MAKALAH EKONOMI ISLAM
TAFSIR AYAT DAN HADITS EKONOMI
"TAKAFUL"
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada saat ini di Indonesia, telah banyak lembaga keuangan yang
beroperasi dengan berprinsipkan islami atau syariah. Perkembangannya yang
sangat pesat dan sudah banyak diminati oleh masyarakat Indonesia yang mayoritas
beragama Islam. Dengan tingginya minat masyarakat terhadap lembaga keuangan
syariah belakangan sudah mulai berkembang perusahaan asuransi yang
berprinsipkan syariah.
Delam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai anggota masyaraka sosial memiliki resiko tinggi yang bedampak langsung pada diri sendiri ataupun yang tidak berdampak langsung pada diri sendiri. Timbulnya suatu risiko menjadi kenyataan merupakan sesuatu yang belum pasti , sementara kemungkinan bagi seseorang akan mengalami kerugian atau kehilangan yang dihadapi oleh setiap manusia. Dengan hal terebut maka kebutuhan terhadap perlindungan atau jaminan asuransi bersumber dari mengatasi atau mencegah ketidakpastian mengandung resiko yang menimbulkan ancaman bagi setiap pihak. Takaful (Asurasi syariah) telah hadir dengan berprinsipkan syariah islam untuk membantu dan menolong anggota asuransi dengan beragam produk asuransi.
Delam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai anggota masyaraka sosial memiliki resiko tinggi yang bedampak langsung pada diri sendiri ataupun yang tidak berdampak langsung pada diri sendiri. Timbulnya suatu risiko menjadi kenyataan merupakan sesuatu yang belum pasti , sementara kemungkinan bagi seseorang akan mengalami kerugian atau kehilangan yang dihadapi oleh setiap manusia. Dengan hal terebut maka kebutuhan terhadap perlindungan atau jaminan asuransi bersumber dari mengatasi atau mencegah ketidakpastian mengandung resiko yang menimbulkan ancaman bagi setiap pihak. Takaful (Asurasi syariah) telah hadir dengan berprinsipkan syariah islam untuk membantu dan menolong anggota asuransi dengan beragam produk asuransi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
paparan dari latar belakang di atas, maka penyusun merumuskan pokok masalah
sebagai berikut :
1.
Apa pengertian dari Takaful?
2.
Bagaimana tafsir ayat yang berhubungan dengan takaful?
C. Tujuan
Dari beberapa
pokok rumusan masalah di atas, penyusun memiliki maksud tujuan sebagai berikut
:
1. Menjelaskan definisi dan pengertian dari takaful
2. Menjelaskan tafsir ayat yang menjelaskan tentang takaful.
3.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi dan Arti kata Takaful
Arti Kata Takaful :
Secara bahasa, takaful (ﺗﻜﺎﻓﻞ ) berasal dari
akar kata kafala ( ﻙ ﻑ ﻝ ) yang artinya
menolong, memberi nafkah dan mengambil alih perkara seseorang.
Dalam Kamus Al-Munawir dijelaskan bahwa arti kata kafala yang merupakan kata dasar dari takaful yaitu: pertanggungan yang berbalasan, hal saling tanggung menanggung.
Dalam Kamus Al-Munawir dijelaskan bahwa arti kata kafala yang merupakan kata dasar dari takaful yaitu: pertanggungan yang berbalasan, hal saling tanggung menanggung.
Istilah kata takaful (ﺗﻜﺎﻓﻞ ) ini
merupakan istilah yang relatif baru, jika dilihat tidak satupun ayat-ayat
Al-Qur'an menggunakan istilah takaful ini. Bahkan dalam hadits pun, juga tidak
dijumpai kata yang menggunakan istilah takaful ini. Namun secara sistem
ke-ukhuwah-an, takaful sudah diterapkan sejak zaman Rasulullah SAW beserta para
sahabatnya melalui praktek ukhuwah dalam kehidupan bermasyarakat di Madinah
pada waktu itu sebagaimana yang banyak digambarkan oleh hadits.
Syekh Abu
Zahra, ahli fiqh mesir menggunakan istilah at-takuful al-ijtima’i, yaitu bahwa
individu-individu dalam suatu masyarakat berbeda dalam menjamin atau tanggungan
masyarakat. Setiap yang mampu atau yang membantu dengan kebijakan.
