pernah ada sedikitpun keraguan bagi rakyatnya untuk
mundur kebelakang dengan hanya berpangku tangan tanpa melakukan apa-apa. Dan
walaupun dalam kurun waktu 70 tahun sudah bangsa ini merdeka jatuh bangunnya
kekuasaan negara memperjuangkan cita-cita kemerdekaan tidak pernah surut.
Apalagi di awal kemerdekaan, pemimpin negara memberikan semangat kepada
rakyatnya menjadikan bangsa ini selalu kokoh dalam menghadapi setiap madalah
kebangsaan.
Di tahun ini, tepat 70 tahun bangsa ini merdeka yang di pimpin
oleh Joko Widodo dan Jusuf Kalla hadir dengan kampanye Trisakti. Sebuah
kampanye yang juga pernah digelorakan oleh Bung Karno di awal-awal kemerdekaan
untuk memberikan semangat kepada rakyat agar teguh mepertahankan kemerdekaan
dari penjajah. Tentu dengan jargon besar seperti trisakti ini rakyat indonesia
mengharapkan hasil yang maksimal tentunya.
Pada masa lalu, pembahasan hubungan industrial kurang mendapat
perhatian, baik dari kalangan manajer puncak maupun dari manajer sumberdaya
manusia sendiri. Namun pada 20 tahun terakhir ini, hubungan industrial menuntu
perhatian yang lebih besar. Hal ini disebabkan hubungan pekerja-pengusaha
menjadi semakin kompleks dari masa sebelumnya.
B.
Rumusan
Masalah
·
Apa definisi Hubungan
Industrial
·
Bagaimana ruang lingkup
Hubungan Industrial
·
Apa pengertian Serikat Pekerja
·
Bagaimana Sejarah
Perburuhan di Indonesia
C.
Tujuan
·
Mengetahui
definisi industrial
·
Mengetahui ruang
lingkup industrial
·
Mengetahui apa
itu serikat pekerja
·
Memahami sejarah
perburuhan di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Hubungan Industrial
Pembahasan sumberdaya manusia (SDM)
lebih kepada individunya, sehingga berkaitan dengan pemilihan orang yang tepat
untuk suatu pekerjaan atau karir tertentu, menemukan sistem intensif yang
sesuai, membantu mereka dalam promosi, transfer, dan pemutusan hubungan kerja.
Dalam kenyataanya pembahasan sumberdaya manusia sebagai individu tidaklah
cukup, namun harus dilengkapi dengan pembahasan mannusia sebafai suatu
kelompok.
Namun sebenarnya manajer telah lama
menyadari bahwa seorang karyawan akan membentuk atau bergabun dengan suatu
kelompok. Mereka mendapatkan manfaat atau keuntungan dengan menjadi anggota
suatu kelompok. Kelompok ini bisa bersifat formal maupun informal. Kelompok
informal dalam perusahaan akan mendatangkan status keanggotaan dan membentuk
perilaku kerja. Sedangkan kelompok formal bermanfaat dalam tujuan untuk
berhubungan dengan pihak perusahaan/pemilik yang menyangkut hubungan kerja
maupun kondisi kerja.
Dalam kondisi seperti diatas,
munculah hubungan perburuhan (labour
relation). Hubungan perburuhan ini membahas masalah-masalah yang menyangkut
hubungan antara pekerja dengan pengusaha. Dalam hubungan perburuhan ini yang
menonjol adalah hubungan secara bipartit. Tetapi dalam perkembangannya, masalah
hubungan antara pekerja dengan pengusaha ini juga menyangkut masalah-masalah
lain, seperti: ekonomi, sosial, politik, dan budaya.
Menyadari bahwa istilah hubungan
perburuhan sudah tidak tepat lagi, karena tidak mampu menggambarkan
permasalahannya, maka muncul istikah baru yaitu hubungan industrial (industrial relation).
B.