Ungkapan
takaful yang paling tepat untuk mengungkapkan makna at-takaful
al-ijtima’i adalah sabda Nabi Saw, “mukmin terhadap mukmin yang lain ibarat
bangunan yang memperkuat satu sama lainnya. (HR. Muslim).
Dalam
pengertian muamalah, takaful mengandung arti saling memikul risiko
diantara sesama peserta sehingga antara satu dengan lainnya menjadi penanggung
atas dasar saling menolong dalam kebijakan dan ketakwaan (wa taawanu alal birri
wat taqwa).
Takaful menurut
menurut Dewan Syariah Nasional MUI (DSN MUI) identik dengan istilahta`min,
takaful, atau tadhaamun, dan didefinisikan sebagai usaha saling
melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi
dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
Definisi
takaful menurut Kitab Al Ma’ayir Al Syar’iyah (Sharia Standards) yang
dikeluarkan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic
Financial Institutions) edisi tahun 2010 : “Asuransi Islami adalah kesepakatan
sejumlah orang yang menghadapi risiko-risiko tertentu dengan tujuan untuk
menghilangkan bahaya-bahaya yang muncul dari risiko-risiko tersebut, dengan
cara membayar kontribusi-kontribusi berdasarkan keharusan tabarru’ (hibah),
yang darinya terbentuk dana pertanggungan –yang mempunyai badan hukum sendiri
dan tanggungan harta independen– yang darinya akan berlangsung penggantian
(kompensasi) terhadap bahaya-bahaya yang menimpa salah seorang peserta sebagai
akibat terjadinya risiko-risiko yang telah ditanggung.”
B.
Tafsir dan Ayat 85 Surah An-nisa’
Artinya: Barangsiapa yang memberikan syafa'at yang baik, niscaya ia akan
memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. Dan barangsiapa memberi syafa'at
yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya. Allah Maha
Kuasa atas segala sesuatu.
Ayat-ayat
kelompok ini masih berhubungan erat dengan ayat-ayat yang lalu. Agaknya, ayat
ini turun menyangkut sikap beberapa orang yang menampakan keimanan dan
menyatakan diri memeluk islam,tetapi kemudian kembali kemekkah bergabung dengan
orang-orang musyrik. Nah, ketika itu kaum muslim berbeda pendapat ada yg
bermaksud memerangi mereka dan ada juga yang berpendapat sebaliknya bahkan
menjadi perantara agar mereka dibiarkan saja.selanjutnya ayat-ayat kelompok ini
berbicara tentang orang-orang lain yang memerangi,bahkan membunuh yang
mengucapkan salam . Nah, dari sini kelompok ayat-ayat diatas memulai uraiannya
tentang syafaat,yakni upaya melakukan perantaraan dan tentang pegucapan salam
dan penghormatan demikian secara umum.
Secara khusus
dapat dikatakan bahwa setelah ayat yang lalu memerintahkan Nabi SAW. Agar membangkitkan
semangat kaum mukminin dan mengajak mereka tampil kemedan juang, ayat ini
menjanjikan kepada nabi Muhammad Saw,
bahkan menjanjikan setiap orang balasan yang setimpal atas upayanya mengajak
itu.
Dapat juga
dikatakan bahwa ajakan nabi agar para sahabatnya tampil kemedan juang,telah
menimbulkan aneka dampak dan tanggapan sebagian mereka ada yang mempunyai
sahabat dan kerabat yang lain,Sehingga mereka menjadi perantara kepada nabi
agar sahabat atau kerabat mereka diizinkan tidak ikut berpartisipasi.Dipihak
lain ada juga yang demikian menggebu-gebu semangatnya untuk ikut berperang
,tetapi karena tidak memiliki biaya dan senjata, maka mereka bersedih dan
mengeluh lalu tampillah beberapa orang yang menjadi perantara kepada yang mampu
agar melengkapi kebutuhan mereka yang hanya memiliki semangat itu. Menghadapi
hal ini, Allah menjanjikan balasan dan ganjaran untuk masing-masing dengan
firmanNya. Barang siapa yang memberikan dari
saat kesaat untuk siapa dan kapan saja safaat yang baik, yakni menjadi perantara
sehingga orang lain dapat melaksanakan tuntunan agama baik dengan mengajak
maupun memberikan sesuatu yang memungkinkan orang lain dapat mengerjakan
kebajikan,Niscaya ia akan memperoleh
bagian pahala darinya yang disebabkan oleh upayanya menjadi perantara. Dan barang siapa yang menjadi syafaat ,
yakni menjadi perantara untuk terjadinya satu pekerjaan yang buruk bagi siapa
dan kapanpun niscaya ia akan memikul bagian dosa dari usahanya . Allah sejak
dulu hingga kini dan seterusnya maha kuasa tahu segala sesuatu
Kata nashib terambil dari
kata nashaba yang pada mulanya berarti menegakkan
sesuatu sehingga nyata atau nampak . nasyib atau nasib adalah bagian
tertentu yang telah ditegakkan sehingga menjadi nyata dan jelas serta tidak
dapat dielakkan sementara ulama mempersamakan antara nashib dan kata kafil
ada juga yang membedakannya.
Ar-Raghib Al Asfahani dalam bukunya “Al mufrodat” berpendapat bahwa
ia berarti sesuatu yang buruk sehingga
kata tersebut berarti bagia yang buruk .bila pendapat ini diterima, maka
sungguh tepat penggunaan kedua kata diatas masing-masing menggambarkan apa yang
akan diperoleh oleh pelaku perantara kebaikan maupun keburukan .
Al Biqa’i walau mempersamakan kedua kata ini ,yakni dalam arti
kadar tertentu yang berhak diperoleh seseorang,tetapi dalam penggunaannya kata kafil mengandung makna yang lebih besar
dari pada kata Nashib itu sebabnya
tulis AL-Biqa’i menguatkan pengamatannya
kata Kifl juga diartikan berlibat
ganda .penggunaan kata Kifl dalam ayat ini untuk menunjukkan bahwa menjadi
perantara untuk suatu kejahatan adalah sangat tercela dan sangat besar dosanya
disisi Allah Swt.
Kata Muqid terambil dari
akar kata yang rangkaian huruf-hurufnya mengandung arti genggaman, pemeliharaan
dan kekuasaan serta kemampuan. Dari sini terlahir makna-makna lain seperti
makanan, karena dengannya mahluk memiliki kemampuan serta dengannya pula
terlaksana pemeliharaan atas dirinya .
Dalam Al Quran, kata muqit hanya ditemukan sekali, yakni firma-Nya
yang ditaksirkan ini. Berbeda beda pendapat ulama tentang makna kata ini
sebagai sifat Allah. Ada yang memahaminya dalam arti “pemberi rizki”, sehingga
memelihara jiwa raga makhluk, baik rezeki itu rezeki untuk jasmani ataupun
rohani. Penganut pendapat ini membedakaknnya dengan sifat Ar Razak dengan
berkata bahwa, pada makna sifat muqit terdapat penekananan dalam sisi jaminan
rizki banyak atau sedikit, sedangkan tekanan pada sifat Ar Razak adalah pada
berulang dan banyaknya penerima rezeki itu. Ada juga yang menyatakan banhwa
Allah Al Muqit adalah Yang Maha Kuasa memberi rezeki yang mencukupi seluruh
makhluknya pendapat ini menggabung dua makna dari akar kata ini, yaitu makanan
dan kekuasaan.
Ada juga yang memahami kata muqit dalam arti pemelihara dan
menyaksikan karna siapa yang memberi makan sesuatu, maka dia telah
memeliharanya dari rasa lapar sekaligus menyaksikannya.
Imam Al-Ghazali mengemukankan dua arti. Yang pertama adalah
pencipta, pemberi dan pengantar makanan ke jasmani dan ke rohani. Menurutnya,
ia berbeda dengan Ar Razak dari sisi bahwa rezeki dapat mencakup makanan dan
selainnya seperti pakaian dan kedudukan, sedang Al Muqit khusus pada makanan,
jasmani atau rohani. Kemungkinan arti keduanya adalah yang menggenggam,
menguasi, lagi mampu. Penguasaan mengharuskan adanya qudrat dan ilmu. Makna ini
menjadikan sifat Al Muqit berbeda dengan ilmu dan qudrat serta lebih luas
cakupan maknanya dari masing – masing, karena sifat al Muqit adalah gabungan
keduanya.