Ruang
Lingkup Hubungan Industrial
Sejalan dengan penjelasan diatas,
ruang lingkup hubungan industrial akan menyangkut hubungan antara pekerja dan
pengusaha, serta maslah-masalah yang melingkupi hubungan tersebut, seperti:
ekonomi, sosial, politik, dan budaya[1]
(Suprihanto: 2). Berkaitan dengan ruang lingkup ini heidjrahman berpendapat
bahwa hubungan industrial secara garis besar dibedakan menjadi dua, yaitu
masalah man power marketingdan
masalah man power management
(Heidjrahman: 1-2).
a. Man Power Marketing
Power marketing atau
pemasaran tenaga kerja secara umum membahas penentuan syarat- syarat kerja yang
akan diterapkan dalam pelaksanaan ikatan kerja yang ada. Proses ini terjadi
ketika karyawan dinyatakan diterima oleh pihak perusahaan. Penentuan
syarat-syarat kerja ini dapat dilaksanakan oleh pekerja secara individual
maupun oleh wakil-wakil pekerja yang tergantung dalam organisasi pekerja.
Dalam penentuan syarat-syarat kerja
scara individu, berarti hanya individu tersebut yang terikat dengan ketentuan
syarat-syarat kerja. Karena ketentuan hanya menyangkut karyawan swcara individu
(perseorangan), maka dalam penetapannya juga hanya melibatkan karyawan yang
bersangkutan dengan pihak perusahaan atau pengusaha, yang selanjutnya disebut
Individual Bargaining.
Selain penentuan syarat-syarat
kerja secara individu seperti diatas, penentuan syarat-syarat kerja juga dapat
dikenakan secara kelompok. Dalam hal ini, maka kelompok pekerja tersebut akan
mewakilkan penentuan syarat-syarat kerja bagi dirinya ke serikat pekerja, yang
disebut dengan Collective Bargaining. Sebagai konsekuensinya, para pekerja
tersebut harus menerima syarat-syarat kerja yang telah disepakati oleh pihak
perusahaan atau pengusaha dengan wakil pekerja.
Syarat-syarat kerja yang akan
ditentukan dalam proses tersebut bisanya meliputi:
1) Jam
kerja
2) Hari
kerja
3) Tempat
kerja
4) Upah
5) Jaminan
sosial
b. Man Power Management
Man Power Management mebahas
pelaksanaan syarat-syarat kerja dan berbagai [2]permasalahan
serta pemecahannya. Oleh karena itu, proses ini terjadi setelah karyawan
bergabung dengan perusahaan. Pelaksanaan kerja dengan berbagai permasalahan dan
pemecahannya dapat diterapkan kepada para pekerja secara individual maupun
kepada keseluruhan karyawan melalui organisasi pekerja.
Dalam prakteknya pelaksanaan
syarat-syarat kerja ini berlaku umum, namun dalam penanganan pelaksanaan syarat
kerja serta permasalahan dan pemecahannya diterapkan secara individu. Dalam
kasus ini menyangkut Personal Management. Karena hanya menyangkut karyawan
secara individu(perseorangan), maka dalam penanganannya hanya melibatkan
karyawan yang bersangkutan dengan pihak perusahaan atau pengusaha.
Secara terperinci syarat- syarat
kerja, permasalahan yang dihadapi dan pemecahannya yang diwakilkan kepada serikat
pekerja akan meliputi:
1. Penarikan
tenaga kerja
2. Pengembangan
tenaga kerja
3. Konpensasi
4. Integrasi
5. Pemeliharaan
C.
Pengertian
Serikat Pekerja
Serikat Pekerja merupakan asosiasi
para pekerja untuk jangka waktu yang panjang dan terus-menerus. Tujuannya
adalah untuk mengembangkan kejasama dan tanggung jawab antar pekerja maupun
antar pekerja dengan pengusaha (Suprihanto: 30). Tujuan serikat pekerja dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu tujuan yang bersifat internal maupun
eksternal. Tujuan internal dalam rangka mengembangkan kerjasama dan tanggung
jawab antar anggota serikat pekerja. Sedangkan tujuan eksternal dalam
hubungannya dengan kerjasamadan tanggung jawab terhadap pengusaha maupun
lingkungannya.Dalam prakteknya serikat pekerja ini akan mepengaruhi kebijakan
perusahaan dan kebijakan pemerintah.
D.
Sejarah
Perburuhan di Indonesia
Perkembangan perburuhan di
indonesia dapat dikelompokkan menjadi empat periode, yaitu periode sebelum
kemerdekaan sampai dengan sebelum SPSI, periode kelahiran SPSI sampai era
reformasi, dan periode era reformasi[3]
a. Periode
Sebelum Kemerdekan
Pada tahun 1919 didirikan Persatuan
Pergerakan Buruh (PBB) sebagai induk organisasi buruh dari kalangan indonesia
yang pertama dengan pengurusnya antara lain Semaoen (ketua), Soerjopranoto
(wakil ketua), H.A Salim (penulis) dan Alimin (bendahara). Perserikatan
merupakan wadah pertama yang berhasil didirikan.
Pada tahun-tahun sebelumnya telah
terbentuk pula serikat pekerja tetapi dengan lebih banyk campur tangan bangsa
Belanda seperti: NIOC ( serikat pekerja yang diadakan oleh pegawai pemerintahan
dari golongan pimpinan).
Akibat adanya pertentangan antar
anggota akhirnya terjadi perpecahan dalam PBB sehingga organisasi buruh ini
hanya berumur dua tahun saja.pihak yang mengundurkan diri menyusun kesatuan
baru yang bernama REVOLUTIONAIRE VAKCENTRALE dengan ketua Semaoen.
Perkembangan politik dan
perkembangan ekonomiyang terjadi di indonesia, sangat mempengaruhi pergerakan
kaum buruh. Saat itu banyaj bermunculan organisasi-organisasi buruh dengan
berbagai nama dan banyak pula yang tidak dapat aktif dalam jangka waktu yang
lama.
b. Periode
Sesudah Kemerdekaan Sampai dengan sebelum SPSI
Kemerdekaan indonesia berpengaruh
besar terhadap kesadaran pekerja pada umumnya. Pada awla kemerdekaan ini,
golongan buruh dapat menempatkan kebutuhannya melalui satu organisasi yaitu
Barisan Buruh Indonesia (BBI) yang dilahirkan di jakarta pada tanggal 19
september 1945. Organisasi ini bertujuan untuk ikut serta mempertahankan
kemerdekaan RI. Namun akhirnya dalam kongresnya di soslo tanggal 7 november
1945 BBI pecah menjadi dua golongan. Hal ini dikarenakan sebagian anggotannya
menghendaki supaya gerakan buruh ini menggabungkan dirinya dengan gerakan
politik, sedang yang lain ingin memisahkan diri dari pengaruh politik. Dalam
kongresnya di madiun tanggal 1 mei 1946, mereka yang setuju gerakan buruh
disatukan dengan gerakan politik mendirikan Partai Buruh Indonesia (PBI),
sedang mereka yang menginginkan organisasinya, hanya begerak di bidang sosial
ekonomi mendirikan Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GASBI).[4]
Adanya perasaan kurang puas
terhadap bentuk dan susunan organisasi mengakibatkan perpecahan dalam tubuh
GASBI. Mereka yang keluar dari GASBI mendirikan organisasi baru dengan nama
Gabungan Serikat Buruh (GSBU). Namun demikian antara GASBI dan GSBU tidak
terdapat perselisihan paham, bahkan merka tetap menjalin hubungan dengan baik.
Pada tanggal 29 november 1946 kedua organisasi tersabut bersatu dengan nama
Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI). Dalam kongresnya di malang
bulan mei 1947 SOBSI memastikan diri berkiblat ke kiri (Komunis International).