Ayat An-Nisa ayat 85 ini dapat menampung pendapat – pendapat
diatas. Al-Biqai dalam tafsirnya mengemukakan bahwa ayat ini berbicara tentang
janji Allah memberikan bagian dari pahala bagi yang memberi safaat yang baik
dan dosa untuk yang memberikan safaat yang buruk, karena Allah menyaksikan,
Maha Memelihara, dan Maha Kuasauntuk memberikan makanan rohani bagi jiwa dan
kalbu serta makanan lahir dan segala yang dibutuhkan oleh jasmani. Itu
diberi-Nya kepada masing – masing sesuai kadar yang berhak mereka terima
sebagai imbalan safaat masing-masing, yang baik ataupun yang buruk.
Al-Qaffal juga berpendapat demikian, Allah Kuasa memberi dan menyampaikan
balasan ganjaran atau sangsi kepada yang melakukan safaat sebagai mana yang
bersangkutan memberikan jasa baik atau yang sebaliknya kepada yang diberinya
safaat. Allah juga Maha Menyaksikan, Maha Mengetahui keadaan yang memberi
safaat baik atau buruk, kemudian memelihara ganjaran dan balasan tersebut.
C.
Prinsip dasar dalam takaful
Untuk itu harus ada suatu persetujuan dari para peserta takaful
untuk memberikan sumbangan keuangan sebagai darma (tabarru) karena Allah semata
dengan niat membantu sesama peserta yang tertimpa musibah seperti:
kematian,bencana,dasebagainya. Adapun dasar hukum takaful (asuransi syariah)
adalah sebagai berikut:
a. Saling bertanggung jawab
Saling
bertanggung jawab dalam konteks hukum islam sesuai dengan tuntutan
Hadits-hadits yang salah satunya diriwayatkan oleh al-Bukhaatasri dan Muslim
diantaranya:
1. “setiap orang dari kamu adalah pemikul
tanggung jawab, dan setiap kamu bertanggung jawab atas orang-orang yang berada
dibawah taggung jawabnya”(diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim)
2. “Barang siapa yang tidak mempunyai
perasaan belas kasihan, maka ia tidak akan mendapatkan belas kasihan dari
Allah”(diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim)
3. “Kedudukan hubungan persaudaraan dan
perasaan orang yang beriman antara satu dengan lainnya seperti satu tubuh,
apabila salah satu anggota tubuhnya sakit maka seluruh anggota tubuhnya lainnya
ikut sakit”(diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim)
b. Bekerja sama untuk saling membantu
Bekerja sama untuk saling membantu sebagai mana dalam Hadits diantaranya:
1.
“Barang siapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya,Allah
akan memenuhi kebutuhannya”(diriwayatkan oleh al-Bukhari,Muslim dan Abu
Daud)
2. “Tolonglah saudaramu baik yang zalim maupun yang
dizalimi,mereka bertnya: Hai rasulullah.dapt saja menolong yang dizalimi tetapi
bagaimana menolong saudara yang zalim? Jawaban Rasulullah,cabut kekuasaannya”(diriwayatkan
oleh al-Bukhari dan Muslim)
c. Saling melindungi dari segala kesusahan
Saling melindungi dari segala kesusahan sebagai mana dalam Hadits
diantaranya:
1.
“Sesungguhnya seseorang yang beriman itu ialah barang siapa yang
membeeri keselamatan dan perlindungan terhadap harta dan jiwa raga
mereka”(diriwayatkan oleh Ibnu Majah).
2.
“Tidaklah beriman seseorang itu selama ia dapat tidur nyeyak deng
perut kenyang sedangkan tetengganya meratap karena kelaparan”(diriwayatkan oleh
Al-Bazzaar)
Dengan
demikian, takaful adalah pengahayatan terhadap semangat saling bertanggung
jawab,kerja sama dan perlindungan dalam kegiatan-kegiatan masyarakat,demi
tercapainya kesejahteraan umat dan masyarakat umum. Sebagai makhluk yang lemah
manusia harus sadar,bahwa keberadaanya tdak dapat hidup sendiri tanpa bantuan
orang lain. Sifat lemahnya manusia timbul dari ketidaktahuannya
terhadapkejadian yang akan menimpa dirinya. Manusia tidak dapat memastikan
bagaimana keadaannya pada waktu di kemudian hari (future time). (Ali, 2008)
D. Akad-akad Dalam Takaful
a. Akad hibah (tabarru’) di antara sesama
pemegang polis (peserta asuransi) di mana peserta memberikan hibah yang akan
digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah.