Tak berapa lama kemudian di solo
didirikan GASBRI (Gabungan Srikat-serikat Buruh Revolusioner Indonesia), dengan
tujuan mengimbangi SOBSI. Namun timbul perpecahan dalam tubuh GASBRI yang
berakhir perpisahan.
Pada akhir tahun 1948-1950
perkembangan pergerakan kaum buruh semakin maju. hal ini dapat dilihat dengan
adanya organisasi buruh di berbagai kota, seperti:
·
Jakarta: Federasi
Perkumpulan Buruh Seluruh indonesia (FPBSI), yang merupakan gabungan dari
perserikatan-perserikatan buruh bangsa tionghoa dan pusat organisasi buruh
(POB).
·
Bandung: Badan Pusat
Serikat-serikat Sekerja (BPSS)
·
Semarang: Gabungan
Serikat Buruh (GSB)
·
Surabaya: Federasi
Buruh Indonesia (FBI)
·
Banjarmasin: Persatuan
Buruh Perusahaan Partikelir Indonesia (PERBUPPI)
·
Makassar: Partai Buruh
Indonesia (PBI), Badan Perjuangan (BPB), Gabungan Buruh Pemerintahan (GBP)
c. Periode
Kelahiran dan Perkembangan SPSI
Organisasi tunggal kaum buruh yang
ada pada saat itu berbentuk federasi yaitu Federasi Buruh Seluruh Indonesia.
Pada tahun 1985 bentuk ini dianggap tidak cocok lagi dan mereka kembali lagi
menggunakan bentuk serikat seperti banyak digunakan pada periode sebelumnya,
sehingga FBSI diganti dengan nama Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI).
Karena bentuknya serikat, maka secara formal tidak lagi mencerminkan gabungan
dari serikat-serikat pekerja. Meskipun dalam kenyataan anggotanya berasal dari
berbagai serikat pekerja yang meleburkan diri menjadi FBSI.
Pada bulan september 1990 lahir
serikat buruh lain dengan nama Seraikat Buruh Merdeka Sejahtera (SBMS). Serikat
buruh ini lahir atas inisiatif pihak-pihak tertentu yang menganggap bahwa SPSI
tidak eksis lagi dan SPSI dinilai sebagai organisasi yang tidak mandiri karena
dibiayai pemerintah, sehingga SPSI dianggap tidak bisa diandalkan untuk
memperjuangkan hak-hak kaum buruh. Dalam perkembangannya lagi, pada tanggal 28
april 1992 muncul organisasi baru yang menamakan dirinya dengan Serikat Buruh
Sejahtera Indonesia (SBSI). Organisasi buruh yang diketuai oleh pengacara
Mochtar Pakpahan SH ini menganggap bahwa SPSI dan SBMS kurang berperan, sehingga
SBSI didirikan dengan tujuan untuk membantu pemerintah dalam memajukan
kesejahteraan para pekerja. Itulah tujuan yang ingin diwujudkan oleh SBSI.[5]
Walaupun demikian pemerintah hanya
mengakui SPSI sebagai satu-satunya organisasi pekerjadi indonesia. Hal ini
dikuatkan lagi dalam peraturan menteri tenaga kerja No. 1 Tahun 1994.
d. Periode
Era Reformasi
Dengan peraturan menteri tenaga
kerja Nomor 1 tahun 1994 (sekarang sudah tidak berlaku lagi), maka serikat
pekerja benar-benar tidak berkembang. Pemerintah melkukan pembatasan sehingga
hanya ada satu serikat pekerja yang diakui pemeritah. Apabila lahir serikat
pekerja yang lain, maka serikat pekera itu tidak dapat berfungsisebagaimana
mestinya. Terutama tidak dapat mewakili pekerja dalam perundingan baik dalam tingkah
bipartit maupun tripartit.