b. Akad mudharabah / musyarakah, dimana
peserta bertindak sebagai shahibul mal (pemegang polis), sedang
perusahaan bertindak sebagai mudharib (pengelola). Akadnya
berupa mudharabah, jika perusaan asuransi tidak sharing modal. Jika
perusahaan asuransi ikut sharing modal, berarti akadnya musyarakah,
c. Akad ijarah (wakalah bil ujrah), yaitu
akad wakalah (pemberian kuasa) dari peserta kepada perusahaan asuransi untuk
mengelola dana peserta dengan memperoleh imbalan (ujrah/fee). Akad
Wakalah bil ujrah yang mengandung unsur tabungan (saving) maupun unsur
tabarru’ atau yang tidak mengandung unsur tabungan (non saving).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang di bahas dan di
jabarkan oleh penulis dalam makalah ini, penulis mengambil kesimpulan sebagai
berikut :
1.
Secara bahasa, takaful (ﺗﻜﺎﻓﻞ ) berasal dari
akar kata kafala ( ﻙ ﻑ ﻝ ) yang artinya
menolong, memberi nafkah dan mengambil alih perkara seseorang.
Dalam
pengertian muamalah, takaful mengandung arti saling memikul risiko
diantara sesama peserta sehingga antara satu dengan lainnya menjadi penanggung
atas dasar saling menolong dalam kebijakan dan ketakwaan (wa taawanu alal birri
wat taqwa).
2.
Ajakan nabi
agar para sahabatnya tampil kemedan juang, telah menimbulkan aneka dampak dan
tanggapan sebagian mereka ada yang mempunyai sahabat dan kerabat yang lain.
Sehingga mereka menjadi perantara kepada nabi agar sahabat atau kerabat mereka
diizinkan tidak ikut berpartisipasi. Dipihak lain ada juga yang demikian
menggebu-gebu semangatnya untuk ikut berperang , tetapi karena tidak memiliki
biaya dan senjata, maka mereka bersedih dan mengeluh lalu tampillah beberapa
orang yang menjadi perantara kepada yang mampu agar melengkapi kebutuhan mereka
yang hanya memiliki semangat itu. Menghadapi hal ini, Allah menjanjikan balasan
dan ganjaran untuk masing-masing dengan firmanNya. Barang siapa yang memberikan dari saat kesaat untuk siapa dan kapan
saja safaat yang baik, yakni menjadi perantara sehingga orang lain dapat
melaksanakan tuntunan agama baik dengan mengajak maupun memberikan sesuatu yang
memungkinkan orang lain dapat mengerjakan kebajikan, Niscaya ia akan memperoleh bagian pahala darinya yang disebabkan
oleh upayanya menjadi perantara. Dan
barang siapa yang menjadi syafaat , yakni menjadi perantara untuk
terjadinya satu pekerjaan yang buruk bagi siapa dan kapanpun niscaya ia akan
memikul bagian dosa dari usahanya . Allah sejak dulu hingga kini dan seterusnya
maha kuasa tahu segala sesuatu
Kata nashib terambil dari
kata nashaba yang pada mulanya berarti menegakkan
sesuatu sehingga nyata atau nampak . nasyib atau nasib adalah bagian
tertentu yang telah ditegakkan sehingga menjadi nyata dan jelas serta tidak dapat
dielakkan sementara ulama mempersamakan antara nashib dan kata kafil ada
juga yang membedakannya.
B.
Saran
Secara pribadi
penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan atau pun
kejanggalan. Untuk itu saran dan kritis yang membangun sangat penulis harapkan
demi kelancaran dalam pembuatan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ali,Zainuddin,Hukum
Asuransi Syariah,Jakarta: Sinar Grafika,2008.
Ali,
AM Hasan, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam, jakarta : Kencana, 2004.
Ismanto,Kuat,Asuransi
Syariah,Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2009.
Sihab,
Quraish, Tafsir Al-Misbah,