Tumbangnya pemerintah orde baru
(ORBA) maka kehidupan demokrasi mulai berkembang lagi, termasukdemokrasi dalam
serikat pekerja. Kalau pada tahun 1994 dinyatakan bahwa hanya ada satu serikat
pekerja yang diakui pemerintah, maka dengan era reformasi ketentuan tersebut
tidak berlaku lagi. Dengan diratifikasinya konvensi ILO Nomor 87 mengenai
kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi. Ratifikasi
dilakukan dengan keputusan presiden nomor 83 tahun 1998. Mulai saat itu, banyak
serikat pekerja yang ada di indonesia. Data sampai dengan tahun 2001
menunjukkan adanya 52 organisasi serikat pekerja antara lain:[6]
·
SPSI Reformasi
·
FSPSI (Federasi Serikat
Pekerja Seluruh Indonesia)
·
SBSM (Serikat Buruh
Merdeka Sejahtera
·
SBSI (Serikat Buruh
Sejahtera Indonesia)
·
Sarbumusi (Serikat
Buruh Muslim Indonesia)
·
PPMI (Persatuan Pekerja
Muslim Indonesia)
·
Gaspindo (Gabungan
Serikat Pekerja Indonesia)
·
Gaspermindo (Gabungan
Serikat Pekerja Merdeka Indonesia)
Bab III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Mungkin kita harus lebih lanjut
untuk mengkaji industri di indonesia, karena ini ada sangkut pautnya dengan
bagaimana rencana untuk kedepannya bagi negara indonesia. Masih ada masalah
yang dialami oleh pekerja dengan pengusaha yaitu tentang ekonomi, sosial,
politik dan budaya yang harus kita tanggapi dengan sungguh-sungguh. Mungkin
sudah banyak terbentuk berbagai macam organisasi serikat pekerja di indonesia
yang mungkin mempunyai tujuan yang sama.
PBB adalah induk organisasi buruh
pertama di indonesia yang mungkin dalam pembentukkannya telah menimbulkan
banyak perdebatan-perdebatan pro dan kontra. Tetapi ada baiknya karena
perserikatan ini merupakan wadah pertama persatuan kaum buruh di indonesia. Di
tahun-tahun Sebelumnya pernah terbentuk serikat pekerja yang bernama NIOC dan
tidak nyamannya ada campur tangan bangsa belanda yang mungkin bisa merusak
perburuhan di indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Sri Haryani, Hubungan
Industrial di Indonesia, UPP AMP YKPN, Yogyakarta 2002
Tunggal. Iman
Sjahputra. 2009. Pokok-Pokok Hukum
Ketenagakerjaan . Jakarta : Harvarindo
F.X. Djulmiaji. 2008. Perjanjian Kerja Edisi Revisi. Jakarta:
Sinar Grafika
[1] Sri Haryani, Hubungan Industrial
di Indonesia (Percetakan AMP YKPN, Yogyakarta 2002), hlm 4
[2] Sri Haryani, Hubungan Industrial
di Indonesia (Percetakan AMP YKPN, Yogyakarta 2002), hlm 5-6
Sri Haryani, Hubungan Industrial di Indonesia (Percetakan AMP YKPN, Yogyakarta
2002), hlm 7
[3] Sri Haryani, Hubungan Industrial
di Indonesia (Percetakan AMP YKPN, Yogyakarta 2002), hlm 8-9
[4] Sri Haryani, Hubungan Industrial
di Indonesia (Percetakan AMP YKPN, Yogyakarta 2002), hlm 9-10
[5] Sri Haryani, Hubungan Industrial
di Indonesia (Percetakan AMP YKPN, Yogyakarta 2002), hlm 10-11
[6] Sri Haryani, Hubungan Industrial
di Indonesia (Percetakan AMP YKPN, Yogyakarta 2002), hlm 11-12
No comments:
Post a Comment